Jakarta - Pemerintah kota dinilai menjadi pilar utama merawat toleransi antarumat beragama. Setiap pemerintah kota harus menegakkan toleransi agar berdampak luas untuk wilayah di luar perkotaan.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, menegaskan upaya menjaga toleransi dapat dibangun dengan dialog secara intensif. Kemudian, memediasi dan membentuk tim terpadu untuk melakukan pencegahan hingga penanganan konflik sosial."Keberagaman yang ada pada bangsa kita harus dirawat, untuk tidak menjadi konflik yang memecah anak bangsa yang saling menghancurkan," kata Tito dalam Webinar Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) bertajuk 'Pemerintah Kota Sebagai Pilar Penting Toleransi', dilansir pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Menurut dia, ada peraturan yang bisa menjadi pedoman untuk merawat rasa toleransi antarumat beragama. Peraturan tersebut adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial, dan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2013 tentang Penanganan Gangguan Keamanaan Dalam Negeri.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengurus APEKSI Bima Arya, berharap pemerintah kota dapat terus belajar dari kota-kota yang sudah berhasil mengatasi persoalan terkait toleransi. Hal itu perlu dilakukan karena perbedaan keberagaman adalah keniscayaan dan harus diperjuangkan.
"Tidak ada yang gratis, tidak ada yang cuma-cuma. Semua pasti harus terus dijaga dan dikuatkan. Semangat untuk menyampaikan pesan bersama dalam keberagaman ini harus konsisten, harus dicicil setiap persoalan yang mengancam kebersamaan dalam keberagaman," ujar Wali Kota Bogor itu.
Baca: Pemerintah Kucurkan Rp468,9 Triliun Dana Desa Sejak 2015
Wakil Ketua Dewan Pengurus APEKSI Hendrar Prihadi mengatakan kunci utama dalam menyelesaikan persoalan toleransi adalah komunikasi.
Wali Kota Semarang itu menyampaikan Indonesia merupakan wilayah majemuk. Untuk mempersatukan semua, lanjut dia, perlu berpegang teguh pada Bhinneka Tunggal Ika hingga Pancasila.
"Kalau melihat dari sejarah dan pengalaman hari ini, maka yang kita lakukan hari ini cukup mengingatkan pada masyarakat bahwa kita ini tinggal di negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan segala perbedaan yang sudah kita sepakati sejak awal, kemudian konteksnya hari ini adalah membangun bangsa ini sesuai dengan bidang kita masing-masing," tutur dia.
Dalam kesempatam yang sama, Country Representative The Asia Foundation, Sandra Hamid, menekankan pentingnya upaya kolaborasi multipihak. Menurut dia, kolaborasi masyarakat dengan pemerintah adalah kunci menyelesaikan masalah-masalah, terutama di tingkat lokal.
Dia menegaskan masalah toleransi bisa ditangani jika semua pihak dapat mengantisipasinya sejak dini. Kemudian, melakukan mitigasi serta responsif.
"Masalah itu memang harus dihadapi dan diselesaikan. Sayangnya dalam penyelesaian kita kadang-kadang terlambat. Bila terlambat, maka akhirnya terjadi menjadi besar dan ruang gerak kita menjadi jadi lebih sedikit untuk mencari solusi," kata dia.
Hal senada disampaikan Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara. Beka mengatakan negara tak bisa kerja sendiri, harus ada dukungan dari banyak elemen masyarakat.
Dia menjelaskan pemerintah daerah masuk urutan ketiga aduan terbanyak di Komnas HAM. Paling banyak aduan yang masuk adalah soal toleransi dan kebebasan beragama atau berkeyakinan.
"Kiranya kolaborasi antara pemerintah daerah, masyarakat, tokoh agama, kampus dan penegak hukum menjadi penting, supaya hak konstitusional warga dapat dijaga," ujar dia.
Beberapa wali kota dan pejabat daerah menceritakan sikap toleransi masyarakat antarumat beragama di setiap daerah yang dipimpinnya. Wali Kota Kupang, Jefirstson R. Riwu Kore, mengatakan telah membuat peraturan daerah guna memfasilitasi semua permasalahan rumah ibadah. Kemudian, dia membuat Perda untuk memastikan adanya legalitas dari tiap-tiap rumah ibadah.
"Artinya Perda itu memberikan seluas-luasnya masyarakat untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing," jelas dia.
Sementara itu, Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana, mengatakan pihaknya melibatkan tokoh masyarakat dan agama di setiap mengambil keputusan. Menurut dia, pelibatan tokoh-tokoh sangat penting dan wujud dari kolaborasi semua pihak.
"Misal vaksinasi yang sedang santer, kami melakukan dan imbau lewat tokoh agama, lewat FKUB. Alhamdulillah masyarakat ikut dan 75 persen sudah tervaksinasi. Kalau kami lewat pemerintah, door to door mereka enggak mau," kata dia.
Direktur Eksekutif APEKSI Alwis Rustam, mengatakan pihaknya serius menangkap aspirasi dan kebutuhan para anggota. Sebab, APEKSI tidak hanya fokus dengan tata kelola kenegaraan (state building) di tingkat kota, tapi juga ingin merawat ruh kebangsaan dalam mewujudkan kota yang lebih toleran.
"Ini komitmen APEKSI, selain mendorong pertumbuhan ekonomi kota, ekosistem kota cerdas dan sehat, otonomi daerah, juga fokus pada kelompok milenial leadership kota-kota masa depan," jelas dia.
Sumber : https://www.msn.com/id-id/berita/other/mendagri-keberagaman-di-indonesia-harus-dirawat/ar-AAP2QDM
0 Komentar