Mengisi Celah Keterbatasan Pekerja di Era Kecerdasan Buatan

 

Ilustrasi kecerdasan buatan. Foto: Gerlat/Pixabay
Nilai ekonomi hasil penerapan teknologi digital di Indonesia terbesar dan paling cepat berkembang di kawasan Asia Tenggara. Laporan e-Conomy SEA 2020 yang disusun oleh Google, Temasek, dan Bain & Company menunjukkan Indonesia menyumbang 40 persen dengan potensi mencapai $124 miliar pada 2025. Tingkat pertumbuhan pertahun digital ekonomi Indonesia rata-rata 49 persen pertahun sampai tahun 2019, sedang tahun 2020 masih tetap tumbuh positif 11% di tengah kemerosotan ekonomi dibanyak sektor.

Pandemi Covid-19 menghantam Indonesia awal tahun ini, secara masif mendorong masyarakat berpindah ke ranah digital dalam aktivitas sehari-hari. Terjadi kenaikan pesat penggunaan aplikasi online untuk belajar, bekerja, konsultasi kesehatan, dan belanja. Perubahan drastis ini diikuti percepatan transformasi digital oleh industri bahkan UMKM.

Sayangnya, peringkat Indonesia masih stagnan dalam pemeringkatan IMD World Digital Competitiveness Ranking 2020 yang di rilis pada 1 oktober 2020. Indonesia pada peringkat 56 di antara 63 negara yang disurvei. Peringkat tersebut sama dengan peraihan tahun 2019 dan masih di bawah beberapa negara tetangga.

Memang ada kenaikan peringkat Indonesia pada beberapa faktor antara lain integrasi IT dan sikap adaptif, tetapi terjadi penurunan antara lain pada faktor talenta, pelatihan, dan edukasi. Ini sejalan dengan hasil yang diungkap dari laporan Google di atas bahwa talenta masih menjadi masalah utama yang harus diperbaiki oleh semua pihak di Indonesia.

Tantangan makin berat karena terjadi adopsi teknologi otomatisasi dengan diikuti resesi akibat Covid-19 yang menciptakan dobel-disrupsi. Laporan dari World Economic Forum (WEF) tentang The Future of Jobs Report 2020 yang dirilis Oktober 2020, menunjukkan makin cepatnya perusahaan mengadopsi teknologi. Tahun 2025 diperkirakan 43 persen perusahaan akan mengurangi tenaga kerja karena integrasi teknologi. Sementara ada 34 persen yang memperluas tenaga kerja karena integrasi teknologi. Waktu kerja yang dihabiskan oleh manusia dan mesin akan sama.


Meskipun sejumlah jenis pekerjaan akan hilang namun akan muncul sejumlah jenis pekerjaan baru disebut sebagai ‘jobs of tomorrow’. Ternyata ‘jobs of tomorrow’ telah hadir lebih dini. Dibanding tahun sebelumnya, hilangnya pekerjaan meningkat lebih cepat dibanding penciptaan pekerjaan baru.

Menurut laporan WEF tersebut, hal inipun akan terjadi di Indonesia. Strategi perusahaan akibat dampak Covid-19 akan mengarah ke peluang kerja jarak jauh, percepatan digitalisasi, percepatan otomatisasi, mengurangi tenaga kerja sementara waktu, dan mempercepat implementasi program peningkatan dan pembaruan keterampilan (upskilling/reskilling).


Menurut laporan WEF tersebut, terjadi peningkatan kebutuhan pekerjaan baru di Indonesia yang secara umum lebih ke bidang digital, utamanya adalah data science dan kecerdasan buatan (AI), antara lain Data Analysts and Scientists, Big Data Specialists, AI and Machine Learning Specialists, Digital Marketing and Strategy Specialists, Process Automation Specialists, Internet of Things Specialists, Digital Transformation Specialists.


Juga peningkatan kebutuhan kecakapan (softskill) antara lain berupa kreativitas, penyelesaian masalah komplek, belajar aktif, kecerdasan emosi, berpikir analisis dan inovatif.

Menyiapkan ketersedian talenta ‘masa depan’ lebih dini.


