Menteri ESDM Berkomitmen Mendorong Pengelolaan Minerba Berkelanjutan

 


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyatakan komitmennya untuk mendorong adanya pengelolaan sektor mineral dan batu bara (minerba) secara berkelanjutan. Mengingat sektor ini masih memegang peranan penting, tidak hanya sebagai sumber pendapatan nasional saja. Oleh sebab itu, pemerintah akan memprioritaskan peningkatan nilai tambah sektor mineral dan batu bara melalui hilirisasi. Misalnya seperti pemanfaatan unsur tanah jarang, kemudian pemanfaatan komoditas nikel untuk bahan baku baterai dan kegiatan sirkular ekonomi di sektor pertambangan.

"Sehingga bahan galian tidak hanya sebagai komoditas penerimaan negara tetapi juga sebagai suplai dalam mengembangkan industri dalam negeri," kata Arifin dalam diskusi secara virtual, Rabu (23/6).

Percepatan hilirisasi di sektor mineral salah satunya untuk mendukung program kendaraan listrik. Indonesia sudah membentuk holding BUMN baterai yang dapat menjadi entitas rantai pasok produksi dari hulu hingga hilir.

"Indonesia ditargetkan menjadi pemasok baterai EV pada tahun 2025," ujarnya. Untuk smelter, Indonesia sendiri menargetkan pembangunan 53 smelter hingga tahun 2024. Adapun hingga saat ini realisasinya baru mencapai 19 smelter dan sebagian besar digunakan untuk pengolahan nikel.


Sedangkan di sektor batu bara, pemerintah mendesak proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dapat segera dikembangkan. Supaya sektor batu bara dapat digunakan sebagai bahan baku industri atau sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Sektor minerba dinilai masih cukup menjanjikan. Pemerintah pun telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mempercepat program hilirisasi minerba. Seperti pembatasan ekspor bauksit, pemberian insentif, dan pemberlakuan aturan Perizinan Online Terpadu atau yang biasa disebut dengan Online Single Submission (OSS). Pemerintah menurut Arifin akan terus mendukung pembangunan berkelanjutan di banyak industri. Beberapa diantaranya melalui peningkatan kinerja lingkungan, seperti efisiensi energi, pengurangan emisi gas rumah kaca, pengelolaan limbah dan peningkatan produktivitas.

Sebelumnya, lembaga riset dan konsultan global Wood Mackenzie menyebutkan sektor tambang membutuhkan investasi hampir US$ 1,7 triliun atau lebih dari Rp 24.000 triliun selama 15 tahun ke depan. Investasi ini untuk menciptakan dunia yang bebas emisi karbon. Investasi tersebut dibutuhkan untuk mencukupi kebutuhan tembaga, kobalt, nikel, aluminium ringan dan berbagai logam lainnya, dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik dalam skala besar. Di antaranya media penyimpanan dan transmisi listrik dari sumber energi terbarukan, serta baterai listrik.

Kebutuhan investasi ini seiring keputusan sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Jepang, Kanada, yang menaikkan target pengurangan emisi karbon untuk menghentikan pemanasan global. Keputusan itu dicapai pada pertemuan Leaders Summit on Climate yang digelar oleh Presiden AS Joe Biden pada April lalu.

Meski demikian, analis Wood Mackenzie, Julian Kettle mengatakan ada keengganan pelaku industri pertambangan untuk berinvestasi dalam jumlah besar demi menjaga pasokan di masa mendatang. Terutama dengan kecepatan dan skala yang diminta oleh transisi energi terbarukan. Perusahaan tambang sangat hati-hati dalam melakukan investasi besar. Dalam satu dekade terakhir, ketika sektor tambang berinvestasi meningkatkan kapasitas produksi, malah menyebabkan jatuhnya harga dan tentu saja pendapatan mereka. "Mereka juga harus menyenangkan investor, yang kemungkinan besar tidak ingin dividennya dialihkan untuk menjadi belanja modal," ujar Kettle seperti dikutip Reuters, Selasa (11/5). "Fokus investor pada bisnis berwawasan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) turut menambah tantangan yang ada."

sumber : https://katadata.co.id/safrezifitra/berita/60d2c564eca2a/menteri-esdm-berkomitmen-mendorong-pengelolaan-minerba-berkelanjutan

Posting Komentar

0 Komentar