Pemilihan aset kripto dinilai harus utamakan nilai use & case ketimbang unsur tematik

 


KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset kripto hadir tak hanya sebatas mengusung nilai kegunaan dan teknologi. Namun, beberapa aset kripto juga datang dengan membawa tema tertentu. Jika merujuk Coinmarketcap.com, terdapat beberapa kategori tema, mulai dari energi terbarukan, berbasis emas, olahraga, bahkan meme sekalipun ada.

Kendati demikian, tema sebuah aset kripto justru dipandang tidak punya peran signifikan. Para pengamat meyakini, pemilihan aset kripto harus berdasarkan nilai use and case, ketimbang tema yang diusung.

Terkait permasalahan tema suatu aset kripto, pengamat dan investor aset kripto Vinsensius Sitepu menyebut awal lahirnya Blockchain Bitcoin dengan uang elektroniknya BTC juga berawal dari ide sang perancang, Satoshi Nakamoto, bahwa energi listrik adalah mata uang sosial yang berasal dari sumber alam, seperti batubara, angin dan air. Sehingga, aset kripto bertemakan energi merupakan hal yang baru.

“Masalah muncul ketika menambang Bitcoin ternyata mempunyai effort dan modal yang terus membesar, di satu sisi sumber energi terbarukan belum banyak. Jadi, blockchain-aset kripto selain Bitcoin, bagi perancang dan pengembanganya, tentu saja dianggap jauh lebih menarik karena tidak haus energi,” kata Vinsensius kepada Kontan.co.id, Selasa (18/5).

Persoalan ini juga sempat disinggung oleh Elon Musk dengan menyatakan Tesla memberhentikan pembelian unitnya menggunakan Bitcoin seiring proses penambangan Bitcoin yang dianggap tidak ramah lingkungan.

Lebih lanjut, Vinsensius menyebut, dalam menentukan aset kripto, ketimbang unsur tematik, investor sebaiknya mempertimbangkan nilai kegunaan dan teknologi dari sebuah aset. Dalam hal ini, sekalipun Bitcoin lebih tidak ramah lingkungan, tapi nilai kegunaannya tetaplah yang nomor satu.

Namun, aset kripto seperti Cardano (ADA) dan Tron justru diklaim menerapkan prinsip go-green. Vinsensius tak menampik hal tersebut, tapi, tetap saja nilai aset kripto pada akhirnya ditentukan oleh nilai kegunaan dan teknologinya.

“Cardano memang menarik, karena blockchainnya dari segi kecepatan dan kemampuan menangani jumlah transaksi, jauh lebih unggul daripada blockchain Ethereum. Hanya saja, Cardano sejauh ini belum punya fitur smart contract, layaknya Ethereum maupun Bitcoin,” imbuh Vinsensius.

Walau demikian, kabarnya Cardano pada Agustus tahun ini akan meluncurkan fitur smart contract. Jika peluncuran tersebut terlaksana, Vinsensius menyebut, nilai aset Cardano pun akan terdorong. Pasalnya, para programer nantinya bisa membuat token di atas blockchain Cardano, membuat aplikasi DeFi dan banyak hal lainnya.

Dia juga bilang, teknologi yang lengkap pun belum tentu membuat aset kriptonya naik dari sisi nilai dan harga. Pasalnya, bisa saja komunitas, kelompok, orang-orang, programmer enggan menggunakannya dengan alasan khusus. Jadi, aspek promosi, penjualan, distribusi informasi yang efektif oleh pemilik blockchain dan pendukungnya tak kalah penting untuk mengangkat nilai dan harga suatu aset kripto.

“Pada akhirnya, dalam memilih aset kripto, masing-masing punya nilai jualnya masing-masing. Tergantung pada keunggulan teknologi masing-masing, use case yang bisa luas dan penggunanya semakin banyak,” imbuh Vinsensius.

Senada, Co-founder Cryptowatch dan pengelola channel Duit Pintar Christopher Tahir mengaku dalam memilih aset kripto tidak melihat tema yang diusung oleh aset tersebut. Menurutnya, penentuan utama tetap harus mempertimbangkan use-case sebuah aset kripto sendiri. Ia baru akan masuk ke aset kripto tematik ketika memang harganya sedang berada dalam tren bullish.

“Jadi sebatas untuk mendapatkan persentase keuntungan lebih besar saja, di mana keuntungannya akan diakumulasikan untuk beli aset kripto yang punya use-case lebih jelas seperti BTC atau ETH,” kata Christopher.

Oleh karena itu, ketika performa aset kripto tematik tertentu sedang underperform, dia pun memilih untuk segera meninggalkan aset tersebut. Menurutnya, ada kecenderungan koin ataupun token tematik yang use case-nya belum terlalu jelas memiliki likuiditas yang cenderung tipis. Sehingga, baginya tidak masuk akal untuk investor memaksakan dananya masuk pada aset tersebut.

Selain aset kripto bertema green energy, terdapat pula aset kripto bertemakan menggunakan emas sebagai aset dasarnya. Merujuk Coinmarketcap.com, beberapa di antaranya adalah Paxos Gold (PAXG), Perth Mint Gold Token (PMGT), Digix Global (DGX), Tether Gold (XAUT).

Terkait aset tersebut, Vinsensius melihat, kegunaan dan teknologi yang ditawarkannya cukup menarik. Pasalnya, dengan penggunaan blockchain, jangkauan transfer nilainya menjadi lebih luas.

“PAXG misalnya, dengan menggunakan blockchain, nilai emasnya direpresentasikan oleh smart contract di blockchain. Hal ini pada akhirnya memungkinkan setiap orang, bisa mengirimkan emas ke manapun tanpa terhalang jarak negara bahkan benua, serta bisa dilakukan setiap saat,” kata Vinsensius

Sementara untuk aset kripto yang berbasis emas, Christopher agak menyangsikannya karena investor tidak bisa memastikan dengan pasti apakah aset tersebut benar-benar ada. Ia cukup khawatir, aset-aset tersebut rawan akan manipulasi di balik layarnya.

“Mungkin ada yang akan mengklaim itu sudah diaudit, namun audit tentunya enggak dilakukan setiap hari dong. Bisa aja hari ini selesai diaudit semuanya sesuai, minggu depannya barangnya tidak ada sama sekali. Jadi harus lebih berhati-hati juga,” tutup Christopher.

sumber : https://investasi.kontan.co.id/news/pemilihan-aset-kripto-dinilai-harus-utamakan-nilai-use-case-ketimbang-unsur-tematik?page=2

Posting Komentar

0 Komentar