20 Tahun Lakukan Penelitian, ITB Ciptakan Robot Darat, Air, dan Udara

ITB juga tengah mengembangkan robot manipulator yang berbentuk seperti lengan yang dilengkapi dengan kamera yang berfungsi seperti indra mata manusia. Foto/Koran SINDO

ERA Industri 4.0 ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi berbasis digital, robotik, dan artificial intelligence (AI). Indonesia masih tertinggal di bidang ini dibanding negara-negara maju, seperti Jepang, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan China.

Meski begitu, bukan berarti anak bangsa tak berbuat apa-apa atau tak mampu melakukan riset dan menciptakan robot atau semacamnya untuk memudahkan hidup manusia. Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia yang concern di bidang robotik dan AI. Di ITB, penelitian di bidang teknologi robot dan AI telah dimulai sejak 20 tahun lalu. Kini, sejumlah robot telah berhasil diciptakan pakar robot ITB.

Untuk mengupas lebih dalam tentang teknologi robotik dan AI, KORAN SINDO mewawancarai pakar robot Bambang Riyanto Trilaksono, Jumat (24/1/2020). Peneliti di bidang teknologi robotik yang juga Dosen Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB sekaligus Wakil Rektor Bidang Riset Inovasi dan Kemitraan ITB itu mengatakan, dalam riset dan pendidikannya, ITB sedang mempersiapkan dan mengantisipasi industri 4.0. Dan, era ini dicirikan perkembangan dalam bidang AI, robotik, internet of things, cloud, dan sejumlah transformasi digital.

Khusus dalam bidang robotik, kata Bambang, sebetulnya riset awal sudah dimulai sejak 20 tahun lalu. Sejauh ini, ITB telah mengembangkan tiga jenis robot baik robot darat, air, maupun udara atau drone.

Bambang mengatakan, robot adalah sistem elektro mekanik yang dapat bergerak otomatis tanpa dikendalikan dan diperintah oleh manusia. Secara keilmuan, robot menggabungkan sistem mekanik, elektronik, kontrol, software, AI, dan sebagainya.

“Secara umum seperti itu. Kalau yang di darat, saat ini ada pengembangan apa yang disebut sebagai automatic guided vehicle (AGV). Jadi robot bergerak untuk kepentingan logistik, misalnya di pelabuhan untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya secara otonom atau automatic,” kata Bambang.

Kemudian, ujar Bambang, ITB juga tengah mengembangkan robot manipulator yang berbentuk seperti lengan yang dilengkapi dengan kamera yang berfungsi seperti indra mata manusia. Robot ini diperintah melalui program sehingga bisa digunakan untuk mengambil atau memindah benda tertentu ke tempat lain.

Bambang mengemukakan, ITB juga tengah mengembangkan robot darat untuk mengeksplorasi di dalam ruang dan melakukan pemetaan. Jadi, robot ini memetakan lay out dari sebuah ruang yang dijelajahi oleh robot, termasuk bentuk geometri tiga dimensi (3D) dari ruang tersebut.

“Robot jenis ini bukan hanya dilengkapi kamera, tapi juga sensor lidar, yaitu sebuah sensor laser yang melakukan scanning terhadap objek-objek di sekitarnya. Jadi, bentuk dan jarak geometri dari ruangan itu dapat dikonstruksi. Tentu itu nanti diolah di komputer yang kami pasang di robot,” ujar Bambang.

Bambang menuturkan, ITB juga cukup aktif dalam pengembangan robot air. Ada dua versi yang dikembangkan. Pertama, remote operated vehicle (ROV), yaitu sebuah wahana yang dioperasikan di laut dan dikendalikan melalui kabel dari jarak jauh.

Robot yang dilengkapi kamera tahan air dan sonar ini berfungsi untuk melakukan eksplorasi sumber daya yang ada di dalam laut. Termasuk, mungkin ada kapal karam dan sebagainya bisa dieksplorasi oleh ROV.

Kemudian, bentuk robot air kedua adalah automatic under water vehicle (AUV). Robot ini berbeda dengan ROV. Jika ROV dikendalikan melalui kabel dari jarak yang jauh, robot AUV benar-benar otonom, tidak dikendalikan oleh manusia.

Ada juga robot dalam air yang dikembangkan ITB untuk kepentingan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Jadi, robot di dalam laut yang dilengkapi dengan sensor temperatur dan salinitas atau tingkat keasinan air laut. Setiap koordinat bentang laut bisa diukur temperatur dan salinitasnya.

