Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana menggelorakan program smart farming untuk mendukung pengelolaan kawasan agropolitan bagi kelompok petani milenial. Penggunaan teknologi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas pertanian.
Mas Dhito, begitu sapaan akrab Hanindhito menyampaikan, 80 persen masyarakat di Kabupaten Kediri bertani. Adapun, 30 persen lahan digunakan untuk sektor pertanian. "Program smart farming ini di 2022-2023 menjadi program yang sangat seksi untuk membangkitkan semangat teman-teman petani milenial," katanya Sabtu 12 Maret.
Smart farming yakni penggunaan teknologi untuk pengumpulan informasi dari lapangan menggunakan alat yang ditanam di lahan pertanian dan dikonektivitaskan menggunakan perangkat seperti smart phone.
Sejalan dengan program desa inovasi tani organik (DITO) yang digagas Mas Dhito, program smart farming diawali di lahan pertanian padi organik Kecamatan Purwosari. Dinas Pertanian dan Perkebunan Pemerintah Kabupaten Kediri bekerjasama dengan Bank Indonesia.
Untuk mendukung program itu dilakukan pendampingan kepada para petani milenial termasuk mendirikan laboratorium produksi pembuatan mikro perombak alami. Laboratorium yang berlokasi di Desa Ketawang, Kecamatan Purwoasri itu memproduksi microbachter alfaafa (MA-11).
Staf ahli Bank Indonesia sektor riil, Nugroho Widiasmadi menyampaikan, salah satu usaha BI mengendalikan inflasi melalui sektor riil yakni melakukan pelatihan standar pertanian total organik. Harapannya menjadikan pertanian yang total mandiri.
Menurutnya, teknologi yang diterapkan memiliki lima tujuan, yakni menekan biaya 70-90 persen, meningkatkan hasil panen 200-300 persen, membangun pertanian berkelanjutan, yang semakin baik, membangun multi player effect, dan menghadapi global warming.
"Satu-satunya cara kita menghadapi perubahan iklim global dengan bertani organik. Karena dinding sel lebih tebal 2-3 kali (dibanding) bertani konvensional atau menggunakan pupuk kimia," ujarnya.
Nugroho yang juga penemu MA -11 dan digital eco farming itu mengungkapkan, laboratorium itu menjadi dasar mesin perombak biomassa yang menjadikan limbah menjadi super bokhasi, jerami menjadi superfit. Selain mendidik cara memproduksi mikro perombak alami MA-11, pelatihan pada 11-12 Maret 2022 itu sekaligus mendidik petani bagaimana cara mengontrol standar.
"Kami punya lima standar yaitu standar limbah mentah, standar pupuk yang sudah diolah, standar kesehatan tanah, standar kesuburan massa vegetatif, dan standar massa generatif," katanya.
Nugroho menjelaskan, limbah mentah harus diangka 2000 uS/cm (micro siemens per centimeter), limbah cair diangka 10000 uS/cm. Limbah yang sudah diolah atau super bokhasi harus diangka 4000 uS/cm, dan limbah cair atau bio farm harus diangka 20.000 uS/cm.
Kemudian, standar kesehatan tanah harus diangka 100 juta mikroba/ gram tanah. Standar massa vegetatif saat tanam tanah harus diangka 1000 uS/cm. Sedangkan, saat tanaman bunting (generatif) harus dijaga di angka 2000 uS/cm. "Standar itu dikawal supaya terpenuhi semua tidak lewat mata tapi lewat digital. Digital angka tadi dikontrol oleh sensor yang ditanam di tanah," ujarnya.
Dari alat sensor itu, informasi dikirimkan melalui internet dan ditangkap melalui smartphone atau laptop. Dengan begitu, informasi mengenai kesuburan tanah dapat dikontrol dari manapun. Sehingga bila standar yang ditentukan tidak terpenuhi dapat segera dilakukan antisipasi.(*)
Sumber: https://nasional.tempo.co/amp/1570546/mas-dhito-gelorakan-smart-farming-untuk-petani-milenial-kediri
0 Komentar