Dukung Revolusi Industri 4.0, KLHK Komitmen Tingkatkan HHBK dan Jasling

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya saat memberikan penjelasan dalam rapat kerja dengan komisi VII terkait upaya penanganan tumpahan minyak Teluk Balikpapan di Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Senin (16/4). Dalam Rapat kerja dilangsungkan bersamaan dengan rapat dengar pendapat Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Kapolda Kalimantan Timur, dan Kepala Badan Pegatur Hulu Minyak dan Gas (BPH Migas). Rapat ini membahas mengenai terjadinya insiden kebocoran pipa minyak di Teluk Balikpapan yang telah menelan korban jiwa. Dalam kebocoran pipa ini, Pertamina telah mengalami kerugian kurang lebih sebesar 85.000 barel, karena kelalaian yang dilakukan oleh Kapal MV Ever Judger dalam menurunkan jangkar seberat 12 ton di kawasan terlarang | AKURAT.CO/Sopian
Seiring dengan perkembangan zaman revolusi industri 4.0, Pemerintah dinilai belum totalitas mengembangkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasa Lingkungan (Jasling) yang merupakan 95 persen dari potensi hutan dalam negeri yang belum dioptimalkan.

Padahal potensinya bersinggungan langsung dengan perekonomian masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Menteri LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan kedepan pihaknya akan terus menggali dan mengembangkan Multi Usaha Kehutanan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan Jasling tersebut.

"Seiring dengan perkembangan zaman revolusi industri 4.0, HHBK dan Jasling dapat menjadi salah satu industri multi bisnis kehutanan yang terintegrasi dari hulu sampai hilir. Maupun menjadi salah satu tulang punggung baru perekonomian Indonesia dengan tetap melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama," ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya di Jakarta (10/5/2019).

Siti menjelaskan bahwa bagi pembangunan HHBK dan Jasa Lingkungan, Revolusi Industri 4.0 diarahkan untuk beberapa tujuan strategis seperti masalah kecukupan bahan baku, efisiensi produksi, efesiensi dan efektifitas pasar (market place), fair price dengan basis value chain yang tepat, aspek pembiayaan dan investasi berbasis teknologi (fintech), serta aspek keberlanjutan.

Namun demikian, pengelolaan HHBK saat ini umumnya masih dilakukan hanya dengan mengandalkan hasil tumbuhan secara alami. Sementara itu Izin Usaha Pemanfaatan HHBK (IUPHHBK) juga masih sangat terbatas, yaitu baru 14 unit IUPHHBK.

Kondisi ini memerlukan perhatian serius pemerintah dan semua stakeholder terkait, guna memaksimalkan potensi HHBK yang belum tergarap dengan baik. Salah satu yang didorong oleh Menteri Siti adalah penyederhanaan pengurusan ijin usaha HHBK.

"Baru 14 unit Ijin usaha HHBK, untuk itu ijin seperti ini harus disederhanakan prosesnya agar kedepan semakin boom, dan meningkat jumlahnya," tegas Menteri Siti.

Dilanjutkan Siti selain permudah perijinan HHBK, arahan pengembangan HHBK selanjutnya menjadikan HHBK sebagai salah satu modal pembangunan nasional, dan modal bagi wilayah provinsi yang diikuti dengan kegiatan. Dan melakukan pemetaan potensi HHBK serta meningkatkan budidaya tanaman dengan bibit unggul.

Selain itu, KLHK juga terus melakukan optimalisasi pengelolaan Jasling pada tingkat tapak melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KKPH. Namun sampai dengan saat ini Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam baru ada 6 unit KPHP dengan luas 24.814 ha, yaitu Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Gularaya, KPHP Gunung Duren, KPHP Tabalong, KPHP Bacan, KPHP Yapen dan KPHP Sorong.

Sumber : https://akurat.co/ekonomi/id-619085-read-dukung-revolusi-industri-40-klhk-komitmen-tingkatkan-hhbk-dan-jasling

Posting Komentar

0 Komentar