Potensi Jabar Bagian Timur Menjadi Kawasan Industri Baru

Bandung – Jawa Barat memiliki potensi besar dalam pengembangan kawasan industri baru, terutama di wilayah Majalengka, Cirebon, dan Subang atau disebut “Segitiga Rebana”. Peluang ini muncul karena adanya infrastruktur yang strategis, yakni Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) di Kertajati Majalengka, Pela­buhan Cirebon, dan Pelabuhan Patimban di Subang.

“Jawa Barat merupakan salah satu daerah dengan pertumbuhan ekonominya berbasis industri, yang kontribusinya mampu mendekati 40 persen. Kalau kita kembangkan lagi di koridor timur, potensi pembangunannya akan lebih bisa ditingkatkan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional di Institut Teknologi Bandung (ITB), Senin (29/4).

Menurut Menperin, selama ini Jawa Barat telah berkontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Dalam hal ini, sumbangsih utamanya dari aktivitas industrialisasi, baik itu adanya peningkatan pada nilai investasi, penyerapan tenaga kerja, maupun capaian ekspor.
“Kalau lihat Bekapur (Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) itu adalah Detroit-nya Indonesia. Berbagai produk manufaktur, terutama elektronika dan otomotif, diekspor dari sana,” ungkapnya. Maka itu, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim bisnis yang kondusif serta memberikan insentif dan kemudahan perizinan usaha.

“Berdasarkan implementasi peta jalan Making Indonesia, salah satu program prioritasnya adalah pengembangan kawasan industri terpadu,” imbuhnya. Namun demikian, seiring berjalannya era industri 4.0, perlu juga ditopang dengan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan pemanfaatan teknologi digital.

“Apalagi ITB sebagai pusat brainware nasional yang sangat dekat dengan teknologi, diharapkan jadi tulang punggung dalam pengembangan SDM kompeten dan ekonomi digital,” papar Airlangga pada acara yang bertajuk “Development 4.0: Meeting the Global Challenges”.

“Kalau lihat Bekapur (Bekasi, Karawang, dan Purwakarta) itu adalah Detroit-nya Indonesia. Berbagai produk manufaktur, terutama elektronika dan otomotif, diekspor dari sana,” ungkapnya. Maka itu, pemerintah terus berupaya menciptakan iklim bisnis yang kondusif serta memberikan insentif dan kemudahan perizinan usaha.

“Berdasarkan implementasi peta jalan Making Indonesia, salah satu program prioritasnya adalah pengembangan kawasan industri terpadu,” imbuhnya. Namun demikian, seiring berjalannya era industri 4.0, perlu juga ditopang dengan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan pemanfaatan teknologi digital.

“Apalagi ITB sebagai pusat brainware nasional yang sangat dekat dengan teknologi, diharapkan jadi tulang punggung dalam pengembangan SDM kompeten dan ekonomi digital,” papar Airlangga pada acara yang bertajuk “Development 4.0: Meeting the Global Challenges”.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia Sanny Iskandar menyampaikan, kawasan industri di Jawa Barat masih menjadi incaran bagi para investor yang ingin membangun pabriknya. Bahkan, akan dijadikan sebagai basis produksi dan rantai pasoknya untuk pasar global.

Sanny menambahkan, pengembangan 10 kawasan industri baru di Jawa Barat utara bagian timur akan tercapai pada tahun 2020. Namun dengan catatan, kondisi ekonomi global mendukung. “Seperti sekarang kan ada perang dagang, ini bisa menjadi peluang bagi Indonesia karena yang dibatasi masuk ke Amerika Serikat adalah produk China,” tuturnya.

Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengemukakan, Segitiga Rebana akan menjadi kawasan yang maju dan futuristik di Jawa Barat. Pemprov Jabar masih mengkaji luas keseluruhan kawasan yang direncanakan terwujud pada tahun 2021. “Tahun ini, kita mulai studi perencanaan, konstruksinya kemungkinan tahun depan sehingga di tahun ketiga sudah mulai beroperasi,” ujarnya.

Apabila Segitiga Rebana sudah terealisasi, Emil meminta semua industri padat karya di sepanjang DAS Citarum untuk pindah ke kawasan tersebut. Ia pun sudah berkoordinasi dengan Ketua Apindo Jabar dan bertemu dengan para pengusaha beberapa waktu lalu terkait hal itu.

