Sungai di Indonesia Tercemar Berat, Dosen Unpas Ciptakan Alat Pantau Kualitas Air Berbasis IoT

 

Pengembangan alat ini diharapkan dapat menjaga kualitas lingkungan, terutama perairan. (Foto: Pexels/Yogendra Singh)
BUKAN rahasia lagi bila banyak sungai di Indonesia yang dikategorikan tercemar berat akibat aktivitas rumah tangga dan industri. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) merilis pada pertengahan 2021 lalu, 59 persen sungai di Indonesia terdeteksi dalam kondisi tercemar berat.

Limbah yang mencemari air sungai menyebabkan biota perairan tidak dapat hidup karena kekurangan oksigen. Guna membantu memantau kualitas air dan menjaga kelangsungan hidup biota air, dosen program studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik (FT) Universitas Pasundan (Unpas) Yonik Meilawati Yustiani, membuat alat pantau kualitas air (ATAIR) berbasis Internet of Things (IoT).

Tampilan hasil pengukuran kekeruhan PH dan DO. (Foto: Unpas)

Yonik tidak sendirian. Ia dibantu oleh dosen Teknik Mesin Djoko Widodo, serta alumni prodi Teknik Lingkungan Fachruzia dan Ilham Maulana Yusuf.

“ATAIR didukung microcontroller Arduino untuk mempermudah proses pemantauan hanya dengan menempatkan alat di lokasi yang akan dipantau,” tutur Yonik Meilawati, Rabu (16/2).

Alat ini sudah diaplikasikan di Sungai Cimahi dan Sungai Cikijing. Lokasi ini dipilih karena aliran sungainya berdekatan dengan industri tekstil. Penggunaan Atair terbukti efektif untuk menganalisis perubahan kualitas air sungai.

Pemantauan kualitas air selama ini masih dilakukan secara konvensional, yaitu dengan survei lapangan, mengambil contoh air, lalu diuji di laboratorium dan dicatat manual. Di samping membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya, pemantauan konvensional hanya dapat mengetahui kualitas air sesaat dan hasilnya belum tentu mewakili kondisi sebenarnya.

Alat ini dirancang untuk memantau kualitas air secara real time menggunakan sistem IoT. Sehingga hasil pemantauan air bisa diakses kapan pun melalui gawai atau komputer. Parameter kualitas air yang diukur yaitu dissolved oxygen (DO), pH, total suspended solid (TSS), dan temperatur.

Yonik mengatakan, alat pantau kualitas air pertama kali dicetuskan sekitar 2017, namun belum dilabeli ATAIR. Tahun berikutnya, alat ini mengajukan proposal hibah Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (CPPBT) dan lolos untuk didanai.

“Setelah itu, berjalanlah penelitian dan pengembangan alat yang akhirnya harus diberi merek, maka dipilihlah ATAIR. Kami mendaftarkan merek dagangnya pada 2018,” jelasnya.

Pemantauan kualitas air selama ini masih dilakukan secara konvensional. (Foto: Unsplash/Xianyu hao)

Sejak awal dirancang hingga sekarang, bentuknya terus berevolusi. Semula, komponen-komponennya dimasukkan ke dalam wadah kedap air dengan probe sensor berada di luar.

Agar mampu bekerja maksimal di perairan, kini alat ini dilengkapi pelampung dan sensor untuk mengidentifikasi kualitas air. Nantinya, air akan dianalisis dan dikirim dalam bentuk grafik dengan perantara modem WiFi yang tertanam di dalam microcontroller.

Mengenai akurasi, alat ini telah terkalibrasi di laboratorium menggunakan larutan buffer. Sensor yang disertakan seperti sensor pH, sensor suhu, sensor turbiditas (kekeruhan) analog, dan sensor DO dikalibrasi agar dapat digunakan di sungai dan menunjukkan hasil akurat.

“Selain mengukur kualitas air sungai, ATAIR juga memungkinkan untuk dipakai di tambak, danau, waduk, bendungan, instalasi pengolahan air, dan medan perairan lainnya,” jelasnya.

Dibanding produk serupa di pasaran, alat ini menawarkan kelebihan fitur oksigen terlarut (DO) yang bisa mendeteksi kadar oksigen di perairan. Semakin banyak kadar oksigen, maka akan semakin baik untuk biota.

“Dari segi Teknik Lingkungan, saya rasa cara kerja ATAIR sudah optimal. Hanya tinggal ditingkatkan di aspek elektrikal dan mekanikal. Untuk pengembangan keduanya, kami menyerahkan kepada Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis (PIIB),” terangnya.

Pengembangan alat ini diharapkan dapat menjaga kualitas lingkungan, terutama perairan agar sesuai baku mutu dan tidak menjadi sumber waterborne desease.

Dengan terpantaunya kualitas lingkungan perairan, maka daerah pertanian, perkebunan, dan sawah terjamin mendapat air yang baik lewat sistem irigasinya. alat ini dapat membantu industri-industri tertentu yang memerlukan data kontinu kualitas air sebagai kendali produksi dan pemantauan lingkungan. 

Sumber : https://merahputih.com/post/read/sungai-di-indonesia-tercemar-berat-dosen-unpas-ciptakan-alat-pantau-kualitas-air-berbasis-iot



Posting Komentar

0 Komentar