Sejauh Mana Komitmen Jateng Ciptakan Energi Bersih dan Terbarukan? Simak Penjelasan Sujarwanto


Pembangunan insfrastruktur pembangkit energi bersih, baru, dan terbarukan terus digenjot di Jawa Tengah.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah berkomitmen mengatasi masalah perubahan iklim dengan energi non-fosil.

Untuk memperkuat komitmen tersebut, provinsi ini mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 12 tahun 2018 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi (RUED-P). Beleid ini merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Keduanya terkait dengan produksi dan pemanfaatan energi bersih dan energi terbarukan. Jawa Tengah diklaim merupakan provinsi pertama di Indonesia yang menyelesaikan rencana tersebut dan menyerahkannya kepada pemerintah pusat pada September 2019.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, menuturkan energi fosil memang tersedia dengan jumlah besar di Indonesia. Sumber ditemukan kemudian dieksplorasi. Namun, energi ini ada batasannya.

"Sedangkan di sisi lain kebutuhan energi nasional terus meningkat. Migas dan batubara memiliki keterbatasan. Pengembangan energi baru dan terbarukan merupakan obsesi penting dalam mendorong kedaulatan energi," kata Sujarwanto, Minggu (14/2/2021).

Oleh karena itu, lanjutnya, berbagai potensi energi bersih dan terbarukan di Jateng terus dikembangkan. Misalnya, energi panas bumi yang sangat potensial dimana Jateng memiliki banyak gunung berapi aktif.

Asosiasi gunung vulkanik menyimpan banyak manifestasi dan potensi daerah yang sangat besar.

Misalnya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Geo Dipa Energi di Dataran Tinggi Dieng dimana sudah dioptimalisasi menjadi 60 megawatt (MW).

Awalnya hanya 50 MW, kemudian dibangun PLTPB Small Scale di dengan kapasitas sebesar 10 MW yang akan onstream pada 2021 ini.

"Potensi panas bumi juga terdapat di Baturraden yang sedang masa pembangunan. Saat ini konsetrasi pada satu wellpad (lokasi pemboran) temuan baru. Ada juga di Telomoyo Ungaran," jelasnya.

Kemudian, energi bayu atau angin juga akan dikembangkan di Kabupaten Tegal. Sudah ada investor asal Perancis, PT Java Energi Eoliana atau Akuo Energy yang berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kecamatan Margasari. Lokasi ini berdekatan dengan Kabupaten Brebes di sisi timur.

Sujarwanto menuturkan PLTB Tegal ini menyimpan potensi sebesar 50-60 MW atau setara 215,5 gigawatt hours pertahun. PLTB ini rencananya dibangun di atas lahan seluas 47 hektare.

Kemudian, tenaga air atau Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di sejumlah daerah yang bisa langsung dikonsumsi masyarakat, seperti yang dilakukan di Bendungan Gondang Karanganyar.

"Energi alternatif terbarukan biomassa juga terus didorong. Tidak hanya limbah, tapi juga sampah. Di Cilacap sudah melakukannya dengan baik, sampah 120 ton perhari selesai pada proyek refused derivied fuel (RDF) ini," katanya.

Langkah serupa juga dilakukan di tempat pembuangan akhir (TPA) di Kota Semarang dan Solo. Di Semarang menghasilkan kapasitas 0,8 MW dan sudah tersambung dengan sistem di PLN.

Tidak hanya itu biomassa skala besar dari limbah aren di Indonesia ada di Daleman, Tulung, Klaten.

Desa ini merupakan sentra pengolahan tepung aren (Arenga pinnata) atau pati onggok. Dengan adanya instalasi ini, bisa menekan limbah dari usaha masyarakat sekaligus menggagas sumber baru energi terbarukan di Jawa Tengah.

Kemudian, yang menjadi andalan Jateng akhir-akhir ini yakni sumber listrik dari tenaga surya (PLTS).

Secara geografis Provinsi Jawa Tengah yang berada di daerah khatulistiwa yang terletak pada 10°LS memiliki intensitas penyinaran matahari 3,5 kwh/m²/hari sehingga seluruh wilayah di Jawa Tengah potensial untuk dibangun PLTS.

"Jateng memiliki potensi tenaga surya sekitar 3,5 kilowatt peak permeter persegi. Kemudian banyak lahan utilasi. Sehingga bisa dihasilkan energi listrik di Jateng ini," jelasnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, juga sangat mendukung pembangunan PLTS Atap. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Surat Edaran nomor 671.25/0004468 pada 1 Maret 2019.

Isinya perihal implementasi PLTS Atap, dengan mengimbau seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kepada perusahaan swasta di Jawa Tengah untuk membangun PLTS Atap di institusi mereka.

Hal itu pun sudah dilakukan sejumlah kantor OPD di Jateng. Pembangunan PLTS Atap di kantor Dinas ESDM Jateng dengan kapasitas 35 KWp, Kantor Bappeda Jateng dengan kapasitas 30 KWp, dan kantor Sekretariat Dewan Provinsi Jateng dengan kapasitas 30 KWp.

"Jateng juga mencanangkan Jateng Solar Province. Kami mendorong perkantoran membangun dengan PLTS rooftop. Ada angka signifikan penghematan yang disuplai energi gratis dari surya," imbuhnya.

Di sisi lain, perwakilan manajemen PT ATW Solar Jawa Tengah & Yogyakarta, Bambang Widjanarko, dengan produknya panel surya ATW Solar, membenarkan kebutuhan daya listrik mandiri yang dihasilkan PLTS di Indonesia semakin meningkat akhir-akhir ini.

"Bukan hanya di sektor komersial, melainkan juga di sektor perumahan. Seperti yang telah diprediksi sejak awal PLTS mulai masuk ke Indonesia pada 2013, bahwa mulai 2020 kebutuhan terhadap listrik bertenaga surya akan mengalami peningkatan besar," ujarnya.

Meskipun demikian, ia tidak menepis saat awal 2020 sempat melambat karena pandemi.

Namun secara umum, kata dia, pada pertengahan 2020 malah terjadi peningkatan kebutuhan luar biasa di sektor perumahan.

"Ini mungkin akibat dari efek work from home (WFH) yang banyak meningkatkan konsumsi daya listrik di perumahan dan telah mengakibatkan tagihan listrik bulanan membengkak," ujarnya.(mam)

Sumber: https://jateng.tribunnews.com/2021/02/15/sejauh-mana-komitmen-jateng-ciptakan-energi-bersih-dan-terbarukan-simak-penjelasan-sujarwanto









Posting Komentar

0 Komentar