Alat Medis RS Indonesia Tak Kalah Canggih Dengan Jiran

 

Situasi ruang perawatan di RSUD Bung Karno, Solo, Jawa Tengah.dok Antara Foto

Peralatan kesehatan di rumah sakit Indonesia dinilai sudah sebanding dengan yang ada di negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Jadi, anggapan yang menyebutkan alat medis di Indoensia tertinggal, tidak sesuai dengan fakta.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Profesor Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH mengatakan, alat-alat medis yang masuk ke Indonesia sama dengan yang berada di luar negeri. Bahkan beberapa rumah sakit juga sudah memiliki peralatan berteknologi paling mutakhir.

"Kadang-kadang ketika orang bilang di Singapura lebih baik, saya bilang enggaklah. Ketika teknologi ini datang, teknologi di Singapura dan Malaysia juga baru datang, jadi jangan bilang kalau rumah sakit di Indonesia itu alatnya ketinggalan," ujar Prof. Ari di RSUI, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/3) seperti dikutip Antara.

Dalam menerima teknologi terbaru untuk bidang medis, menurutnya ada tiga hal utama yang harus jadi bahan pertimbangan.

"Kalau bicara soal teknologi, tentu hal pertamanya adalah soal keamanan. Kedua, penggunaannya yang sederhana dan ketiga adalah terlibat dalam risetnya," kata Prof. Ari.

Ia meyakinkan, para dokter di Indonesia biasanya terlibat dalam riset-riset dari teknologi terbaru di bidang medis. Salah satu teknologi di bidang kesehatan adalah FDR Nano, mobile digital X-ray dengan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Ari bilang, penggunaan AI dalam bidang teknologi sangat membantu para dokter untuk penegakan diagnosis. Terlebih lagi jika terdapat diagnosis sebelumnya yang telah tersimpan.

"AI ini akan memudahkan seseorang dokter dalam penegakan diagnosis. Karena ketika gambar ini muncul dan langsung di screen oleh data sebelumnya, maka akan muncul ini kemungkinannya. Sebagai seorang endoskopi, saya juga suka buka buku untuk mencocokkan ini, tapi karena udah ada teknologi ini jadi lebih mudah," tuturnya.

Produk Lokal
Kementerian Kesehatan sendiri sempat menyebut, sebanyak 79 jenis dari total 358 alat kesehatan produksi dalam negeri, sudah bisa menggantikan produk-produk impor.

"Sebanyak 358 jenis alat kesehatan sudah mampu diproduksi di dalam negeri. Sebanyak 79 jenis alat kesehatan tersebut mampu menggantikan produk impor seperti elektrokardiogram, implan ortopedi, nebulizer, dan oksimeter," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi beberapa waktu lalu.

Menurut Oscar, industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia memiliki kapasitas untuk mendorong produksi, dalam memenuhi kebutuhan sektor kesehatan di Indonesia. Dia menjelaskan dari total 19 jenis alat kesehatan yang termasuk dalam 10 besar transaksi berdasarkan nilai dan jumlah produknya, hampir 90% sudah mampu diproduksi di dalam negeri.

Oscar mengungkapkan, nilai pasar farmasi dan alat kesehatan di Indonesia pada tahun 2019 mencapai Rp88,6 triliun. "Ini pasar yang sangat besar, perlu dikembangkan untuk industri farmasi di dalam negeri," serunya.

Di masa pandemi, kata Oscar, industri alat kesehatan dalam negeri semakin teruji dengan produksi alat level menengah hingga tinggi. Seperti ventilator, high flow nasal cannula (HFNC), powered air purifiying respirator (PAPR), rapid test antibodi, rapid test antigen, dan reagen RT-PCR.

Oscar mengatakan, Kementerian Kesehatan memiliki beberapa strategi untuk mendorong produksi obat-obatan dan alat kesehatan dalam negeri untuk bisa berkembang. Mulai dari dukungan riset, registrasi, produksi, distribusi, hingga fase penjualan.

"Kemenkes memandang investasi merupakan faktor penting dalam mewujudkan kemandirian farmasi dan alat kesehatan. Pemerintah perlu memberikan fasilitas fiskal dan nonfiskal untuk mendorong produksi obat-obatan dan alat kesehatan serta pemanfaatannya dengan mekanisme TKDN," katanya.

TKDN

Sementara itu, Kementerian Perindustrian bertekad turut mewujudkan kemandirian Indonesia dalam bidang kesehatan. Langkah strategis yang dijalankan di antaranya pelaksanaan kebijakan substitusi impor 35% pada tahun 2022 yang didukung melalui program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

"Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita harus bertransformasi menjadi negara yang mandiri di bidang kesehatan, baik untuk alat kesehatan maupun obat-obatan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.

Menperin menegaskan pihaknya telah mendorong sektor industri farmasi dan alat kesehatan di tanah air untuk meningkatkan produktivitasnya. Apalagi, kedua sektor ini sudah dimasukkan ke dalam peta jalan Making Indonesia 4.0, yang akan menjadi prioritas dalam pengembangan ke depannya.

“Guna menguatkan struktur industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan produk impor, kami mendorong pengoptimalan nilai tingkat kandungan dalam negeri (TKDN),” ujarnya.

Kemenperin menurutnya akan mendukung percepatan upaya tersebut, dengan cara menilai penghitungan TKDN di masing-masing sektor. Seiring upaya tersebut, nilai TKDN rata-rata akan ditargetkan lebih dari 43% pada tahun 2021, dan naik menjadi 50% pada 2024, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.

“Selanjutnya, jumlah produk yang memiliki sertifikat TKDN sekurang-kurangnya ditargetkan sebanyak 7.000 produk pada tahun 2021, dan akan meningkat menjadi 8.400 produk pada 2024,” sebut Agus.

Ia menambahkan terdapat 79 produk prioritas alat kesehatan dalam negeri yang diupayakan dapat dimanfaatkan dalam belanja APBN di bidang kesehatan.

“Beberapa produk tersebut telah memiliki nilai TKDN di atas 40%, yang artinya produk-produk dalam negeri ini wajib dibeli dan produk impor dilarang untuk dibeli,” tegasnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai, dengan memproduksi alat kesehatan (alkes) di dalam negeri, Indonesia akan dapat menghemat anggaran negara hingga Rp300 triliun dalam setahun.

"Alkes ini, dana yang kita keluarkan hampir Rp490 triliun satu tahun. Jadi kalau sekarang kita bisa hemat Rp200 triliun-Rp300 triliun setahun, itu sama dengan investasi kita US$25 miliar per tahun. Anda bisa bayangkan betapa penghematan (dari) pemborosan kita selama ini yang begitu tinggi," ucapnya.
Luhut menuturkan, Presiden AS Joe Biden saja telah mengeluarkan UU, pengadaan alkes tidak diperbolehkan melalui impor dan harus diproduksi di dalam negeri. Indonesia pun, kata dia, sudah mengikuti langkah tersebut. Terlebih, Presiden Jokowi pun sudah meminta agar tak ada lagi impor alkes.

"Nanti di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pemerintah) eloknya sudah mulai memperhatikan ini karena Presiden sudah minta juga ada perbaikan UU kita mengenai alkes ini," tandasnya.


Sumber: https://www.validnews.id/nasional/alat-medis-rs-indonesia-tak-kalah-canggih-dengan-jiran

Posting Komentar

0 Komentar