Cegah Penularan TBC, Kemenkes Berencana Skrining Besar-besaran Tahun Ini

 

Ilustrasi. Medcom.id

Penyakit tuberkulosis (TBC) di Indonesia menempati peringkat ketiga setelah India dan Cina dengan 824 ribu kasus dan kematian 93 ribu per tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana melakukan skrining besar-besaran pada tahun ini untuk menemukan dan mengobati kasus tersebut.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, Didik Budijanto, mengatakan dari estimasi 824 ribu pasien TBC di Indonesia, baru 49 persen yang ditemukan dan diobati. Sehingga ada sekitar 500 ribu orang yang belum diobati dan berisiko menjadi sumber penularan.

“Untuk itu upaya penemuan kasus sedini mungkin, pengobatan secara tuntas sampai sembuh merupakan salah satu upaya yang terpenting dalam memutuskan penularan TBC di masyarakat,” kata Didik pada konferensi pers secara virtual di Jakarta, Selasa, 22 Maret 2022.

Didik menyampaikan Kemenkes akan melakukan skrining terhadap 500 ribu kasus TBC yang belum ditemukan. Skrining dilakukan dengan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan efisien.

“Kami merencanakan skrining besar-besaran yang transformasional dengan memanfaatkan peralatan X-Ray Artificial Intelligence untuk memberikan hasil diagnosis TBC yang lebih cepat dan lebih efisien, termasuk bi-directional testing bagi penderita diabetes agar mereka mendapatkan pengobatan TBC sedini mungkin,” ujar dia.

Kemenkes masih mengupayakan pengadaan alat-alat yang dibutuhkan. Namun, skrining tetap ditargetkan berjalan tahun ini.

“Pelaksanaannya diutamakan tahun ini karena proses masih berjalan. Dengan ditemukannya 500 ribu kasus ini nantinya akan mempercepat kita eliminasi TBC di tahun 2030,” jelas Didik.

Sebanyak 91 persen kasus TBC di Indonesia adalah TBC paru yang berpotensi menularkan kepada orang yang sehat di sekitarnya. Penemuan kasus dan pengobatan TBC yang tinggi telah dilakukan di beberapa daerah, seperti Banten, Gorontalo, DKI Jakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat.

Sementara itu, daerah dengan kasus TBC paling banyak terkonsentrasi di Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. “Sebenarnya TBC itu biasanya ada di daerah yang padat, daerah kumuh, dan daerah yang PHBS-nya (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) kurang, di situ potensi penularan TBC nya tinggi,” ujar Didik.

Gejala-gejala awal muncul TBC pada seseorang dapat berupa batuk karena menyerang saluran pernapasan dan organ pernapasan. Kemudian, batuk berdahak terus-menerus selama 2 sampai 3 minggu atau lebih, kemudian sesak napas, nyeri pada dada, badan lemas dan rasa kurang enak badan, nafsu makan menurun, berat badan menurun, dan biasanya yang muncul adalah berkeringat pada waktu malam hari meskipun tidak melakukan kegiatan apa pun.

(AZF)


Sumber: https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/yKXqe5ZN-cegah-penularan-tbc-kemenkes-berencana-skrining-besar-besaran-tahun-ini

Posting Komentar

0 Komentar