NEW NORMAL; Peluang dan Tantangan Dalam Bisnis Perhotelan

Kondisi new normal merupakan tahapan yang biasa, yang luar biasa adalah objek yang harus diperhatikan dalam perubahan tersebut ! Demikian pemahaman holistic yang disampaikan Ketut Swabawa, CHA (Director Swaha Hospitality Bali)
Pada kesempatan wawancara ekslusif di tengah kegiatan penyerahan kegiatan sosial bertajuk “Hotelier Peduli Rekan Media” yang digagasnya pada 25 Mei 2020 bersama beberapa rekan-rekan hotelier di Bali.
Swabawa menjelaskan kalimatnya tersebut dengan mengulas balik kejadian di Bali sebelumnya, misalnya ketika bom Bali pada 2002 dan 2005 lalu dimana akhirnya mendorong industri berbagai sektor menerapkan sistem pengamanan terpadu. “Bahkan kita di industri perhotelan melakukan sertifikasi manajemen pengamanan hotel setelah kejadian tersebut. Sebagai proses sertifikasi tentunya ada standar baru yang harus diterapkan dan itu yang dinilai oleh para auditor yang terdiri dari unsur kepolisian, asosiasi, pemerintah dan tenaga ahli perhotelan. Itu juga kondisi new normal pada saat itu, yang akhirnya menjadikan itu sebagai hal biasa yang memang dianggap perlu oleh kalangan perhotelan. Hal ini perlu kita ingatkan kembali agar wacana New Normal ini tidak dianggap sebagai beban atau ancaman bagi industri bisnis. Bahaya psikosomatik bisa mempengaruhi upaya pelaku menuju kesiapan mental menghadapi perubahan kedepannya. Jadi, wajib dipahami dulu kondisinya sebelum menginjak ke arah yang subtanstif poin pada kondisi mendatang” jelas Swabawa yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPD IHGMA Bali ini.
Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan bagi hotelier dalam menyikapi kondisi baru dalam operasional kedepannya adalah cukup sederhana dengan menyandingkan standar prosedur operasional dengan relevansinya pada standar kesehatan lingkungan yang diatur dari pihak terkait misalnya Dinas Kesehatan atau Kementerian Kesehatan. Ada 3 hal pokok yang mesti diperhatikan dari segi kesehatan lingkungan di dunia perhotelan, yaitu : 1). Standar Kebersihan yang ditingkatkan ke arah higinis dan sanitasi (Hygiene and Sanitation Standard) ; 2). Pola Sentuhan dan pengaturan jarak antar manusia (Touch Point and Physical Distancing); dan 3). Penggunaan alat pengaman diri (Personal Protective Equipment / PPE). Ketiga hal tersebut dikembangkan sesuai area atau fasilitas hotel, ukuran dan karakter hotel, konsep operasional dan manajemen hotel serta hal lainnya sehingga memunculkan temuan terhadap bagaimana cara mengerjakannya, apa saja peralatan atau barang yang perlu ditambahkan atau diganti, jumlah orang yang akan dipekerjakan dan deskripsi tugasnya serta terakhir berapa angka yang muncul sebagai anggaran atas perubahan standar tersebut.
“Semua hal tersebut dibahas secara detail sampai akhirnya lahir SOP yang mengandung konsep new normal. Jangan lupa bahwa konsep tersebut harus menjawab 2 hal minimum yaitu : apa keluhan / ancaman selama pandemic ini dan apa tuntutan yang menjadi kebutuhan pelanggan kedepannya? Setelah itu mulai dengan orientasi dan training (socialization) kepada seluruh elemen karyawan hingga level terbawah” jelas Swabawa.
Hal lain yang dapat menjadi tantangan pula bagi industri hotel dalam menyongsong new normal tersebut adalah dari faktor eksternal.
Dicontohkannya mitra kerja seperti tranpsortasi dari luar, suplayer barang dan bahan makanan, atau lainnya. Semua pihak tersebut juga harus mendukung upaya hotel dengan mempertimbangkan
“touch point” yang pasti terjadi ketika serah terima dan penanganan barang-barang yang akan dikirim ke hotel. Pada divisi keuangan juga akan terjadi perubahan struktur biaya, contohnya pada kebutuhan chemical untuk daily cleaning yang nantinya wajib mengandung disinfektan untuk mencapai level kebersihan yang higinis dan sanitasi. Terkait pembiayaan ini Swabawa menjelaskan
“ Biaya operasional otomatis akan naik karena harga barang dengan spesifikasi lebih tinggi cenderung akan lebih tinggi daripada regular product. Kenaikan bisa berkisar 10-18% , semoga tidak lebih dari segitu agar kita tidak terlalu tinggi menaikkan harga kamar nantinya. Kenaikan biaya operasional lainnya akan dirasakan secara percentage selain dari segi nominal rupiah. Kita lihat meeting package yang biasanya 1 venue bisa hosting 100 pax kedepannya akan berkurang daya tampung pesertanya sehingga cost percentage dari paket meeting itu akan lebih tinggi. Karena selain biaya makan yang variable mengikuti jumlah pax, ada biaya fixed lainnya dimasukkan ke dalam harga tersebut seperti sewa peralatan, biaya listrik (AC, lampu) serta lainnya.”
Di balik semua itu, Swabawa melihat kondisi new normal ini akan dapat menjadi bagian dari proses akselerasi menuju quality tourism. Bahwa hal ini hendaknya ditransformasikan sebagai peluang untuk mewujudkan pariwisata yang berkualitas. Sumber Daya Manusia menjadi lebih baik karena diperkaya dengan pengetahuan dan wawasan kesehatan baik untuk dirinya, keluarga dan lingkungannya selain di area hotel saja. Pola hidup sehat yang menjadi budaya walaupun terkesan dipaksakan, namun itu sudah menjadi kebutuhan personal bagi setiap orang kedepannya. Artinya, harga kamar yang meningkat nantinya akan diasumsikan dengan kualitas produk yang membaik. Nah, mampukan hotel berkomitmen secara konsisten dengan apa yang telah dipersiapkan sebagai konsep new normal di operasionalnya ? Untuk hal ini, Swabawa kembali menjelaskannya dengan obyektifitas dalam mengelola hubungan dengan pelanggan.
“Jadi begini, jauh sebelum COVID-19 ini semua manajemen bisnis perusahaan menerapkan yang namanya Customer Relationship Management, dimana goalnya adalah the highest customer satisfaction. Langkahnya dimulai dari project positive attitude, understand the product, identify customer type and needs, deliver services, analyze the result dan terakhir improvement relations. Artinya saat ini perusahaan harus siapkan dulu sisi internalnya agar bisa memenuhi sisi eksternal yang ada pada diri konsumen. Hal ini dilakukan terus menerus karena konsumen adalah yang bayar pekerjaan kita. Bukan berarti konsumen adalah raja yang harus disembah dan diikuti segala perintahnya, namun sebagai raja yang patut dihormati dan dilayani secara profesional. Maka ya tidak ada alasan menurut saya jika hotel tidak konsisten pada komitmennya untuk menampilkan new normal of hotel operations sebagaimana yang telah menjadi bagian dari perubahan jaman. Welcome to New Normal !” pungkas Swabawa yang memegang predikat Double Diamond dalam Certified Hotel Administrator dari American Hotel and Lodging Educational Institute (AHLEI), USA sejak 2014 lalu ini. 
sumber: 
https://letternews.net/2020/05/25/new-normal-peluang-dan-tantangan-dalam-bisnis-perhotelan/

Posting Komentar

0 Komentar