Aplikasi TangGap Bencana (TGB) yang Jadi Juara Tingkat Nasional


Anak-anak muda NTB memiliki kualitas luar biasa. Mereka harus mendapat ruang berkreasi yang luas. Salah satu karya adalah aplikasi tanggap bencana yang diberi nama TangGap Bencana (TGB) karya anak-anak NTB dari Lumbung Inovasi. Aplikasi tersebut dibuang oleh pemerintah daerah (Pemda), namun justru menjadi juara satu nasional dalam event yang diselenggarakan Google.

Salah satu rumah di Ampenan menjadi tempat pertemuan Radar Lombok dengan founder Lumbung Inovasi, Lalu Lian Hari Wangi. Pemuda kelahiran Masbagaik Lombok Timur ini terlihat bahagia, Senin (10/12). Lian, panggilan akrabnya, saat ini tengah sibuk memaparkan aplikasi TangGap Bencana (TGB) ke berbagai pihak. Diantaranya ke NGO dan pemerintah daerah, seperti yang sedang dilakukannya di rumah tersebut.

Aplikasi TGB semakin dikenal di berbagai kalangan, setelah meraih juara 1 tingkat nasional dalam ajang bergengsi. Sebuah event bertajuk Google Developer Challenge, yang menantang para pengembang aplikasi di tanah air untuk menciptakan berbagai macam solusi.

Google Developer Challenge, bagian dari upaya menemukan solusi pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SGDs). Aplikasi-aplikasi diciptakan untuk mendukung bidang pertanian, perikanan, kesehatan dan kesejahteraan, pariwisata, dan ketahanan bencana. “ Tidak disangka, aplikasi yang kami buat menjadi juara satu untuk kategori ketahanan bencana,” tutur Lian bersemangat.

Pemuda kelahiran 22 Maret 1991 ini sangat memahami beratnya persaingan dalam ajang tersebut. Sebanyak 190 tim terbaik dari seluruh daerah menjadi peserta. Ada 5 kategori, yang dipilih hanya 3 besar untuk mempresentasikan langsung aplikasinya di Jakarta.

Aplikasi TGB yang diciptakan Lumbung Inovasi asal NTB ini masuk final. Untuk pertama kali wakil NTB masuk final, dan tentu saja ini sebuah kebanggaan. “ Kami presentasikan tentang aplikasi TGB, alhamdulillah membuat para juri terkesima. Mentor dari Google saja, bilangnya aplikasi yang keren. Kami tidak pernah sangka bisa jadi juara satu, karena saingan juga di final cukup berat di final dari tim Medan dan Wonogiri,” terang Lian yang pernah bekerja sebagai konsultan Kemenkes untuk teknologi informasi.

Penghargaan tersebut tentu saja disambut haru oleh tim. Nama NTB menjadi terangkat, generasi muda mampu berprestasi di tengah bencana. “ Tanggal 6 Desember kami diundang ke Jakarta, terus tanggal 7 presentasi,” kata pemuda lajang yang kini tinggal di Ampenan ini.

Lian kemudian mengenang kembali perjalanan terciptanya aplikasi TangGap Bencana (TGB). Saat itu bulan Agustus, ratusan ribu rumah telah hancur. Lian bersama teman-temannya menjadi relawan untuk membantu para korban. Ada sekitar 40 orang yang berada di Lumbung Inovasi. Sebagian besar adalah mahasiswa yang memiliki kepandaian dalam ilmu teknologi. “ Di lapangan, yang kurang itu informasi tentang kebutuhan korban, alamat korban, yang sakit berapa, lokasi relawan, dimana bantuan dan lain-lain. Yang punya data Pemda, relawan susah akses,” ceritanya.

Banyak bantuan tidak tepat sasaran. Para korban menderita. “ Saat itu kami berpikir, apa yang bisa kami lakukan. Kami tidak punya dana besar untuk membantu. Akhirnya kami membantu lewat kemampuan yang kami miliki, terciptalah aplikasi ini,” ucapnya.

Tim Lumbung Inovasi kembali ke Mataram untuk membuat aplikasi tersebut. Sebanyak 6 orang fokus menciptakan aplikasi agar bisa segera dimanfaatkan. “ Sekitar seminggu waktunya kami buat. Makan nasi bungkus, ditemani kopi. Begadang setiap malam agar cepat jadi,” sebut Lian.

Setelah perjuangan yang cukup melelahkan, anak-anak muda tersebut berhasil menciptakan aplikasi TGB. Beberapa orang di Kogasgabpad mulai mengenalnya dan memanfaatkan. Mengingat, aplikasi tersebut sangat besar manfaatnya.Lokasi bencana, seringkali sulit mendapatkan sinyal internet. Kelebihan aplikasi, bisa digunakan secara ofline atau tanpa internet. Hal itu tentu saja membuat aplikasi TGB lebih unggul dibandingkan aplikasi lainnya yang membutuhkan jaringan internet.Informasi yang bisa diakses dalam aplikasi tersebut sangat valid. Relawan dimudahkan, pemerintah bisa memanfaatkannya. Dampak gempa, baik korban, bantuan dan semuanya tercantum dalam aplikasi secara detail. “ Akhirnya kami dipanggil ke kantor Gubernur karena sudah mulai dipakai Kogasgabpad. Kami presentasi disana, ada juga Diskominfo. Tapi katanya aplikasi kami tidak masuk di konsep mereka,” ungkap Lian.

