Government Use, Alternatif Solusi untuk Kemandirian Vaksin Covid-19


WABAH Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) telah menghantam hampir seluruh penjuru dunia tak terkecuali Indonesia. Tanda-tanda wabah ini akan berakhir sepertinya masih belum ada yang bisa memastikannya. Dampaknya begitu dahsyat menggerus berbagai sektor kehidupan yaitu kesehatan, ekonomi, sosial, budaya bahkan sampai perilaku kehidupan manusia.

Perubahan pola perilaku 3M (Memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci tangan dengan dengan sabun dan air mengalir) adalah tameng utama kita setiap hari.

Berbagai Lembaga riset baik swasta maupun pemerintah, terus mengerahkan segala sumber daya untuk menemukan vaksin, berpacu dengan masih masifnya angka penularan virus yang belum menunjukkan indikasi mereda.

Upaya mendatangkan vaksin Covid-19 dari luar negeri juga dilakukan oleh Pemerintah dengan segala pro dan kontra yang menyertainya.

Terlepas dari segala kompleksitas terhadap penelitian dan pengadaan vaksin, tentu Pemerintah telah mempertimbangkan segala aspek demi keselamatan rakyat serta membentengi fundamental ekonomi yang kian rapuh tergerus ganasnya virus ini.

Beberapa kandidat vaksin melalui keputusan Menteri kesehatan telah diputuskan untuk didatangkan guna membentengi masyarakat dari penyebaran Covid-19 di antaranya Sinovac, AstraZaneca, Moderna, Pfizer, di samping juga vaksin merah putih yang sedang diteliti dan dikembangkan untuk menjadi vaksin nasional. Baca juga: Meski Vaksin Mandiri untuk Korporasi Dibuka, Menkes Pastikan Vaksin Gratis Tetap Ada

Pemerintah dan rakyat Indonesia, berharap semua kandidat vaksin baik vaksin yang diimpor dan vaksin hasil buatan dalam negeri mampu efektif membentuk kekebalan komunitas yang akan memutus mata rantai penyebaran virus dan pada akhirnya, roda kehidupan sosial dan ekonomi akan kembali normal dan pulih.

Pengadaan vaksin khususnya dari luar negeri tentunya akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Belanja vaksin yang berbasis Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) perlu dilakukan efisiensi tanpa mengabaikan kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Vaksin yang telah dihasilkan dengan modal yang besar tentu teknologinya tidak akan dijual secara sukarela atau gratis. Perlindungan paten untuk teknologi baik proses dan produk vaksin adalah suatu keniscayaan bagi perusahaan farmasi.

Vaksin yang dilindungi paten memiliki kecenderungan memiliki harga yang relatif tinggi serta permintaan akses untuk alih teknologi bagi calon pengguna kepada pemegang paten juga dibutuhkan biaya lisensi yang tidak sedikit.

Salah satu langkah strategis yang dimungkinkan untuk dilakukan adalah penggunaan instrumen hukum berupa Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (Government Use).

Dasar yuridis yang telah lengkap dan jelas diatur dalam Ketentuan Internasional yang telah disepakati oleh negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) termasuk Indonesia, artikel 30 dan 31 dimana poin pokoknya adalah adanya pembatasan atas hak eksklusif oleh Pemegang Paten serta dalam kondisi tertentu misalnya karena kedaruratan kesehatan akibat wabah penyakit menular, dimungkinkan pemerintah untuk melaksanakan lisensi wajib atas vaksin yang dilindungi paten.

Ketentuan tersebut, telah diadopsi melalui hukum nasional Indonesia yaitu UU No. 13 Tahun 2016 Tentang Paten (UU Paten). Pasal 109 dan Pasal 111, UU Paten, telah jelas memberikan landasan hukum bahwa dalam kondisi mendesak untuk kepentingan masyarakat, seperti produksi vaksin yang merupakan produk farmasi dan bioteknologi untuk menanggulangi wabah penyakit menular, menimbulkan kematian yang banyak serta menimbulkan kedaruratan kesehatan maka pemerintah melalui instansi atau Lembaga atau perusahaan yang ditunjuk, dapat melaksanakan produksi vaksin tersebut dari Pemegang Patennya. 

Keuntungan yang dapat diperoleh yaitu skema alih teknologi dari pemegang paten vaksin kepada Lembaga/perusahaan yang ditunjuk pemerintah akan lebih cepat, biaya dan waktu riset dan pengembangan untuk produksi vaksin dapat dikurangi secara signifikan, mampu memproduksi vaksin untuk kebutuhan dalam negeri dengan biaya yang relatif terjangkau sehingga akan memberikan banyak pilihan produk vaksin kepada masyarakat sehingga berpengaruh pada harga di pasaran, monopoli vaksin oleh pihak tertentu dapat dikurangi, menumbuhkan kemandirian akan kemampuan bangsa kita dalam menghadirkan vaksin untuk masyarakatnya serta mengurangi ketergantungan importasi vaksin secara kontinyu yang berdampak pada berkurangnya devisa dan cadangan keuangan nasional.

Pemerintah Indonesia memiliki pengalaman dan kemampuan untuk dapat memproduksi vaksin melalui skema pelaksanaan paten oleh pemerintah. Pada tahun 2004, 2007 dan 2012, kita telah memproduksi obat antivirus untuk HIV dan Hepatitis B melalui jalur pelaksanaan paten oleh pemerintah guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk bidang farmasi mempunyai kapasitas dan kompetensi dalam rangka mendukung terlaksananya pelaksanaan paten oleh pemerintah.

Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kesehatan, BUMN Farmasi, Lembaga Riset/Perguruan Tinggi dapat saling terlibat untuk bekerjasama secara sinergis dalam mewujudkan kelancaran dalam memanfaatkan instrumen hukum berupa pelaksanaan paten oleh pemerintah di bidang vaksin sehingga mampu dirumuskan kelayakannya baik secara yuridis maupun teknis.

Skema ini, tidak hanya berlaku untuk vaksin. Jika suatu saat nanti, obat untuk Covid-19 telah ditemukan, maka strategi pelaksanaan paten oleh pemerintah untuk produksi dan pengadaan obat juga dapat dimungkinkan untuk dilaksanakan.

Satu hal yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pemberian remunerasi atau kompensasi kepada pemegang paten atas vaksin ataupun obat yang telah mencurahkan segala sumber dayanya untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat haruslah diberikan secara adil dan wajar sehingga pemegang paten akan terus berinovasi dan tidak berkeberatan inovasinya dimanfaatkan untuk kepentingan umum yaitu kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Paten sebagai salah satu cabang hak kekayaan intelektual dapat menjaga keseimbangannya bahwa hak eksklusif yang dimiliki oleh pemegang paten tidaklah bersifat mutlak jika beririsan dengan dengan kesehatan dan keselamatan publik. Salus Populi Suprema Lex Esto!


Sumber: https://money.kompas.com/read/2021/01/18/051000026/government-use-alternatif-solusi-untuk-kemandirian-vaksin-covid-19?page=all

Posting Komentar

0 Komentar