Usai Covid, Proyek EBT Diproyeksi Bisa Bikin Berat Kas Negara


Anggaran negara diproyeksi mendapat beban baru dari proyek energi baru terbarukan (EBT) seperti yang tertulis dalam RUU, terutama berkaitan dengan klausul negara yang akan membayar selisih biaya pokok listrik dan harga jual dari listrik yang dihasilkan sumber energi terbarukan.


Oleh karena itu, pemerintah dan DPR diminta untuk mengkaji ulang langkah percepatan transisi energi.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sedang mengalami situasi berat sebagai dampak dari pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama hampir 2 tahun.

Selain anggaran belanja yang bertambah, pendapatan khususnya yang bersumber dari penerimaan pajak, belum pulih. Abra mengingatkan kondisi APBN saat ini sedang tertekan dengan defisit yang sudah diperlebar di atas 3 persen hanya dalam rentang waktu 3 tahun.

Tambahan beban baru dari percepatan langkah untuk mengejar bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 pada APBN dinilai akan semakin memberatkan kantong negara, khususnya di jangka pendek dan menengah.

"Apakah APBN kita mampu menanggung? Kalau sekarang sepertinya berat. Kalau mampu yang dipaksakan, untuk apa? Mampu yang dipaksakan itu pasti menyakitkan. Tidak mungkin sih," tutur Abra, Selasa (7/9).

Dia menyarankan agar pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait untuk mengkaji ulang dan melihat secara jernih persoalan yang akan timbul sebagai dampak dari langkah percepatan transisi energi tersebut.

"Demi mengejar bauran EBT sebesar 23 persen, pemerintah harus melakukan kebijakan yang dramatis untuk transisi ke energi terbarukan. Sebaiknya tidak boleh terburu-buru. Pemerintah dan stakeholder yang lain, perlu me-review dan melihat secara jernih juga," katanya.

Selain potensi tambahan beban pengeluaran bagi kas negara untuk membayar kelebihan selisih biaya pokok produksi dengan harga jual listrik dalam bentuk kompensasi, Abra juga mengingatkan ada potensi pendapatan yang hilang dari langkah tergesa mengejar bauran energi terbarukan yang sedang disiapkan oleh pemerintah.

Dia menyebutkan bahwa upaya mendorong inovasi dan perkembangan industri energi terbarukan biasanya dalam bentuk pemberian insentif, baik berupa diskon pajak ataupun belanja perpajakan.

"Implikasinya, pemerintah akan kehilangan potensi penerimaan pajak dari sektor ini. Nah itu kan sebetulnya dalam kacamata lain bentuk subsidi juga. Cuma bukan diberikan seperti kompensasi tadi, tetapi dikorbankan. Misalnya, yang harusnya dapat Rp1 triliun, ya harus rela kehilangan. Demi menjadi daya tarik buat investor mengembangkan TKDN. Jadi ada dua sisi juga bagi negara," jelasnya.

Sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20210907191256-90-691066/usai-covid-proyek-ebt-diproyeksi-bisa-bikin-berat-kas-negara

Posting Komentar

0 Komentar