Robot jenis ini bisa muncul kepermukaan dan data yang dihimpun tentang temperatur dan salinitas laut tadi dikirimkan lewat satelit lalu dikirimkan kembali ke groundcontrol station di bumi. Data tersebut ditampilkan di user interface.

“ITB juga sudah cukup lama mengembangkan beberapa jenis robot udara atau drone alias unmanned aerial vehicle (UAV) atau pesawat tanpa awak untuk berbagai kepentingan. Terutama untuk kepentingan survei,” ujar Bambang.

Yang terakhir dikembangkan adalah robot darat dan udara yang bisa bekerja sama untuk melakukan tugas tertentu. Jadi robot udara atau drone bisa numpang di robot darat lalu melakukan take off. Selanjutnya kedua robot bergerak bersama-sama dan pada satu titik tertentu robot udara bisa landing kembali di atas robot darat.

“Robot ini bisa digunakan untuk memonitor wilayah yang terkontaminasi zat berbahaya. Kedua robot bekerja sama untuk memonitor dan memetakan zat berbahaya di satu kawasan. Dirobot ini terpasang sensor,” tutur profesor yang tergabung dalam Kelompok Keahlian Sistem Kontrol dan Komputer ini.

Satu setengah tahun terakhir, ITB juga melakukan riset mobil otonom atau tanpa pengemudi yang termasuk dalam jenis teknologi robotik. “Namun, riset ini baru awal dilakukan. Targetnya dalam tiga atau empat tahun ke depan, ITB sudah bisa menghasilkan mobil tanpa pengemudi,” ungkap Bambang.

Robot-robot hasil riset ITB tersebut, kata Bambang, dihasilkan oleh para dosen dan dibantu mahasiswa dalam bentuk tugas akhir dan tesis S-2 atau disertasi S-3. Bahkan, beberapa robot sudah dikembangkan oleh startup menjadi perusahaan. Sudah ada empat startup yang bekerja serius mengembangkan dalam bidang robotik ini.

Di singgung tentang kerja sama antara ITB dengan lembaga pemerintah lain dalam pengembangan teknologi robotik ini, Bambang mengatakan, terutama dengan BUMN, misalnya dengan BMKG sebagai user.

Kemudian robot ROV dikembangkan bekerja sama dengan TNI AL. Selain itu, ITB juga bekerja sama dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dalam penelitian robot insect atau serangga untuk mata-mata.

“Kalau drone hasil pengembangan ITB digunakan untuk survei pembangunan jalan tol. Tetapi kerja sama ini tidak dilakukan secara formal. Lalu, beberapa tahun lalu, ada drone kami (ITB) yang digunakan di Jepang untuk remote sensing atau pengindraan jauh,” kata Bambang.

Bambang tak menampik perkembangan teknologi robotik, AI, dan digital di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju. Kondisi itu terjadi karena secara umum terkait dengan anggaran dan fasilitas laboratorium, terutama bahan baku atau komponen robot.

Beberapa komponen penting robot yang dibutuhkan harus diimpor dari luar negeri. Namun, manufacturing dari sistem mekanik robot, bisa dilakukan di Indonesia.

“Artinya, kalau kita ingin mengejar ketertinggalan dari luar negeri, memang perlu ada anggaran untuk riset dan inovasi serta melengkapi infrastruktur laboratorium. Kalau dari segi sumber daya manusia (SDM), saya yakin kita cukup kompetitif, mampu,” ujar dia.

Sejauh ini, dukungan pemerintah masih minim secara nominal. Namun, ada sebagian kecil pengembangan robot yang dibiayai oleh pemerintah melalui Kementerian Riset Teknologi dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). “Namun itu (pendanaan dalam bidang riset robot) masih sangat minim,” tutur Bambang.

Jadi, selama ini, pengembangan robot yang dilakukan oleh ITB, tandas Bambang, pendanaan ditanggung sendiri oleh ITB dan mitra-mitra yang bekerja sama atau akan menggunakan robot tersebut. “Kalau anggaran khusus untuk pengembangan robot dari pemerintah, setahu saya belum ada. Tapi untuk menghadapi dan mengantisipasi era industri 4.0, saya kira pemerintah perlu punya visi untuk pengembangan riset dan inovasi dalam bidang robotik,” pungkas Bambang.

sumber:https://autotekno.sindonews.com/read/1507186/124/20-tahun-lakukan-penelitian-itb-ciptakan-robot-darat-air-dan-udara-1579932948

Posting Komentar

0 Komentar