Teknologi 5G Bukan Hanya Soal Kecepatan

 

Ilustrasi | Foto: freepik.com

Perkembangan jaringan 5G di dunia saat ini bila diibaratkan masih bergerak “merangkak”.

Di negara-negara seperti Amerika Serikat, China, dan Korea Selatan hingga saat ini baru masuk tahap eMBB (enhanced mobile broadband).

“Jadi 5G yang saat ini ada boleh dibilang baru jalan merangkak. Jadi, belum sampai ‘berdiri tegak’ apalagi berlari,” ujar Kasubdit Penataan Alokasi Spektrum Dinas Tetap dan Bergerak Darat Kementerian Kementerian Komunikasi dan Informatika Adis Alifiawan dalam acara TokTok Kominfo bertajuk "5G di Indonesia? Siapkah?", Jumat (28 Agustus 2020).

Sekadar diketahui, eMBB adalah layanan kecepatan internet sangat tinggi dengan waktu unduh hingga 20 gigabita per detik dan waktu unggah hingga 10 GB per detik.

Selain eMBB, ada dua layanan lagi terkait 5G, yaitu URLLC services (Ultra-Reliable and Low-Latency  Communications) yang diadopsi untuk kalangan industri otomotif, drone, medis, dan sebagainya. Lalu, mMTC (massive Machine Type of Communications) yang diperuntukkan untuk operasional perangkat secara serentak dalam jumlah banyak.

Menurut Adis, berbicara capaian pemanfaatan 5G masih butuh waktu 10 tahun atau lebih sebab kemungkinan hingga 2025 pemakaian 4G masih populer. Ia berpendapat demikian karena melihat dari sisi pengguna yang belum memperlihatkan mereka butuh teknologi 5G.

“Karena dari sisi kebutuhan pengguna belum terbentuk, contoh driverless car. Banyak orang masih sangsi karena kalau ada driverless car masuk ke jalan raya, itu bisa enggak terkontrol. Apalagi jalanan di Indonesia, tahu sendirilah,” kata Adis.

Ia juga mengatakan, jaringan 5G bukan hanya soal kecepatan tetapi juga berbicara tentang perbaikan di sisi latensi, reliability, dan mobility. Selain itu, juga terkait dengan pemakaian barang-barang terhubung internet (Internet of Things/IoT).

Hal sama juga ditegaskan oleh CEO JagatReview.com Dedy Irvan. Menurut dia, kebanyakan orang hanya melihat manfaat jaringan 5G sebatas kecepatan. Jarang ada yang membahas terkait kapasitas jaringan dan latensi (jeda waktu yang dibutuhkan dalam pengantaran data dari pengirim ke penerima).

“Enggak menarik kalau cuma bicara kecepatan doang,” kata dia.

Menurut Dedy, kapasitas jaringan dan latensi sangat berkaitan dengan pemakaian sehari-hari. Misal, soal kapasitas jaringan, ia mengibaratkan satu menara 5G bisa menggantikan beberapa menara 4G di sebuah tempat keramaian.

“Karena cakupan cukup besar, speed bukan yang utama, tapi kapasitas jaringannya yang besar,” kata Dedy.

Sementara terkait latensi, ia mencontohkan manfaat 5G pada waktu bermain game di cloud gaming seperti Google Stadia.

Seharusnya, hal-hal menyenangkan seperti itu yang harus diberitahu kepada masyarakat, jangan hanya soal kecepatan saja. Ia pun menyarankan pemerintah melakukan literasi terus-menerus terkait kesalahpahaman 5G yang beredar.

“Orang itu perlu diingatkan lagi. Yang penting semakin banyak yang tahu, tapi yang dibutuhkan adalah kesinambungan kayak penyuluhan, gitu,” ujar dia.

Dalam memberikan literasi, pemerintah perlu menggunakan model penggunaan 5G.[]


sumber: https://cyberthreat.id/read/8190/Teknologi-5G-Bukan-Hanya-Soal-Kecepatan 


Ayo Ikuti Event Online Bersama APTIKNAS. silahkan Cek di Eventcerdas.com




Posting Komentar

0 Komentar