Era Industri 4.0, Menjadi Tantangan Bagi Pendidikan Agama

Di era industri 4.0, tantangan bagi suatu bangsa juga semakin kompleks.

Termasuk bangsa Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, agama, ras maupun budaya.

Amin Abdullah dari Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, menjelaskan dengan semakin berkembangnya teknologi, harus disikapi dengan cara sebaik mungkin.

Termasuk juga dalam bidang pendidikan agama, yang mana tren yang terjadi saat ini malah cenderung ke arah yang konservatif.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di ruang Humas UGM pada Selasa (23/4/2019) Amin mengatakan, dengan kehadiran internet, isu dan peran agama menjadi sangat penting sekaligus problematis.

Isu-isu mengenai minoritas, intoleransi, diskriminasi, persekusi, friksi dan konflik justru menjadi sulit dibendung.
Termasuk juga dalam bidang pendidikan agama, yang mana tren yang terjadi saat ini malah cenderung ke arah yang konservatif.

Dalam konferensi pers yang dilakukan di ruang Humas UGM pada Selasa (23/4/2019) Amin mengatakan, dengan kehadiran internet, isu dan peran agama menjadi sangat penting sekaligus problematis.

Isu-isu mengenai minoritas, intoleransi, diskriminasi, persekusi, friksi dan konflik justru menjadi sulit dibendung.
"Berdasarkan hasil pengamatan dan riset, inilah yang malah memicu bertambah kompleksnya urusan multikulturalisme dan manajemen keragaman agama di Indonesia dan negara lain. Berbagai informasi, ideologi dan ajaran simpang siur datang tanpa adanya batasan dan saringan. Ini menjadi fenomena baru. Bahkan dosen, guru juga harus berpacu pada kemajuan ini," ungkapnya

Menurutnya, berkaitan dengan pendidikan agama dan harkat kemanusiaan, penting sekali di Indonesia membangun literasi keagamaan untuk memitigasi beragam permalasahan yang berkaitan dengan konservatisme yang berkembang.

Literasi keagamaan yang dimaksud disini adalah pembangunan kesadaran masyarakat mengenai arti pentingnya keberagaman agama.

Yakni, bagaimana seseorang yang mengimani agamanya dapat menghargai perbedaan dan berinteraksi secara sehat dengan orang-orang yang berbeda agama dan kepercayaan.

"Saat ini dengan perkembangan teknologi, tren konservatif juga terlihat. Sebenarnya memang dari abad 11, 13, dan 13 sudah konservatif ini. Namun saat ini, tantangan di era teknologi 4.0 mengenai bagaimana kemanusiaan menjadi isu yang sangat penting untuk dibicarakan terutama kaitannya dengan intoleran," ungkapnya.

Sementara itu, Dicky Sofjan dari Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) mengatakan jika Indonesia dikenal sebagai negara paling religius.

Akan tetapi, saat ini ada tren yang agak menghawatirkan, yakni menuju tren konservatisme.

Hal tersebut bukan hanya mengenai agama, tapi juga sudah masuk dalam sosial, dan politik.

Menurutnya, konservatisme ini dicirikan dengan tiga hal, yakni pertama seseorang yang hanya percaya pada satu kebenaran.

Kedua dia mendambakan kepemimpinan yang kuat dan ketiga, dia menggunakan mobilisasi massa.

"Kita melihat di Amerika, Inggris, Myanmar, Filipina, hampir seluruh dunia masuk dalam tren konservatisme. Kenapa hal ini malah terjadi di era teknologi yang semakin canggih. Kita perlu melihat runtutannya, manusia modern mengalami keterasingan. Dimana dia berpikir kenapa dia bangun, makan, tidur berkerja, seperti itu setiap hari. Itu semua membangun kekhawatiran diri, ini ketika masuk industri 4.0, yang mana dia kehilangan makna kehidupan ini," ungkapnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Dicky mengungkapkan jika nantinya pada tanggal 25 April 2019, ICRS bersama dengan AIPI akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan topik pembahasan mengenai Agama dan Harkat Kemanusiaan di Era Sintetis, dimana nantinya akan menghadirkan 12 Pemakalah dan 200 Peserta yang akan membahas mengenai hak tersebut. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber : http://jogja.tribunnews.com/2019/04/23/era-industri-40-menjadi-tantangan-bagi-pendidikan-agama?page=2

Posting Komentar

0 Komentar