Siaran Pers No.55/HM/KOMINFO/02/2022
Jumat, 18 Februari 2022
Tentang
DEWG Presidensi G20, Peluang Indonesia Pimpin Transformasi SDM Digital
“Ini waktunya Indonesia untuk memimpin setidaknya negara-negara G20 untuk mencari solusi yang tepat dalam mencari formulasi yang tepat mendorong sumber daya manusia bidang digital kita untuk lebih adaptif dan agile untuk menyongsong era baru transformasi digital,” ungkapnya dalam DEWG Sofa Talk III: Mengulik Isu Kecakapan dan Literasi Digital di Forum G20, yang berlangsung secara virtual dari Jakarta Pusat, Jumat (18/02/2022).
Menurut Dedy Permadi yang juga menjadi Co-Chair DEWG Presidensi G20 Indonesia 2022, untuk menyiapkan SDM tersebut memerlukan kerja sama semua pihak. “Perlu ada kerja sama berbagai stakeholders baik di tingkat nasional maupun di tingkat global dengan negara-negara G20. Dan kita akan berjuang bersama-sama negara G20. Indonesia saatnya untuk memimpin,” tandasnya.
Mengutip laporan World Economic Forum (WEF), Jubir Kementerian Kominfo mengungkapkan prediksi pekerjaan yang hilang dan muncul akibat digitalisasi. Oleh karena itu, menurutnya generasi muda saat ini perlu mengembangkan kecakapan digital yang baru. “Berdasarkan laporan lembaga tersebut, akan ada 85 juta pekerjaan yang akan hilang. Tapi di saat yang bersamaan akan ada 97 juta pekerjaan yang akan datang. Ini penting sekali untuk generasi muda kita karena mungkin saja jurusan di SMA maupun di perguruan tinggi kita itu akan berkembang dengan cepat untuk menyongsong kecakapan-kecakapan digital yang baru,” jelasnya.
Dedy Permadi menegaskan arti penting untuk meningkatkan kecakapan digital yang terdiri dari soft skill dan hard skill. Menurutnya, hard skill yang dibutuhkan di era digital antara lain artificial intelligence, big data analitics, machine learning, dan Internet of Things. “Soft skill-nya saya rangkum menggunakan istilah 4C, complex problem solving, critical thinking, creativity dan communication. Jadi 4C ini yang dikawinkan dengan hard skill yang akan menjadi kecakapan yang paling dibutuhkan dunia di masa yang akan datang. Kalau WEF itu menggambarkan sebagai terminologinya the most demanded skill in the future, itu adalah perkawinan antara soft skill dan hard skill,” paparnya.
Namun demikian, Co-Chair DEWG Presidensi G20 Indonesia 2022 menyatakan saat ini tidak perlu dengan khawatir dengan bertambah banyaknya peran mesin dan peran teknologi digital di dunia kerja. Mengutip buku berjudul “What To Do When Machines Do Everything” karya Malcolm Fank, Paul Roehrig dan Ben Pring, Jubir Dedy Permadi menyatakan setiap orang memiliki peluang ketika meningkatkan kecakapan agar tidak melakukan pekerjaan yang digantikan mesin.
“Asalkan kita sebagai individu, mau meningkatkan kemampuan kita. Kita mulai belajar. Sekarang banyak sekali media yang gratis untuk bisa mengembangkan bakat diri, bisa otodidak untuk belajar big data analitics, machine learning, AI, belajar teknologi metaverse. Ini adalah era baru yang kita tidak perlu khawatir mesin akan menggantikan peran kita di dalam pekerjaan, tetapi kita justru menyongsong itu dengan meningkatkan kecakapan digital kita,” ungkapnya.
Kecakapan Digital
Dalam DEWG G20, Indonesia juga menyiapkan Toolkit for Measuring the Digital Skills and Digital Literacy sebagai salah satu keluaran untuk mengukur literasi dan keterampilan digital. Saat ini di Indonesia, upaya meningkatkan literasi berlangsung melalui pembenahan digital culture, digital ethics, digital safety dan digital skills masyarakat Indonesia.
Jubir Kementerian Kominfo mengungkapkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk peningkatan indeks literasi digital di Indonesia. Berdasarkan hasil survei Katadata dan Kementerian Kominfo, tingkat literasi digital di Indonesia hanya sedikit mengalami peningkatan, dari 3,46 % di tahun 2020 menjadi 3,49 di tahun 2021.
“Kita melihat ada peningkatan 0,03%. Sangat kecil memang. Jadi memang masih banyak PR yang harus kita selesaikan untuk peningkatan literasi digital di Indonesia. Demikian pula dengan kecakapan digital yang kita ketahui perlu banyak improvement, yang perlu kita perbaiki bersama-sama sebagai sebuah ekosistem baik di level nasional maupun global,” ujarnya.
Menurut Dedy Permadi salah satu yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membudayakan ruang digital menjadi ruang interaksi masyarakat. “Sebetulnya kurang lebih sama dengan ruang fisik bahwa kita punya standar tertentu untuk saling menghormati untuk saling menghargai antara satu dengan yang lain,” jelasnya.
Sementara itu, berkaitan dengan digital ethics, Jubir Kementerian Komifo menegaskan standar etika di ruang fisik perlu diaplikasikan di ruang digital. “Etika di ruang fisik seperti sikap sopan santun dan saling menghormati berlaku juga di ruang digital dan sangat terkait dengan digital culture,” ujarnya.
Hal ketiga, berkaitan dengan penggunaan internet secara aman. Dedy Permadi menyoroti banyak kasus kebocoran data pribadi karena ketidakhati-hatian pengguna. “Ketiga adalah digital safety, kalau kita misalnya mengubah password atau meng-update password kita secara berkala. Itu adalah habit yang sangat mendukung digital safety kita di ruang digital,” jelasnya.
Hal keempat dalam kecakapan digital berkaitan dengan memanfaatkan ruang digital untuk tujuan produktif. “Jadi internet itu, alih-alih digunakan untuk menyebar hoaks dan penipuan, kita bisa memanfaatkan untuk sesuatu yang sangat produktif. Ini nyambung dengan poin kedua. Poin pertama kan literasi digital, poin kedua kecakapan digital, nyambung ke situ,” tegasnya.
Dalam Sofa Talk III, hadir Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo sekaligus sebagai Chair DEWG-G20, Mira Tayyiba; serta mitra National Strategic Stakeholders DEWG antara lain Ketua Umum Siberkreasi, Yosi Mokalu; Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia, Bima Laga; dan Kepala Departemen HI FISIP Universitas Indonesia, Asra Virgianita selaku mitra National Knowledge Partner.
Sumber: https://www.kominfo.go.id/content/detail/40080/siaran-pers-no55hmkominfo022022-tentang-dewg-presidensi-g20-peluang-indonesia-pimpin-transformasi-sdm-digital/0/siaran_pers
0 Komentar