Kebakaran Kilang Minyak Balongan, Greenpeace: Ketergantungan Energi Ekstraktif Harus Dipangkas

Kebakaran besar terjadi di kilang minyak Balongan, Indramayu, Jawa Barat dini hari tadi pada pukul 00.45 WIB, Senin (29/3/2021).

Kebakaran tersebut sementara diduga akibat hujan deras yang disertai petir di wilayah itu pada saat kejadian. Hal ini disampaikan secara resmi oleh pihak Pertamina. 

"Jadi tangki di kilang RU VI Balongan terbakar pada pukul00.45 dan kebetulan saat itu sedang terjadi hujan besar dan diduga ada petir," ujar Ifky Sukarya selaku Corporat Secretary Subholding Refining and Petrochemical Pertamina dalam wawancara kepada Kompas TV, Senin.

Meski demikian, Ifky mengatakan, penyebab pasti kebakaran masih harus dipastikan melalui penyelidikan lebih lanjut. 

"Kebakaran terjadi saat hujan besar dan petir, salah satu tangki P300G terbakar. Untuk saat ini kami belum memastikan, menunggu informasi lebih lanjut," kata Ifky.

Menanggapi peristiwa ini, Greenpeace Indonesia menyebutkan bahwa sebenarnya kebakaran kilang minyak milik Pertamina bukan hanya sekali ini saja terjadi.

Sebelumnya, pada tahun 2019, petaka tumpahan minyak mentah dari operasi PT Pertamina Hulu Energi terjadi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat.

Kejadian tersebut telah menghancurkan kehidupan perekonomian masyarakat dan ekosistem darat serta perairan sekitar. Tidak hanya itu, kebakaran juga pernah terjadi di Kilang Pertamina di Balikpapan.

Akibat dari kebakaran di kilang minyak Balongan ini, ada sekitar 15 orang yang mengalami luka ringan, empat orang mengalami luka bakar dan langsung dirujuk untuk perawatan intensif di RSUD Indramayu.

Sementara itu, ratusan orang dibawa ke tiga titik lokasi pengungsian yakni GOR Kompleks Perum Pertamina Bumi Patra (200 pengungsi), Pendopo Kantor Bupati Indramayu (300 pengungsi), dan Gedung Islamic Center Indrayu (392 pengungsi). 

Adapun kerugian materiil akibat ledakan yakni tiga unit tank product Premium 42 T 301 A/B/C terbakar.

Menanggapi insiden yang meresahkan warga di sekitar kejadian tersebut, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak kepada Kompas.com melalui surel, Senin (29/3/2021) mengatakan kejadian terbakarnya kilang Balongan ini pertanda rapuh dan berbahayanya energi ekstraktif

Hentikan ketergantungan energi ekstraktif

Menanggapi insiden yang meresahkan warga di sekitar kejadian tersebut, Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak kepada Kompas.com melalui surel, Senin (29/3/2021) mengatakan kejadian terbakarnya kilang Balongan ini pertanda rapuh dan berbahayanya energi ekstraktif.

Api membumbung tinggi saat terjadi kebakaran di kompleks Pertamina RU VI Balongan, Indramayu, Jawa Barat, Senin(29/3/2021) dini hari. 

"Kebakaran di kilang Pertamina Balongan tentunya akan berdampak buruk bagi kondisi lingkungan dan masyarakat sekitar," kata Leonard.

Dampak lingkungan dari kebakaran kilang minyak Balongan ini, menurutnya, berbagai polutan berbahaya yang timbul dari kebakaran tidak hanya akan mencemari udara sekitar kilang, tetapi bisa terbawa jauh tergantung pada arah dan kecepatan angin.

Ia menegaskan bahwa berkaca pada kerugian di berbagai kejadian sebelumnya, tentunya tidak ada pihak yang menginginkan deretan bencana yang ditimbulkan oleh sektor industri ekstraktif seperti minyak bumi dan batu bara ini terus belanjut.

"Ketergantungan kita terhadap energi ekstraktif harus segera dipangkas," tegasnya.

Bauran energi nasional harus memberikan porsi terbesar bagi energi terbarukan seperti surya dan bayu.

Tidak hanya itu, Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim (LTS-LCCR) Indonesia harus memberikan arah kebijakan konkrit untuk mewujudkan bauran energi tersebut. 

Serta, pemerintah harus melakukan revisi target penurunan emisi ke arah yang lebih ambisius. 

"Bila hanya keuntungan semata yang diprioritaskan, maka keberlangsungan alam dan kehidupan manusia akan rusak," ucap dia

Sumber: https://www.kompas.com/sains/read/2021/03/29/163100623/kebakaran-kilang-minyak-balongan-greenpeace-ketergantungan-energi?page=all









 

Posting Komentar

0 Komentar