5 Negara Asia Bertanggung Jawab atas Pembangkit Listrik Batubara

 


JAKARTA - Lembaga think-tank Carbon Tracker melaporkan, ada lima negara Asia yang bertanggung jawab atas 80 persen pembangkit listrik tenaga batubara baru, yang direncanakan di seluruh dunia, Rabu (30/6). Proyek-proyek itu dianggap mengancam tujuan untuk memerangi krisis iklim.

Carbon Tracker mengatakan, Tiongkok, India, Indonesia, Jepang, dan Vietnam berencana membangun lebih dari 600 pembangkit listrik batubara. Pembangkit-pembangkit tersebut akan menghasilkan total 300 gigawatt energi, setara dengan sekitar seluruh kapasitas pembangkit listrik Jepang.

Proyek-proyek tersebut sedang diupayakan meskipun ada ketersediaan energi terbarukan yang lebih murah, dan mereka mengancam upaya untuk memenuhi tujuan Kesepakatan Iklim Paris untuk membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celsius, kata studi tersebut.

"Benteng terakhir tenaga batubara ini berenang melawan arus, ketika energi terbarukan menawarkan solusi yang lebih murah yang mendukung target iklim global," kata Kepala Penelitian Carbon Tracker, Catharina Hillenbrand Von Der Neyen.

"Investor harus menghindari proyek batubara baru," ujarnya.

Para pakar melihat penghapusan batubara, yang menghasilkan gas rumah kaca karbon dioksida, sebagai kunci dalam memerangi krisis iklim yang dampaknya, mulai dari kepunahan spesies hingga kondisi panas yang tidak layak huni, diperkirakan akan meningkat tajam.

Tetapi banyak negara di kawasan Asia Pasifik, yang telah lama bergantung pada bahan bakar fosil untuk menggerakkan ekonomi mereka yang sedang berkembang pesat, lambat bertindak, bahkan ketika Eropa dan Amerika Serikat (AS) mempercepat transisi mereka ke energi yang lebih bersih.

Menurut tinjauan statistik perusahaan raksasa BP tentang energi dunia, negara-negara dan wilayah Asia Pasifik mengonsumsi lebih dari tiga perempat dari semua batubara yang digunakan secara global pada tahun 2019.

Menurut Carbon Tracker, Tiongkok, konsumen batubara dan penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia, menduduki puncak daftar negara yang merencanakan pembangkit listrik batubara baru. Negara ini memiliki 368 pembangkit listrik di dalam pipa dengan kapasitas 187 gigawatt, meskipun ada janji oleh Presiden Xi Jinping bahwa Tiongkok akan menjadi netral karbon pada tahun 2060.

Sedangkan India, merencanakan 92 pembangkit listrik dengan kapasitas sekitar 60 gigawatt, berfokus pada dampak transisi energi di pasar keuangan. Indonesia merencanakan 107 pabrik baru, Vietnam 41, dan Jepang 14, katanya.

Harus Serius

Sementara itu, pengamat energi dari Universitas Brawijaya (UB) Malang, Dicky Edwin Hindarto, mengatakan pemerintah harus serius dalam memulai upaya transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT) dengan sesegera mungkin meninggalkan penggunaan fosil seperti batubara.

Menurutnya, masalah utama dari kelambanan transisi energi adalah pada persoalan kebijakan harga atau energy pricing. "Harus ada carbon pricing yang memberikan denda terhadap jenis energi fosil. Pengenaan tarif emisi karbon harus dilakukan untuk mengurangi dampak pemanasan global," tutur Dicky Edwin.

Sebagaimana diketahui, peningkatan suhu 1 derajat Celsius dapat menyebabkan naiknya permukaan laut, cuaca lebih ekstrem, hingga berkurangnya es di laut Arktik. Sementara itu, aktivitas manusia berpotensi meningkatkan 1,5 derajat Celsius antara 2030-2052

Namun sayangnya, rencana pemerintah menerapkan pajak karbon mulai tahun depan dinilai masih terlalu rendah. Kalau tarifnya 75 rupiah per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e), per ton hanya 75 ribu rupiah atau setara dengan 5 dollar AS. Rencana pemerintah tertuang dalam Revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

sumber : https://koran-jakarta.com/5-negara-asia-bertanggung-jawab-atas-pembangkit-listrik-batubara

Posting Komentar

0 Komentar