Dalam rangka peringatan 80 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik Mesin di Indonesia, FTMD ITB mengadakan Diskusi Kelompok Terbatas Bidang Industri Manufaktur dengan tema "Sumbangsih Teknik Mesin ITB untuk Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Nasional" yang berlangsung pada Kamis (10/2/2022).
Dalam forum diskusi terbatas ini, dibahas hal-hal mendasar yang diperlukan untuk memajukan industri manufaktur "Merah Putih" di Indonesia dan disrupsi teknologi yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia yang mungkin dapat menjadi “game changer” dalam peta persaingan industri manufaktur di masa depan.
Pembicara pertama pada webinar ini adalah Prof. Dr. Ir. Yatna Yuwana Martawirya. Beliau menyampaikan materi tentang Profesi dengan 3 Jalur Berjenjang (P3JJ). “Konsep Profesi dengan 3 Jalur Berjenjang adalah hubungan antara bisnis, aktivitas, dan profesi atau sumber daya manusia,” jelas Prof. Yatna. Selain itu, penjenjangan pada setiap jalur difokuskan pada 3 aspek. Mulai dari knowledge, skills, transfer of knowledge, dan assignment and authority.
Pada aspek tingkat kesulitan, setiap jenjang juga memiliki beberapa acuan performa. Performa ini dapat digunakan sebagai kriteria utama untuk mengevaluasi personil saat berada pada jenjang tertentu. Strategi implementasi yang dapat diterapkan untuk P3JJ ini adalah membuat pohon bisnis, lalu membuat perancangan organisasi sebagai strategi untuk melakukan aktivitas yang didistribusikan ke semua elemen organisasi.
Kemudian, sesi kedua dipaparkan oleh Dr. Eng. Ir. Agung Wibowo, M.T., yang membawakan materi tentang Pusat Pengembangan Teknologi dan Industri (PPTI) untuk Memberdayakan Industri Nasional. “PPTI ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan mesin perkakas dan alat kesehatan yang masih banyak diperoleh melalui impor,” jelas Dr. Agung. Namun, kini PPTI akan dikembangkan dan dimanfaatkan untuk aspek yang lebih umum. Konsep dari PPTI adalah memberikan media dan menjembatani para akademisi agar turut menerapkan teknologi untuk memajukan perkembangan industri nasional.
Berbagai hal yang menjadi kebutuhan industri adalah pemecahan masalah, optimasi proses, pengembangan produk, pengujian, kontrol kualitas, standardisasi, dan kompetensi SDM. Tentunya kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan berbagai aspek lainnya seperti riset dan pengembangan, tenaga ahli, dan lainnya. Setelah itu, Dr. Agung juga menjelaskan terkait tahapan pembuatan produk. “Mulai dari product planning, lalu concept development, kemudian embodiment and detail design, testing, hingga manufacturing,” jelas Dr. Agung.
Maka dari itu, PPTI ini dapat memberi manfaat untuk berbagai arah. Untuk pemerintah, PPTI dapat membantu dalam pembuatan kajian dan regulasi. Kemudian untuk industri, PPTI dapat mengoptimalkan aplikasi dari teknologi untuk industri. Terakhir, untuk instansi pendidikan, PPTI dapat berkontribusi dalam penelitian dan pengembangan sumber daya manusia.
Setelah itu, acara ini dilanjutkan dengan pemaparan materi ketiga oleh Ir. Indrawanto, M.Eng., Ph.D. dengan materi terkait Penerapan Otomasi Produksi di Indonesia. “Otomasi merupakan berbagai teknologi yang mengurangi campur tangan manusia dalam proses,” ujar Ir. Indrawanto. Intervensi manusia dikurangi dengan kriteria keputusan yang telah ditentukan dan mewujudkan penentuan tersebut dengan mesin.
Kemudian, Ir. Indrawanto menjelaskan tentang mengapa otomasi diperlukan. “Otomasi berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan PDB serta menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi bagi pekerja dan peluang pasar bagi perusahaan,” jelas Ir. Indrawanto. Beberapa pekerjaan mungkin akan tergeser oleh otomasi, namun hal ini juga dapat berpengaruh pada perekonomian Indonesia yang mengarah pada keuntungan bersih. Ditambah lagi, Artificial Intelligence sudah banyak digunakan untuk mengotomasi berbagai proses seperti deteksi penipuan hingga manajemen risiko.
Otomasi juga akan menimbulkan konsekuensi yang harus dihadapi. Konsekuensi dari kemajuan otomasi adalah adanya pekerjaan tertentu yang akan tergantikan oleh otomas. Konsekuensi tersebut akan menimbulkan ketegangan bila tak diantisipasi dan dilakukan upaya terkoordinasi oleh para pemangku kepentingan. Maka dari itu, diperlukan indeks kesiapan otomasi yang berguna untuk mengukur kesiapan negara untuk menghadapi gelombang otomasi cerdas yang akan datang. Melalui penerapan hal tersebut, keuntungan dari otomasi dapat diperoleh secara optimal.
Sesi terakhir tentang Penerapan Konsep Industri 4.0 pada Industri Manufaktur Padat Karya Indonesia yang dibawakan oleh Dr. Ir. Sri Raharno, S.T, M.T. Dr. Sri memulai sesi ini dengan menjelaskan tentang Industri 4.0. Industri 4.0 diawali dengan inisiatif Jerman yang bervisi untuk menciptakan industri manufaktur yang lebih kompetitif. Transformasi digital dari proses manufaktur dan industri terkait dengan proses penciptaan nilai. “Maka dari itu, kebutuhan mendasar dari Industri 4.0 ini adalah sistem yang dapat mengalirkan dan mentransformasikan data secara berkualitas,” jelas Dr. Sri.
Pada industri manufaktur, semua operasi produksi menggabungkan dua faktor tenaga kerja dan modal. Pertama ada padat modal, yaitu ketika produk terutama diproduksi oleh mesin otomatis dan robot, yang berarti pengeluaran awal dari pemeliharaan akan sangat tinggi. Sementara padat kerja memiliki arti ketika produk terutama diproduksi oleh manusia, terutama kreativitas dan upaya manusia untuk menghasilkan produk.
Meskipun operasi produksi padat karya terkesan jauh dengan Industri 4.0 karena banyak menggunakan tenaga manusia, bukan berarti jenis operasi produksi ini tidak bisa ikut maju seiring kemajuan Industri 4.0. Untuk menerapkan Industri 4.0 pada operasi padat karya dan padat kerja, diperlukan pengembangan elemen produksi cerdas seperti smart product, smart machine, smart operator yang dapat meningkatkan efisiensi, menurunkan ongkos, meningkatkan fleksibilitas, dan mampu melakukan pertukaran informasi dan pengambilan keputusan.
Sumber: https://www.itb.ac.id/berita/detail/58428/sumbangsih-teknik-mesin-itb-untuk-peningkatan-daya-saing-industri-manufaktur-nasional
0 Komentar