Sejak 80-an, Masalah Harga Jadi Penghambat Pengembangan Panas Bumi

Pengembangan panas bumi di Indonesia belum optimal. Potensi panas bumi yang ada di Tanah Air mencapai 23,9 gigawatt (GW), namun yang termanfaatkan menjadi energi listrik kapasitasnya baru sebesar 2.130,7 megawatt (MW) hingga akhir 2020.

Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Riki F Ibrahim mengatakan, tantangan dalam pengeboran panas bumi adalah masalah harga. Harga listrik dari sumber energi baru terbarukan (EBT) termasuk panas bumi masih dianggap mahal dan tidak ekonomis oleh PT PLN (Persero) sebagai pembeli.BERITA TERKAIT

"Sejak tahun 80-an itu masih belum terselesaikan," kata Riki dalam bincang panas bumi, Senin, 1 Maret 2021.

Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Prijandaru Effendi. Menurut Prinajdaru, pengembangan panas bumi nasional selama ini terkendala masalah harga jual listrik ke PLN.

Di satu sisi, PLN tidak dapat menjual listrik kepada masyarakat berdasarkan harga keekonomiannya lantaran diatur oleh pemerintah. Di sisi lain, pengembang berharap dapat menjual setrumnya sesuai keekonomian proyek ke PLN. Disparitas tersebut, kata Prijandaru, yang menghambat proyek-proyek panas bumi di Tanah Air.

"Disparitas ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah harus hadir untuk menjembatani disparitas harga ini," ucap Prijandaru.

Ia mengatakan, pemerintah sebelumnya menutup disparitas tersebut dengan subsidi. Namun karena beban subsidi makin bertambah, pemerintah mengganti opsi dengan menawarkan insentif untuk mengurangi biaya pengembang. Hanya saja, insentif yang diberikan ini tidak selalu bisa membuat pengembang mencapai keekonomian proyek.

"Kalau tidak ada terobosan luar biasa, kita akan begini terus, ini sayang karena kita ada cadangan besar tetapi tidak mampu menggunakannya karena masalah harga," kata Prijandaru.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha pun memaklumi adanya usulan agar pengeboran eksplorasi panas bumi dilakukan pemerintah, sehingga pengembang tidak harus menanggung biayanya.

Selain itu, ada juga usulan untuk mengubah skema kontrak panas bumi menjadi seperti di industri minyak dan gas bumi, yakni kontrak bagi hasil cost recovery (CR).

Mantan Ketua Komisi VII DPR RI ini mengatakan pihaknya akan berupaya agar aturan-aturan yang ada menjadi lebih ramah bagi investor, sehingga bisa menarik investasi di sektor panas bumi. Salah satunya, pemerintah sedang menggodok Peraturan Presiden tentang harga listrik energi terbarukan.

"Apakah cara-cara itu bisa men-drive pengembangan panas bumi menjadi lebih efisien, ini menjadi masukan yang akan kami olah untuk membuat kebijakan di kemudian hari," pungkasnya.

Sumber: https://m.medcom.id/ekonomi/bisnis/Rb1m9Jdb-sejak-80-an-masalah-harga-jadi-penghambat-pengembangan-panas-bumi








Posting Komentar

0 Komentar