Pustakawan Merespon Industri 4.0

Drs Sudjono MM
Oleh :
Sudjono
Pustakawan Ahli Utama Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI)

Perpustakaan tidak bisa lagi dikelola secara konvensional, tetapi harus bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Perpustakaan ke depannya tidak hanya menjadi tempat berkumpul untuk membaca buku ataupun mencari informasi, namun perpustakaan dapat menjadi working space tempat munculnya inovasi-inovasi baru dan pengembangan kreativitas.
Menurut Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa On Financing Global Opportunity – The Learning Generation (Oktober, 2016) terjadi percepatan teknologi hingga tahun 2030. Imbasnya, ada sekitar 2 miliar pegawai di seluruh dunia akan kehilangan pekerjaan, bahkan pekerjaan yang sudah eksis 20 tahun lalu perlahan-lahan akan pudar, diramalkan setelah petugas pengantar pos, penerjemah dan pustakawan akan menyusul, dan hal tersebut merupakan fenomena disrupsi.
Disrupsi ini terjadi karena perkembangan teknologi internet dan cyberspace dalam kegiatan industri yang memungkinkan terjadinya pergantian tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin atau robot. Agar tidak terdisrupsi, maka manusia dalam mengemban profesi apapun harus melakukan empowering innovation dalam segala bidang pekerjaan.
Oey-Gardiner, et al. (2017) mengatakan bahwa perkembangan teknologi digital yang pesat akan menumbuhkan inovasi dalam pengajaran dan pengelolaan gudang informasi seperti perpustakaan. Suatu perpustakaan dikatakan memiliki koleksi lengkap jika informasinya mutakhir dan mampu memberikan solusi atas permasalahan pengguna. Agar perpustakaan berfungsi sebagai media informasi yang dapat memberikan solusi maka staf perpustakaan dan pustakawannya juga harus mampu sebagai solution maker. Sebagai solution maker, pustakawan juga harus mampu mengubah informasi menjadi pengetahuan, dan bahkan sebagai pencipta dan pemandu pengetahuan bagi masyarakat.
Menjadi Pustakawan 4.0
Revolusi industri 4.0 merupakan integrasi antara dunia internet atau online dengan dunia usaha atau produksi di sebuah industri. Artinya, semua proses produksi ditopang dengan internet. Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa revolusi industri 4.0 merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindarkan, namun menjadi peluang baru, sehingga Indonesia perlu mempersiapkan diri.
Revolusi Industri 4.0 berjalan secara eksponensial. Kemungkinan miliaran manusia akan terhubung mobile devices, dengan kemampuan dan kekuatan untuk memproses, menyimpan, dan mengakses pengetahuan melalui internet, sangat tidak terbatas. Luasan serta kedalaman dampak perubahan telah, sedang, dan akan mentransformasi sistem produksi, manajemen, serta tata kelola pemerintahan.
Pustakawan 4.0 adalah jargon penyemangat untuk pustakawan zaman digital seperti saat ini. Pustakawan 4.0 dituntut tidak hanya menjadi penyedia informasi, tetapi juga sebagai pemandu dan pencipta pengetahuan, bahkan jika mampu sebagai pemeta pengetahuan dan pembuat kebijakan-berdasarkan hasil analisis data dan publikasi hasil penelitian.
Untuk menjadi pustakawan 4.0, ia perlu memahami perkembangan revolusi industri 4.0, yang menekankan pada aspek cyberspace dan konektivitas dalam pemanfaatan data, informasi, pengetahuan, dan teknologi. Industri 4.0 ini juga menjadi dasar untuk menuju library 4.0. Terkait dengan perkembangan atau revolusi library 4.0, kita dapat melihat perkembangan library 4.0 yang disampaikan oleh Younghee Noh (2015), sebagaimana dijelaskan melalui Gambar di bawah ini.
Menurut Younghee Noh (2015), perkembangan library 4.0 sejalan dengan perkembangan web 4.0. Para ahli berpendapat bahwa perkembangan web 4.0 terlihat dari interface dan fitur-fitur yang tersedia dalam sebuah web, yakni tersedia fitur untuk membaca, menulis, dan mengeksekusi informasi secara bersamaan; agen-agen informasi berbasis intelejen, interaksi antar-web (saling terhubung), koneksi dengan intelejen, dan web berbasis intelijen.
Pustakawan Harus Berkarya
O’Connor (2015) mengatakan bahwa untuk menghadapi era disrupsi, pustakawan perlu memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh pimpinan lembaga dan menyeimbangkan profesinya di masa depan. Pustakawan harus menjadi seorang profesional dan ahli dalam perpustakaan dan pendidikan, asosiasi profesi, dan literasi geografi.
Salah satu upaya menghadapi “disrupsi profesi”, pustakawan harus “berkarya”, yakni karya pelayanan yang kreatif dan inovatif kepada pengguna tanpa diskriminasi. Karya pelayanan ini tentunya harus didukung dengan kompetensi profesional pustakawan, yakni kompetensi yang dilandasi dengan pondasi pengetahuan dan keilmuan yang kuat.
Dalam lingkungan akademik, Khoir (2018) mengatakan bahwa perpustakaan dituntut mampu menggunakan kreativitas dan inovasi aktual untuk menghasilkan layanan unik dan sistem baru melalui pemanfaatan alat, keterampilan, dan talenta pustakawan. Selain itu, pustakawan dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan perilaku digital generation.
Transformasi dan Disrupsi
Sis Ismiyati (2018) mengatakan bahwa ada beberapa kiat-kiat yang harus dijalankan oleh pengelola perpustakaan agar perpustakaan tidak semakin tergerus oleh dahsyatnya perkembangan globalisasi saat ini. Perpustakaan harus berani merubah mindset yang awalnya sebagai pusat informasi, saat ini harus berubah tidak hanya menjadi pusat informasi saja, tetapi harus sebagai pusat aktivitas.
Perpustakaan harus siap berbenah diri, perpustakaan harus siap bertransformasi. Perpustakaan menjadi tempat untuk mempersiapkan pemustakanya menjadi penuh kemampuan (skillfull) bukan hanya dengan teori (pengetahuan) semata, namun juga melalui praktikum, dengan aktivitas yang mendukung sesuai kreativitasnya.
Perpustakaan harus aktif menjalin kerjasama (networking) dengan perpustakaan yang lain, karena perpustakaan pasti memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dengan aktif menjalin kerjasama dan saling bersinergi antar perpustakaan, maka perpustakaan sebagai pusat ilmu pengetahuan, sebagai pusat aktivitas dan sebagai pusat rekreasi akan semakin dapat dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat secara luas.
Transformasi ini juga disambut berbagai industri, pemerintahan, lembaga pendidikan bahkan perpustakaan. Semua berusaha untuk menyesuaikan dan menyelaraskan dengan perubahan iklim informasi era digital yang menantang seperti sekarang ini. Era industri 4.0 ini menjadi cambuk bagi perpustakaan dan pustakawan untuk berbenah dan melakukan yang terbaik untuk eksistensi perpustakaan di tengah masyarakat sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif bagi generasi-generasi yang akan datang.

Sumber : http://harianbhirawa.com/pustakawan-merespon-industri-4-0/

Posting Komentar

0 Komentar