Konvensional Perlu 6 Jam, Kini Nyiram 30 Menit Kelar

 


SINGARAJA, BALI EXPRESS – Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih tetap eksis hingga kini. Namun, ditengah gempuran jaman yang serba modern tak jarang sektor pertanian dipandang sebelah mata. Bahkan melelahkan, kotor dan tidak menyenangkan. Akan tetapi hal itu ditepis oleh para petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Muda Keren (PMK). Bertani tidak selamanya kotor dan tidak menyenangkan. Justru sebaliknya, dengan bertani para petani juga bisa keren. Melakukan pekerjaan pertanian dengan menyenangkan tanpa kotor.

Untuk itulah PMK mengembangkan konsep pertanian terintegrasi dengan memanfaatkan teknologi digital. Pengembangan Village Smart Farming ini merupakan upaya dalam mewujudkan Agriculture 4.0 yang di dalamnya termasuk digitalisasi. Dari konsep yang dikembangkan tersebut didalamnya terdapat bagian-bagian yang meliputi kerja petani serta keuntungan yang nantinya diperoleh petani. Seprti diungkapkan Ketua PMK, Anak Agung Gede Agung Wedhatama, saat ditemui di kebun Smart Farming, Asah Gobleg, Desa Gobleg, Minggu (11/7) pagi. “Jadi sebenarnya kami di PMK konsepnya mengembangkan pertanian terintegrasi. Dari hulu hingga hilir. Dalam proses pengembangannya itu,kami gunakan teknologi. Kedua kami pakai IoT dan digitalisasi. IoT berupa Smart Farming dan digitalisasi berupa aplikasi. Yang digitalisasi ada tiga. Yang pertama namanya FarmerApps, yakni membantu petani dalam pengembangan hulunya. Outputnya adalah Big Data. Jadi petani tau kapan punya hasil serta jumlahnya. Yang kedua BoS Fresh. Jadi jualan sayur buah online. Outputnya adalah Fair Trade yaitu Keadilan Perdagangan, petani mengetahui berapa jumlah produk yang dijual di pasaran. Yang ketiga adalah Nabung Tani. Ini adalah pendanaan untuk petani,” paparnya.

Dengan Smart Farming ini petani mendapat banyak kemudahan. Melalui Smart Farming ini, diharapkan petani juga cerdas dalam mengelola kebun serta memanfaatkan teknologi dengan tepat dan menguntungkan. “Nah untuk mempermudah pekerjaan petani, kami sudah mengembangkan yang namanya Smart Farming. Jadi bagaimana menjadi petani pintar dengan menggunakan teknologi dalam bentuk teknologi pintar juga. Jadi memudahkan mereka untuk penyiraman, pemupukan, maupun penyemprotan agen hayati,” tambahnya.

Untuk teknis pengaplikasiannya, pada lahan akan dipasang instalasi seperti pmpa, pipa lengkap dengan air dan media tanam. Kemudian, intalasi tersebut dikombinasikan dengan IoT, yakni berbasis internet (Internet of Things). Selanjutnya setelah intalasi siap digunakan, maka pengoperasiannya menggunakan jaringan internet dan dapat dikontrol dan dimonitoring via gawai. Dengan demikian, petani tidak lagi terhalang ruang, jarak dan waktu untuk melakukan pekerjaan di kebun. “Kontrolnya tinggal lihat dari smartphone saja. Jadi teknis kerjanya di kebun kami pasang sensor-sensor, pipa-pipa, terkoneksi dengan board smart farming. Lalu board itu terkoneksi dengan internet, dan intenet itulah yang mengoneksikan perintah untuk kontroling dan monitoring lewat hp,” lanjutnya.

Untuk dapat memonitoring pekerjaan melalui smartphone, PMK juga membuat aplikasi yang dapat diinstall lewat Hp. Aplikasi tersebut diberi nama Blynk. “Tentunya kami buat juga aplikasina yang bisa di install di hp. Sehingga petani bisa melakukan pekerjaannya dari jarak jauh. Jadi efisiensinya banyak sekali. Hampir 90 persen. jika dilakuka dengan konvensional untuk penyiraman lahan seluas 1 hektar dibutuhkan waktu 6 jam. Tapi dengan pola smart farming ini nyiram adi lebih singkat. Irit waktu. Cuma 30 menit sudah kelar,” tambahnya.

Pengemangan model Smart Farming ini tidak saja dilakukan di Desa Gobleg. Namun juga dibeberapa titik di Buleleng. bahkan PMK tengah mengembangan model serupa di Kabupaten Karangasem (Rendang), Gianyar (Ketewel) dan Denpasar (Sanur). “Kalau di Buleleng yang besar ya di Asah Gobleg. Kalau yang kecil-kecil ada di wilayah Kerobokan, di seputar Singaraja ada, di Ambengan juga ada. Tapi masih kecil-kecil. Kalau di Gobleg kan sudah besar sekali. Jadi nanti kami berusaha membuat desa IoT pertama di Indonesia. Semua petaninya memanfaatkan teknologi. Kami sudah dari 2019 ini dan terus kami sempurnakan,” ujarnya.

Saat menerapkan ini PMK mempunyai prinsip 5 K untuk petani. Yang pertama Komitmen. Serius menjadi petani dan melakukan yang pasti-pasti. Yang kedua Komunitas. Dengan komuntas PMK lebih gampang mengelola petani, lebih mudah mentransfer pengetahuan, sharing, edukasi dan praktek. Yang ketiga Kolaborasi. Untuk smarfarming ini PMK sendiri mendapat support dari BNI. Sebab untuk investasi awal dibutuhkan biaya yang cukup besar, maka dibutuhkan pihak ketiga untuk mendukung program agar dapat berjalan. Dengan kolaborasi dapat stimulus dari pihak ketiga,petani jadi lebih mudah untuk awal pengembangan. Ada 20 titik yang disupport BNI. Ada 20 petani dengan masing-masing kebunnya. Yang keempat Kontribusi. Bagaimna menjadi petani bisa berkontribusi dengan alam, menjaga air, menjaga tanah, lingkungan dan sesame. Dan yang terakhir Keren. Jadi petani juga mampu tampil keren dengan menggunakan IoT dan digitalisasi. (bersambung)

sumber : https://baliexpress.jawapos.com/read/2021/07/15/275534/konvensional-perlu-6-jam-kini-nyiram-30-menit-kelar

Posting Komentar

0 Komentar