"Robot" RPA sebagai Solusi Reformasi Birokrasi

Pada akhir tahun 2019 lalu, Presiden Jokowi menegaskan niatnya untuk mengganti seluruh aparatur sipil negara (ASN) tingkat eselon III dan IV dengan "robot" atau kecerdasan buatan (AI). Niat tersebut dikemukakan Jokowi di depan seluruh kementerian/lembaga saat memberikan pengarahan dalam pembukaan Musrenbangnas RPJMN 2020---2024 di Istana Negara.

Menurutnya, ini merupakan salah satu langkah besar yang harus diambil dalam upaya penyederhanaan birokrasi pemerintahan. Birokrasi dan administrasi yang rumit sering kali justru menimbulkan masalah baru dalam proses pemberian layanan kepada masyarakat.

Namun, niatan Presiden tersebut tidak akan mudah untuk direalisasikan dalam waktu dekat. Setidaknya begitulah yang dijelaskan oleh Purwoadi, Direktur Pusat Teknologi Informasi Komunikasi BPPT, pada Februari 2020. Menurutnya, Indonesia masih memiliki tantangan utama berupa sumber daya manusia dan riset yang belum menunjang bilamana ingin menerapkan kecerdasan buatan sebagai pengganti eselon III dan IV.

Meski begitu, Purwoadi menjelaskan bahwa strategi dan peta jalan dari pengembangan kecerdasan buatan yang diusung Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi (BRIN), Bambang Brodjonegoro, akan segera rampung.

Sebagai penyedia layanan bagi masyarakat, instansi pemerintahan memang dituntut untuk dapat terus memaksimalkan kinerjanya. Salah satunya ialah dengan cara beradaptasi dengan perkembangan teknologi.

Sebagian besar pekerjaan di instansi pemerintahan berhubungan dengan pengolahan data, administrasi dan laporan. Hal tersebut menciptakan sebuah pola kerja yang terus berulang dan monoton. Pola kerja yang berulang sangat berpotensi melahirkan rasa jenuh dan konsentrasi yang menurun, sehingga rentan terhadap terjadinya human error. Belum lagi dengan masalah-masalah lain seperti tingkat kemampuan dan kecepatan kerja SDM dan jam kerja yang terbatas (apalagi ditambah dengan sistem WFH-WFO di masa pandemi ini).

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah mulai mempertimbangkan "robot" untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan seperti itu. Robot di sini bukanlah robot seperti yang sering kita lihat di film-film fiksi seperti Transformer atau Power Ranger. Namun, sebuah aplikasi pengolahan data otomatis atau yang lebih dikenal dengan Robotic Process Automation (RPA).

Dikutip dari situs amt-it.com, RPA merupakan software yang mampu meniru aktivitas manusia di dalam komputer dengan kecepatan dan akurasi sampai 100%. Melalui perkembangan teknologi dan transformasi digital, para praktisi membagi teknologi dalam tiga kategori, seperti probots, knowbots, dan chatbots. RPA sendiri adalah evolusi dari tiga teknologi utama, yaitu screen wraping, workflow automation, dan artificial intelligence.

Teknologi RPA dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, misalnya proses transaksi pembayaran di jalan tol dan parkiran. Pada sebuah case study yang dikeluarkan oleh Infosys, implementasi RPA dapat menghasilkan penurunan Full Time Equivalent (FTE) sebesar 50%, dan menurunkan pekerjaan manual sebesar 58%.

Melalui RPA, pekerjaan-pekerjaan administratif dapat dikerjakan secara otomatis dengan tingkat akurasi yang tinggi. Keunggulan menggunakan RPA di antaranya ialah, (1)menurunkan risiko human-error, (2)menghemat waktu dan biaya, dan (3)memudahkan proses operasional.

Namun, dengan adanya aplikasi yang bisa mengerjakan semua hal tersebut, apakah berarti peran manusia akan tergantikan? Tentu saja tidak. Kehadirannya justru sangat membantu manusia. RPA mampu membantu manusia mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang monoton dan menyita waktu. Dengan begitu, manusia dapat mengerjakan hal-hal lain yang lebih kreatif dan efisien.

Jika hal ini diterapkan di instansi pemerintahan, RPA akan membantu mengerjakan seluruh pekerjaan pengolahan data dan administrasi dengan lebih efektif dan tepat waktu. Sehingga, peran SDM akan lebih dimaksimalkan pada sektor eksekusi program atau pelayanan langsung kepada masyarakat. Dengan begitu, alur kerja layanan akan menjadi lebih cepat dan mudah. Kepuasan masyarakat pun dipastikan akan jauh meningkat.

Maka dari itu, jika mengganti keseluruhan ASN eselon III---IV dengan sistem kecerdasan buatan dirasa masih cukup jauh dari realisasi, Robotic Process Automation (RPA) bisa menjadi solusi jangka pendek untuk menunjang cita-cita reformasi birokrasi

Sumber: https://www.kompasiana.com/mussabaskarulloh1685/60323837d541df7e50687fa2/robot-rpa-sebagai-solusi-reformasi-birokrasi







 

Posting Komentar

0 Komentar