Kemenko Perekonomian, Atma Jaya, dan Microsoft Bentuk Kelompok Kerja Aliansi Digital untuk Berdayakan Ekonomi Digital Indonesia

 


Sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi negara dengan ekonomi digital terdepan di Asia Tenggara, optimalisasi penggunaan teknologi, antara lain seperti komputasi awan (cloud) serta kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di berbagai lini kehidupan menjadi sangat penting. Karena itu, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, dan Microsoft berkolaborasi menginisiasikan Kelompok Kerja Aliansi Digital. Ini adalah sebuah kemitraan strategis antara pemerintah, akademia, dan swasta dalam mengakselerasi perwujudan agenda ekonomi digital Indonesia melalui pemanfaatan teknologi.

Adapun kelompok kerja ini akan menjadi platform kolaborasi yang aktif melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan untuk bertukar ide dan pengalaman mengenai pemanfaatan teknologi dalam memulihkan ekonomi Indonesia – terlebih pasca COVID-19. Pemangku kepentingan di sini termasuk pemimpin di pemerintahan, industri, organisasi kemasyarakatan, asosiasi, hingga badan usaha milik negara.

Rizal Edwin, Asisten Deputi Ekonomi Digital, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia mengatakan, “Dalam rangka mendorong akselerasi pengembangan ekonomi digital, dibutuhkan berbagai upaya nyata. Salah satunya melalui kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, perusahaan teknologi, dalam hal ini Microsoft Indonesia, serta akademisi, seperti civitas akademika Unika Atma Jaya.”

Oleh karena itu, adopsi kebijakan yang progresif dan digital-native menjadi salah satu parameter utama. Kolaborasi nyata melalui pembentukkan Kelompok Kerja Aliansi Digital diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait penyusunan kebijakan ini berdasarkan tantangan dan peluang di lapangan.

Kebijakan Ekonomi Digital yang Inklusif, Harmonis, Aman, dan Human-Centered

Berdasarkan diskusi pertama Kelompok Kerja Aliansi Digital yang diikuti oleh pemimpin di pemerintahan, industri, organisasi kemasyarakatan, asosiasi, hingga badan usaha milik negara, didefinisikan lima kebutuhan kebijakan digital untuk memulihkan ekonomi nasional. Pertama, regulasi yang mendorong inklusivitas ekonomi digital. Kedua, keseimbangan antara intensif dan restriksi. Ketiga, regulasi yang komprehensif dan koheren. Keempat, koordinasi institusional antara kementerian dan lembaga. Kelima, literasi digital.

Mengingat pentingnya teknologi yang memadai bagi pembentukkan kebijakan digital tersebut, diperlukan pula dukungan kerangka kebijakan bagi penyelenggara sistem elektronik sektor publik yang konsisten dengan PP 71/2019. Harapannya, kebijakan tersebut memberikan pernyataan jelas tentang pengutamaan penggunaan dan manfaat komputasi awan (termasuk public cloud), petunjuk atas pengklasifikasian data berdasarkan risiko, dan petunjuk pengadaan layanan public cloud untuk menjamin pengadaan teknologi komputasi awan yang bersertifikasi serta memenuhi level keamanan bagi pengelolaan dan penyimpanan data sektor publik.

Selain itu, lembaga yang memiliki kewenangan dan dukungan sumber penyelenggaraan juga diperlukan, agar mampu mengatur serta melaksanakan grand design ekonomi digital.

“Berbekalkan kebutuhan ini, tim penyusun telah menyiapkan sebuah Policy Paper berisi rekomendasi kebijakan ekonomi digital yang relevan bagi Indonesia saat ini. Kami berharap Policy Paper ini memberikan manfaat nyata atas apa yang perlu kita lakukan untuk mempercepat transformasi digital Indonesia yang inklusif,” ujar Dr. iur. Asmin Fransiska, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.

Beberapa rekomendasi yang disampaikan di dalam Policy Paper tersebut antara lain:

  • Mengembangkan kebijakan ekonomi digital dengan menerapkan pendekatan penta-helix guna menjamin adanya interaksi dan dialog antar para pemangku kepentingan. Pendekatan penta-helix ini melibatkan lima komponen utama: (1) kelompok yang paling terdampak; (2) pemangku kepentingan utama; (3) kelompok kepentingan; (4) kelompok advokasi; dan (5) masyarakat luas. Inklusivitas dari pendekatan ini akan mendorong adanya rasa memiliki yang lebih kuat dan lebih menjamin dilaksanakannya kebijakan yang dibuat.
  • Menjamin keseimbangan antara insentif dan restriksi. Hal ini juga perlu ditunjang dengan literasi digital, di mana pengguna teknologi menyadari apa saja hak dan kewajibannya, termasuk tanggung jawab yang akan timbul.
  • Menetapkan kerangka yang menjamin perlindungan data dan keamanan data. Artinya, yang menjadi prioritas adalah tidak semata-mata terkait lokalisasi data, namun keamanan data itu sendiri.
  • Menekankan mekanisme cross-border data flow dalam ekonomi digital serta adanya mekanisme yang mengedepankan perlindungan data pribadi dan keamanan data.
Ekonomi digital Indonesia sendiri diprediksi akan tumbuh hingga delapan kali lipat pada 2030 mendatang. Untuk merealisasikannya, kolaborasi perlu semakin diperkuat.

“Para inisiator Kelompok Kerja Aliansi Digital sepakat bahwa jalan menuju pemulihan ekonomi dan ketahanan industri adalah teknologi sebagai platform, inovasi sebagai budaya, dan keterampilan digital sebagai pemberdaya. Karena itu, kami akan memaksimalkan keahlian masing-masing untuk semakin memberdayakan ekonomi digital Indonesia. Dari sisi Microsoft, kami berkomitmen untuk terus menyediakan teknologi yang aman dan relevan bagi Indonesia, di samping aktif terlibat dalam diskusi kebijakan ataupun program skilling lainnya,” ujar Ajar Edi, Direktur Corporate Affairs Microsoft Indonesia.

Sumber: https://news.microsoft.com/id-id/2022/02/17/kemenko-perekonomian-atma-jaya-dan-microsoft-bentuk-kelompok-kerja-aliansi-digital-untuk-berdayakan-ekonomi-digital-indonesia/

Posting Komentar

0 Komentar