Era industri 4.0 memberi harapan baru Indonesia dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Roadmap “Making Indonesia 4.0” dirancang sebagai strategi untuk memberi arah jelas pergerakan industri nasional. Sesuai dengan aspirasi nasional dalam roadmap, pemerintah menargetkan Indonesia masuk 10 negara dengan perekonomian terbesar dunia tahun 2030.
Sebagai fokus pengembangan, pemerintah memilih lima sektor prioritas dalam program revolusi industri 4.0. Mereka adalah sektor industri makanan dan minuman, industri otomotif, industri elektronik, industri kimia, serta industri tekstil dan produk tekstil. Pemilihan kelima sektor tersebut bukan tanpa alasan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor-sektor ini memiliki kontribusi sebesar 62,91 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sektor industri pengolahan dan 12,49 persen terhadap PDB pada 2018. Selain itu, menghadapi era digital industri 4.0, kelima sektor tersebut dinilai memiliki potensi besar untuk bersaing di pasar global.
Akan tetapi, keberhasilan implementasi revolusi industri 4.0 tidak cukup diukur dari satu sisi saja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan didominasi ekspor nasional harus sejalan dengan ketersediaan lapangan pekerjaan, sehingga mampu menekan angka pengangguran dan ketimpangan pendapatan.
Pembagian kue ekonomi sudah seharusnya menyentuh seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya dinikmati sekelompok pihak. Masyarakat harus memiliki kesempatan yang sama dalam pembangunan ekonomi dan merasakan manfaat yang sama dari pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi secara inklusif di era industri 4.0 menjadi kunci penting. Ekonomi inklusif menekankan pada pemerataan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi kreatif, dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Indonesia perlu bersiap untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi secara inklusif dalam rangka menghadapi era industri 4.0. Poin penting yang patut menjadi perhatian adalah sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur. Indonesia memiliki modal besar karena sedang menikmati bonus demografi.
Penduduk Indonesia didominasi penduduk usia produktif. Hasil proyeksi penduduk BPS menunjukkan pada 2018, sebanyak 67,6 persen penduduk berada pada usia produktif 15–64 tahun. Namun, dari sisi kualitas SDM, pemerintah masih memiliki tugas besar. Pada era digital, SDM harus melek teknologi dan mampu beradaptasi dengan dinamika global.
Pesatnya perkembangan teknologi era industri 4.0 akan berdampak pada pergeseran permintaan tenaga kerja. Ke depannya, tenaga kerja dengan keterampilan menengah dan tinggi (middle and highly-skilled labor) akan memiliki kesempatan kerja yang lebih besar dibanding tenaga kerja kurang terampil (less-skilled labor). Hal ini jika tidak diantisipasi tentu akan menjadi ancaman bagi tingkat pengangguran Indonesia.
Pemerintah menjawab tantangan ini melalui konsep program link and match antara kebutuhan industri dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Program pendidikan vokasi dilakukan dengan melibatkan 618 perusahaan dan menggandeng 1.735 SMK yang tersebar di beberapa wilayah. Program tersebut bertujuan menyediakan satu juta tenaga kerja kompeten yang memiliki sertifikasi sesuai dengan kebutuhan dunia industri pada 2019.
Selain peningkatan kualitas pendidikan formal, dibutuhkan pula program-program pelatihan atau workshop untuk meningkatkan kualitas SDM. Salah satu contohnya pelatihan para pelaku UMKM untuk dapat memanfaatkan teknologi dalam memasarkan produk-produk sampai ke pasar global.
Beberapa peran pemerintah untuk mendukung UMKM antara lain selain sebagai regulator, juga fasilitator penyelenggara pelatihan atau workshop dan pengembangan produk UMKM agar berstandar internasional. Selain itu, pemerintah juga dapat berperan sebagai jembatan keikutsertaan UMKM dalam pameran internasional agar produk mereka dikenal dunia.
Salah satu wujud nyata upaya pemerintah untuk peningkatan dan pengembangan UMKM nasional berbasis teknologi digital adalah program e-Smart Industri Kecil Menengah (IKM). Semenjak diluncurkan pada 2016, program e-Smart IKM telah memperoleh nilai transaksi lebih dari 320 juta rupiah. Ini didominasi komoditas makanan dan minuman, logam, furnitur, kerajinan, fashion, herbal, serta industri kreatif lainnya.
Keberhasilan ini tentu menjadi sebuah kabar gembira. Pelaku UMKM yang umumnya berasal dari masyarakat menengah bawah akan turut menikmati implementasi revolusi industri 4.0, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tercipta pun tumbuh secara inklusif.
Infrastruktur
Penguasaan teknologi menjadi penentu daya saing pada era industri 4.0. Industri nasional perlu berbenah terutama optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan teknologi akan melahirkan suatu model bisnis baru berbasis digital yang lebih efisien dan berkualitas. Hal ini tidak hanya dalam proses produksi, tetapi meliputi seluruh rangkaian kegiatan industri.
Untuk itu, industri nasional memerlukan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang memadai. Pemerataan infrastruktur adalah kunci kedua keberhasilan pertumbuhan ekonomi inklusif dalam era revolusi industri 4.0. Keterlibatan pelaku UMKM dalam platform e-commerce membutuhkan konektivitas dan interaksi dengan teknologi yang memadai.
Faktanya, belum seluruh wilayah Indonesia didukung kualitas jaringan yang cepat dan stabil. Sesuai dengan roadmap “Making Indonesia 4.0.” pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas jaringan internet secara merata di seluruh sentra usaha kecil dan menengah. Konektivitas beberapa kawasan industri juga akan dioptimalkan hingga pada kualitas jaringan 5G.
Seluruh upaya tersebut diharapkan mampu mendorong UMKM semakin siap memasuki era revolusi industri 4.0. Pertumbuhan ekonomi yang disumbang UMKM turut memastikan bahwa keberhasilan implementasi revolusi industri 4.0 telah menyentuh sampai ke akar lapisan masyarakat.
sumber : http://www.koran-jakarta.com/ekonomi-inklusif-di-era-industri-4-0/
0 Komentar