Data science dan AI mengalami perkembangan pesat dan akan menjadi penentu (driver) arah transformasi. Sampai sekarang di dunia saja masih terjadi celah (gap) antara ketersediaan talenta digital, data science dan AI dengan kebutuhan industri. Lebih lebih di Indonesia yang masih minim sekali perguruan tinggi menyiapkan talenta di bidang ini, pada saat yang sama terjadi adopsi pesat di industri.


Besarnya ekonomi digital di Indonesia menarik para investor. Apalagi dengan makin gencarnya upaya pemerintah untuk menarik investasi dari luar yang hampir pasti akan menerapkan teknologi digital, data science dan AI di apa pun lini industrinya. Jika tidak dengan cepat direspon dengan kesiapan dan ketersedian talenta dari dalam negeri, akan menimbulkan kesenjangan makin dalam.

Tantangan ini menjadi tugas bersama pemerintah, kalangan swasta, sektor edukasi dan komunitas. Secara bergotong royong Indonesia perlu menyiapkan ketersedian talenta digital, data science dan AI bagi pekerja, peneliti dan wirausahawan. Bukan saja diperuntukkan untuk mengisi industri, tetapi juga bagi layanan publik, lembaga edukasi, sosial, dan tercipta rintisan usaha .


Mengingat penerapan digital, data science dan AI penting dipakai di berbagai bidang dan industri termasuk kesehatan, pertanian, makanan dan minuman, kelautan, termasuk pemerintahan dan sector publik, perlu langkah percepatan dalam menyiapkan ketersedian talenta dan antisipasi keadaan.
Pertama, dorong pertumbuhan dan peningkatan mutu lembaga lembaga pelatihan bidang digital, data science dan AI. Lembaga pelatihan akan lebih cepat meningkatkan dan memperbaharui keterampilan dan kecakapan (upscaling/reskilling) pegawai, sekaligus menyiapkan tenaga kerja baru yang dibutuhkan organisasi..


Memang sudah ada beberapa lembaga pelatihan yang lebih memfokuskan ke area tersebut antara lain Data Academy, Iykra, Algoritma, Dqlab, dan Binar. Bahkan Data Academy telah lebih jauh menjalin kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi dalam menyiapkan talenta digital, data science dan AI; penyediaan sertifikasi International; serta mendampingi perguruan tinggi dalam penyusunan kurikulum agar sesuai dengan kebutuhan industri. Ini penting dalam rangka mempercepat Link and Match.
Kedua, pelatihan Kartu Pra Kerja perlu memberi tempat lebih untuk bidang ‘jobs of tomorrow’. Penguatan fungsi Kartu Pra Kerja menjadi lompatan kualitas SDM (safety trampoline) makin penting sebagaimana tujuan awal.


Ketiga, perguruan tinggi dan sekolah vokasi perlu menyiapkan program studi ilmu masa depan. Apalagi Mas Menteri Nadiem telah memberi kemudahan bagi pembukaan program studi baru dalam bagian konsep Kampus Merdeka. Bahkan memberi insentif dan memfasilitasi “perkawinan” antara perguruan tinggi dan industri.


Keempat, tidak kalah penting adalah mulai memberi pengetahuan tentang literasi digital dan pengenalan dasar data science dan AI bersama etika penggunaannya sebagai salah satu mata pelajaran dari tingkat dasar. Ini penting, selain memberi landasan pengetahuan sedini mungkin, juga untuk membentengi pelajar sekaligus masyarakat dari paparan masifnya hoaks dan kejahatan yang makin canggih pembuatannya dengan kecerdasan buatan (deep fake). Makin samar membedakan antara yang nyata dan tipuan.


Lengkap-langkah di atas, diharapkan, merintis terbentuknya sebuah ekosistem digital, data science dan AI dengan sinergi pemerintah, industri, lembaga edukasi dan komunitas. Sekaligus terjadi percepatan pemenuhan jumlah dan kualitas talenta digital, data science dan AI dari dalam negeri, yang pada gilirannya malah bisa menjadi tenaga terampil dan cakap di luar negeri.


sumber: https://kumparan.com/hasanshahab07/mengisi-celah-keterbatasan-pekerja-di-era-kecerdasan-buatan-1uekke8UexB/full

Ayo Ikuti Event Online Bersama APTIKNAS. silahkan Cek di Eventcerdas.com


Posting Komentar

0 Komentar