Jakarta - Di beberapa kawasan dunia, khususnya Eropa dan China, saat ini tengah mengalami krisis energi yang ditandai dengan meroketnya harga gas dan batu bara, disusul dengan kenaikan harga minyak.
Vice Chairman Indonesia Gas Society (IGS), Salis S. Aprilian mengatakan, fenomena tersebut setidaknya terjadi akibat beberapa faktor utama, yang salah satunya disebabkan oleh digitalisasi.Ia menjelaskan, digitalisasi membuat khususnya di masa pandemi Covid-19, turut memengaruhi pergerakan masyarakat yang kini dapat memperoleh kebutuhannya melalui teknologi, sehingga meredam kebutuhan untuk bepergian dan keluar rumah.
"Digitalisasi orang sudah malas bepergian, tidak berbelanja di mall namun lewat online, kemudian ke tempat-tempat wisata kunjungannya bisa lewat video yang di upload di media sosial. Untuk menonton bisa lewat Netflix dan sebagainya. Ini mengubah supply and demand energi," ujarnya dalam acara webinar "Krisis Energi Mulai Melanda Dunia, Bagaimana Strategi RI?" yang digelar IKA FH UNDIP, Minggu (10/10/2021).
Selain digitalisasi yang turut merubah supply and demand energi, dekarbonisasi yang dilakukan oleh negara-negara maju menjadi faktor lainnya penyebab terjadinya kenaikan harga.
Menurut Salis, dekarbonisasi yang dilakukan negara-negara maju khususnya di kawasan Eropa dilakukan dengan memakai energi yang berasal dari energi baru terbarukan (EBT). Hal itu memengaruhi penggunaan energi dari fosil seperti minyak dan batu bara.
"Namun renewable energy ini sangat rentan dengan cuaca, yang saat ini terjadi di Eropa utamanya Inggris, seperti angin yang tidak cukup memberikan beban energi ke kincir atau matahari yang tidak cukup memberikan energi ke pembangkit tenaga surya," tambahnya.
Akibat kurangnya kesiapan menghadapi kerentanan dari sumber energi bersih, maka permintaan energi fosil khususnya batu bara kini kembali meningkat di Eropa.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20211010163956-4-282801/ol-shop-hingga-nonton-via-netflix-picu-krisis-energi-serius
0 Komentar