Panjang lebar dipaparkan tentang aplikasi TGB, namun pada ujungnya tidak dimanfaatkan oleh Pemprov. “ Mereka juga kembangkan aplikasi katanya. Ada orang-orangnya Pemprov. Jadi aplikasi kami tidak digunakan,” imbuh Lian.

Konsep Pemprov NTB, inginkan aplikasi dalam bentuk agregat. Bukan konsep data individu seperti ciptaan tim Lumbung Inovasi. “ Padahal kan, bencana itu kita butuh data individu. Bukan hanya bicara jumlah. Tapi ya sudahlah. Kami sih gak apa-apa, karena niatnya sejak awal hanya membantu,” kata Lian.

Meski mendapat respon mengecewakan, Lian bersama teman-temannya tidak patah semangat. Apalagi hanya dalam waktu dua minggu saat bencana, sudah 200 orang lebih menggunakan aplikasi tersebut. Tidak berselang lama, penolakan dari Pemprov berbanding terbalik dengan sikap Pemerintah Kota Mataram. Pemkot meminta aplikasi TGB digunakan untuk menunjang konsep Smart City, terutama dalam hal ketahanan bencana. “ Sampai sekarang dipakai oleh Pemkot untuk Smart City. Karena memang, kami kan tidak ada niat sama sekali untuk menyaingi orang-orangnya Pemprov. Kami hanya ingin membantu saja. Dan sudah banyak dipakai juga oleh relawan,” ujarnya.

Aplikasi TGB terus dikembangkan dan disempurnakan. Untuk membuktikan bahwa aplikasi yang diciptakan oleh anak muda bisa diandalkan, tim bersemangat untuk mengikuti lomba yang diselenggarakan oleh Google dan Dicoding Indonesia. Tim kemudian mengikuti lomba tersebut pada bulan November. Kemudian 3 besar diumumkan awal Desember. Terbukti, hasil karya anak NTB bisa bersaing dan membanggakan. “ Kita kan terbatas fasilitas di NTB, tapi terbukti bisa bersaing. Banyak kok talenta anak NTB yang sebenarnya bisa berprestasi. Pemerintah daerah harus bisa beri ruang. Ada juga penemuan kita, bisa ukur tinggi badan hanya lewat suara. Itu anak muda kita di NTB yang temukan,” paparnya.

Kedepan, aplikasi TGB akan terus dikembangkan. Meski tidak mau digunakan oleh Pemprov NTB, namun sudah terbukti bahwa Google saja mengapresiasi. “ Kedepan, aplikasi ini akan bisa melacak posisi relawan, karena ada relawan yang meninggal. Jadi kita akan tahu semua titik-titik relawan, bukan hanya bantuan saja. Drone ke lokasi bencana secara otomatis juga kita tambahkan. Langsung bawa bantuan ke korban, ini solusi karena banyak rute yang sulit dilewati,” paparnya.

Lian bersama timnya, memiliki mimpi agar NTB bisa menjadi pusat teknologi. Industri teknologi bisa dikembangkan dan mampu membuka peluang kerja bagi masyarakat.

Dari segi Sumber Daya Manusia (SDM), Lian yakin NTB mampu. Hanya saja, selama ini belum dioptimalkan. “ Kalau itu dianggap hanya mimpi, iya itu mimpi kami. Tidak ada yang mustahil. Kan kami sudah buktikan. Meski Pemda tidak mau pakai aplikasi kami, tapi sekarang banyak pihak tertarik untuk memanfaatkannya,” ujar Lian.

Kepada pemerintah daerah, Lian berharap agar anak-anak muda yang memiliki kemampuan bisa dimanfaatkan dengan baik. Bakat yang dimiliki, tentu saja akan sangat bermanfaat bagi kemajuan daerah dan masyarakat banyak.

Banyak anak muda hebat asli NTB yang didampingi oleh Lian. Keberhasilan aplikasi TGB tidak lepas dari anak-anak muda pengembang seperti Darmawan zulkifli, Doni, Asmara, Anwar, Aufa, Jihad dan Gusti Mertayasa.

Kualitas anak NTB tidak perlu diragukan. Seharusnya, semua potensi lokal dimanfaatkan dengan baik. “ Berikan ruang untuk anak muda berekspresi. Apa salahnya Pemda berkolaborasi dengan anak muda. Gak perlu banyak konsep dan bicara. Mari kita bersinergi, jangan malah dianggap kami ini saingan,” ucap Lalu Lian memberi pesan penutup.

Sumber:
https://radarlombok.co.id/aplikasi-tanggap-bencana-tgb-yang-jadi-juara-tingkat-nasional.html

Posting Komentar

0 Komentar