“Kawasan Segitiga Rebana ini juga akan diupayakan menjadi Special Economic Zone atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Sehingga anggaran akan didukung penuh oleh APBN. Hal inipun akan mempermudah pada proses perizinan industri dan perpajakan,” paparnya.

Naik kelas
Di samping itu, Menperin mengungkapkan, implementasi ekonomi digital akan membawa Indonesia naik kelas dengan target menjadi negara berpendapatan level kelas menengah atas (upper middle income country) pada tahun 2020. Untuk itu, diperlukan penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0 secara sinergi di antara pemangku kepentingan.

“Digitalisasi ekonomi merupakan salah satu leap frog strategy ke level selanjutnya, yakni lulus dari middle income trap,” tegasnya. Dalam hal ini, melalui Making Indonesia 4.0, aspirasinya besarnya adalah mewujudkan Indonesia masuk jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada tahun 2030.

“Bahkan, berdasarkan hasil studi PwC dan McKinsey, kita bisa masuk 7 besar ekonomi dunia di 2045, sementara pada 100 tahun Indonesia merdeka nanti, kita menjadi ekonomi ke-4 terbesar di dunia,” ujar Airlangga. Guna mencapai sasaran tersebut, indusri 4.0 akan memacu produktivitas dua kali lipat dengan anggaran untuk RnD sebesar 2%.

“Oleh karena itu, pemerintahan di bawah Bapak Presiden Joko Widodo akan meluncurkan insentif super deductible tax baik untuk RnD maupun pengembangan SDM. Artinya ini untuk menunjang program ekonomi Indonesia berbasis inovasi,” jelasnya.

Menperin menambahkan, dengan penerapan ekonomi digital, juga akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. “Kalau baseline ekonomi kita targetnya tahun depan di angka 5,6%, maka baseline ini nantinya dapat ditingkatkan menjadi 1-2 persen,” imbuhnya. Kemudian, bakal terciptanya lapangan kerja hingga lebih dari 10 juta orang dan kontribusi manufaktur bisa terdongkrak sebesar 25%.

“Ada lima sektor yang menjadi pilot pada industri 4.0 di Indonesia, yakni industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. Bukan berarti sektor lain tidak penting, karena ada 38 sektor lainnya yang pemerintah punya kebijakan tersendiri untuk mereka,” paparnya.

Berdasarkan studi McKinsey, kelima sektor manufaktur yang masuk dalam prioritas pengembangan pada Making Indonesia 4.0, karena secara total mampu menyumbang hingga 78% terhadap PDB industri, kemudian berkontribusi 65% terhadap ekspor dan sebanyak 60% tenaga kerja ada di lima sektor tersebut.

Sampai tahun 2025 nanti, McKinsey juga menunjukkan, pembangunan ekonomi berbasis digital akan menciptakan pendapatan tambahan pada PDB nasional sebesar USD 155 miliar. “Ini new opportunity akibat digitalisasi ekonomi. Selain itu, ada tambahan tenaga kerja di sektor industri sebanyak 4,5 juta orang dan untuk sektor industry-related service mencapai 12,5 juta orang,” sebut Menperin.

Dalam upaya mengajak pelaku usaha manufaktur di dalam negeri memanfaatkan teknologi industri 4.0, Kemenperin telah meluncurkan Indonesia Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0). Ini merupakan indeks acuan bagi industri dan pemerintah dalam upaya mengukur tingkat kesiapan perusahaan untuk bertransformasi menuju industri 4.0 di Indonesia.

“Dari hasil self assessment, sebanyak 326 industri yang berpartisipasi dinilai cukup siap menerapkan industri 4.0. Selanjutnya, kami juga melakukan pengembangan kepada industri kecil dan menengah (IKM) agar bisa go digital melalui e-smart IKM serta program penumbuhan startup,” imbuhnya.

Kemenperin juga sedang membangun Pusat Inovasi dan Pengembangan SDM Industri 4.0 di Jakarta.“Diharapkan dapat jadi percontohan pengembangan inovasi. Isinya antara lain virtual manufacturing lab, smart quality management, autonomous logistic system dan augmented reality,” ujarnya. (mar)

sumber : https://kastara.id/29/04/2019/potensi-jabar-bagian-timur-menjadi-kawasan-industri-baru/

Posting Komentar

0 Komentar