Pemanfaatan energi nuklir untuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki kelemahan dari sisi nilai investasi. Pasalnya, investasi untuk PLTN lebih mahal dua sampai tiga kali lipat dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Djarot Sulistio Wisnubroto, Peneliti Senior Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), mengatakan meski investasinya mahal, namun harga listriknya bisa kompetitif. Jika pemerintah menetapkan harga listrik nuklir sebesar 7 sen dolar per kilo Watt hour (kWh), maka menurutnya itu masih cukup kompetitif.
"Ada sisi lemahnya nuklir, investasinya mahal bisa dua sampai tiga kali lipat dari PLTU atau pembangkit batu bara," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (22/03/2021).
Bila pemerintah menyetujui pembangunan PLTN, maka dibutuhkan waktu setidaknya sekitar 10 tahun hingga pembangkit ini bisa beroperasi. Jika pemerintah menyetujui saat ini, maka paling cepat 2031 Indonesia baru memiliki satu atau dua PLTN.
Dengan demikian, lanjutnya, dampak dari PLTN belum akan terasa dalam waktu dekat, kecuali pada jangka panjang atau 2050 mendatang. Apalagi, lanjutnya, PLTN bisa dibangun dalam skala ribuan mega watt (MW) per unitnya.
Menurutnya, ini akan bisa menambal kekurangan yang tidak bisa dipenuhi oleh energi baru terbarukan (EBT) lainnya. PLTN, imbuhnya, bisa dibangun di daerah-daerah yang relatif aman dari gempa seperti Bangka dan Kalimantan.
"Ini mampu menambal kekurangan yang nggak bisa dipenuhi EBT, posisi pilihan terakhir bisa seperti itu ketika EBT tidak bisa masuk penuhi kebutuhan besar, maka nuklir masuk," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pemanfaatan batu bara di Indonesia masih tinggi, padahal ini energi yang harus dikurangi pemanfaatannya karena tidak ramah lingkungan.
"Dampaknya terasa kalau ada banjir di Kalimantan Selatan mungkin di beberapa daerah. Ini adalah perubahan iklim yang mungkin akan lebih dahsyat lagi," tegasnya
Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20210322123351-4-231876/investasi-pltn-bisa-3x-lipat-lebih-mahal-daripada-pltu
0 Komentar