Ketika Serat Kayu Menjadi Pendukung Fesyen yang Berkelanjutan

 

Foto: dok. RAPP

JAKARTA - Sebagai upaya meminimalkan emisi global, pelaku bisnis di seluruh dunia dituntut untuk ikut berkomitmen dalam mengurangi jejak karbon dari kegiatan produksinya. Salah satu yang jadi sorotan adalah industri tekstil dan fesyen. 


Berdasarkan laporan dari UNEP, industri fast fashion (fesyen yang dibuat secara massif) disebut salah satu industri yang menyumbang emisi karbon yang signifikan, yakni sekitar 8-10% emisi karbon dunia atau lebih besar dengan buangan dari gabungan industri penerbangan dan perkapalan global. Menanggapi hal tersebut, tren sustainable fashion semakin marak dan dinilai menjadi solusi untuk menghadapi masalah ini. 


Berbagai cara dalam memastikan fesyen yang bertanggung jawab kini telah dilakukan berbagai label, misalnya menggunakan meminimalkan buangan fesyen dengan memanfaatkan sisa-sisa pembuatan pakaian, penggunaan teknik pewarnaan alami hingga kembali mendaur ulang pakaian bekas untuk dijadikan fesyen yang trendi.


Tak hanya itu, bahan baku tekstil yang berasal dari pengelolaan hutan yang lestari dapat menjadi salah satu solusi dalam mendukung berkurangnya jejak karbon di industri fesyen, misalnya serat viscose atau rayon. Hal tersebut dipaparkan oleh institusi sertifikasi pengelolaan hutan yang berkelanjutan, Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC) Berbicara dalam Innovation Forum Sustainable Apparel and Textiles Conference, Anggota Dewan PEFC Internasional Eduardo Rojas Briales mengatakan dengan kemajuan teknologi saat ini, serat berbasis kayu dapat digunakan untuk memproduksi produk tekstil yang dapat didaur ulang, terbarukan, dan dapat terurai alami, dengan jejak karbon yang rendah dari sumber regeneratif.


“Selama berasal dari bahan baku yang berkelanjutan, viscose (rayon), acetate, lyocell dan serat hutan lainnya memiliki potensi besar untuk membuat industri fashion lebih berkelanjutan,” kata Eduardo, dikutip dari laman PEFC. Di Indonesia, serat rayon telah mampu di produksi di dalam negeri, salah satunya lewat operasional Asia Pacific Rayon (APR) yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Februari 2020 lalu. Fasilitas produksi rayon terintegrasi terbesar di Asia ini sekaligus menjadi pendorong untuk pengembangan industri 4.0 di Indonesia. Pabrik serat rayon berkapasitas lebih dari 240.000 ton/tahun ini terletak di kompleks produksi yang sama dengan pemasok bahan baku, Grup APRIL di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau. Lokasi bersama ini menjamin kualitas mutu dari operasi yang terintegrasi, di mana pasokan pulp hutan tanaman industri dari APRIL disalurkan langsung ke APR untuk produksi rayon. Adapun, pulp yang dihasilkan untuk bahan baku dapat terlacak dan tersertifikasi legal oleh PEFC yang membuktikan pengelolaan bahan baku rayon tersebut dilakukan secara berkelanjutan. 


Tak hanya itu dengan sifatnya yang berasal dari bahan baku yang terbarukan dan mudah terurai (biodegradable), membuat serat rayon dilirik sebagai bahan baku pakaian yang mendukung konsep sustainable. “Dengan sejumlah keunggulan seperti bersumber dari Indonesia, sifatnya yang biodegradable, serta berasal dari bahan baku terbarukan, serat rayon bisa menjadi alternatif sekaligus masa depan bahan baku tekstil. Mimpi menjadikan Indonesia sebagai salah satu kekuatan tekstil dan fesyen dunia bisa kita raih,” kata Direktur APR, Basrie Kamba. Di sisi hilir, APR menginisiasi platform kolaborasi untuk mendorong potensi industri fashion, tekstil dan ekonomi kreatif anak dalam negeri lewat Jakarta Fashion Hub. Ruang kolaborasi ini memungkinkan penggiat mode untuk berinovasi dalam menghasilkan karya fesyen yang dapat mendukung pengembangan sektor tekstil nasional. Selain itu, APR juga melakukan berbagai kolaborasi dan kemitraan, salah satunya degan Fashion for Global Climate Action dari UNFCCC, yang terlibat secara aktif sebagai perusahaan penghasil produk tekstil yang mendukung mode berkelanjutan. Pada tataran internasional, APR diketahui merupakan satu-satunya perusahaan tekstil yang berbasis di Asia Tenggara, yang menandatangani piagam UN Fashion Charter for Climate Action, pada Agustus 2020. 


Lewat piagam ini, lebih dari 100 brand atau institusi yang terkait tekstil dan fesyen berkomitmen untuk memotong emisi gas rumah kaca dari rantai pasokan hingga 30% sampai 2030, dengan target jangka panjang untuk mencapai emisi nol karbon dari industri fesyen pada 2050. Menjadi lebih modis dan harmonis dengan kelestarian alam adalah kata kunci masa depan industri fesyen. Semuanya berawal dari hutan yang dikelola secara lestari memainkan peran penting dalam membantu dunia dengan menghindari dampak buruk perubahan iklim, serta mendukung peluang pertumbuhan dan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara.



Sumber : https://m.bisnis.com/ekonomi-bisnis/read/20210524/9/1397222/ketika-serat-kayu-menjadi-pendukung-fesyen-yang-berkelanjutan

Posting Komentar

0 Komentar