Dalam menjaga keseimbangan lingkungan, berbagai organisasi dunia mewajibkan negara-negara untuk turut berpartisipasi dalam menjaga kelestarian lingkungan. Paris agreement pada tahun 2015 merupakan salah satu bentuk kesepakatan dalam penjagaan kelestarian lingkungan hidup. Dengan adanya negara Indonesia dalam perjanjian tersebut, pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) adalah salah satu cara dalam mencapai kelestarian lingkungan yang baik. Ditargetkan pada tahun 2025 EBT mencapai energi bauran sebesar 23%.
Sebagai negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa, tenaga surya merupakan salah satu dari sekian Energi Baru Terbarukan (EBT) yang memiliki potensi dalam pemanfaatannya di Indonesia. Berbagai langkah dilakukan pemeritah seperti terbitnya Peraturan PUPR No.6/2020 yang merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam pengembangan listrik tenaga surya skala besar di Indonesia. Peraturan tersebut menggarisbawahi pemanfaatan ruang. Selain itu, kebijakan pemerintah lainnya adalah revisi Permen ESDM 49/2018 yang mengatur bahwa peningkatan tarif ekspor listrik Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap yang dapat mengurangi tagihan listrik, persentase ekspornya telah diubah dari yang mulanya hanya 65% menjadi 100%.Namun, dalam pelaksanaan pemanfaatan PLTS atap seringkali berbagai alasan terkait harga instalasi menjadi halangan. Dalam menekan tingginya harga, bentuk usaha yang dilakukan oleh salah satu pelaku usaha solar panel PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) memastikan upaya peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), sehingga nanti ada peningkatan terkait produksi di pabrik solar panel yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan lokal agar bahannya tidak dari impor semua dan menciptakan harga yang kompetitif bagi pelanggan PLTS atap. Adapun solusi lain yang pemerintah tawarkan yaitu peminjaman dengan tingkat bunga rendah, Bank HIMBARA (Himpunan Bank Negara) berkomitmen dalam membiayai pemasangan PLTS atap dengan tingkat bunga rendah dan jangka waktu pinjaman hingga 15 tahun. Upaya pemerintah dalam percepatan target bauran energi pada tahun 2025 sudah cukup banyak. Tapi, mengapa sejak tahun 2015 hingga sekarang persentase pemanfaatan EBT Indonesia masih di angka 11%.
Dengan lambatnya kenaikan persentase EBT di bauran energi yang ditargetkan oleh negara Indonesia, sepertinya Indonesia perlu melirik China sebagai salah satu negara yang sukses dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya PLTS. Berhasilnya China dalam memproduksi 30% energi primer dari sumber EBT tidak lepas dari kebijakan yang ketat dan reformasi ekonomi . Pemerintah China secara eksplisit mengakui bahwa penting bagi China untuk transisi menuju pembangunan hijau, mengambil kepemimpinan dalam industri energi bersih dan memperkuat kapasitas inovatif terkait energi bersih dalam negeri. Pembangunan terkait EBT adalah sebuah prioritas.
Maka, mengembangkan industri energi terbarukan melalui penguatan kapasitas inovasi dalam negeri menjadi agenda utama pemerintah China. Ide pembangunan industri memiliki prioritas lebih tinggi daripada ide EBT dan dengan demikian implementasi kebijakan energi terbarukan telah dibentuk berdasarkan kebijakan industri. Dengan begitu, dapat kita lihat bahwa kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah China terkait energi bersih/energi terbarukan berlandaskan dari kebijakan industri. Konsep kebijakan seperti itu merupakan pijakan yang digunakan oleh China untuk merebut tahta nomor satu pada bidang energi baru terbarukan.
Setelah menetapkan kebijakan yang kuat dan ketat, pemerintah China menawarkan kredit ekspor kepada produsen panel surya di dalam negeri. Kredit ekspor adalah dukungan keuangan pemerintah seperti pembiayaan langsung, penjaminan, dan asuransi yang diberikan kepada eksportir atau pemasok untuk membiayai kegiatan produksi. Bentuk kredit ekspor ini mendorong perusahaan yang ada di dalam negeri (China) untuk terus berproduksi pada sektor usaha teknologi tenaga surya. Dengan adanya bentuk jaminan keuangan seperti kredit ekspor dari negara kepada produsen, output yang dapat dilihat dari kebijakan tersebut adalah terciptanya penelitian dan pengembangan terkemuka di China, pembelian peralatan terbaik untuk kegiatan manufaktur dapat terlaksana, dan perpindahan tenaga kerja terampil dapat dilakukan.
Berkat dari penawaran kredit ekspor tersebut China berhasil, memproduksi hingga 95% modul fotovoltaik surya buatan China yang kemudian di ekspor. Berhasilnya perusahaan panel surya dari China yang mampu menguasai pasar global seperti Jinko Solar, JA Solar, dan Trina Solar tidak lepas dari kebijakan kredit ekspor yang diimplementasikan oleh negara tersebut. Dalam konteks kredit ekspor ini, negara China bukan lagi berpikir bagaimana caranya menciptakan pasar dengan skala dalam negeri. Mereka sudah berpikir dan merancang untuk menciptakan pasar dalam skala yang lebih besar yaitu skala global.
Terakhir, China membuat model laba yang inovatif. Inovasi teknologi menunjukkan ada cara yang dapat diandalkan bagi industri panel surya untuk menghasilkan keuntungan. Sebagai contoh, China mengalihkan subsidi listrik dari tarif feed-in ke lelang, setelah periode pertumbuhan dan stabilisasi pasar.
Dalam mencapai kesuksesan terkait pengembangan PLTS perlu diperhatikan dan diimplementasikan kebijakan jangka panjang dan pijakan yang kuat dalam pembuatan kebijakan seperti apa yang dilakukan oleh China. Bahkan negara sekelas Amerika Serikat berdasarkan laporan dari Coalition for Prosperous America (CPA) mengatakan bahwa Amerika Serikat perlu menerapkan kebijakan yang dirancang untuk mengamankan masa depan jangka panjang dari rantai pasokan surya ujung ke ujung, menggunakan campuran insentif, kredit pajak, kebijakan pengadaan pemerintah untuk instalasi surya di properti pemerintah, dan tarif, sebagaimana yang dilakukan oleh China.
Maka dari itu, negara-negara yang memiliki sistem kebijakan yang kuat, melengkapi investasi teknologi dengan reformasi ekonomi yang lebih luas, dan meningkatkan keterampilan inovasi akan menuai keuntungan dari tenaga surya seperti yang dilakukan China.
Sumber : https://kumparan.com/khairillah-fathinnuzul/harta-tahta-dan-listrik-tenaga-surya-1wU2EEJBhzN/4
0 Komentar