OPINI: Merespons Tantangan Evolusi Sektor Keuangan

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan laporan saat Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2022 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (20/1/2022). ANTARA FOTO - Hafidz Mubarak A

Tren evolusi sektor keuangan saat ini mengarah kepada struktur dan karakteristik baru yang bersifat 4D, yaitu digital, deepening, desegregation, dan disruptive.

Tren ini tidak hanya berlangsung di Indonesia tetapi juga terjadi secara luas di seluruh dunia, sebagaimana dieksplorasi di dalam studi-studi yang dilakukan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD, 2020), International Monetary Fund (Boot, et al., 2020), dan Bank for International Settlements (Feyen, et al., 2021).


Tren ini diperkirakan bakal terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan. Evolusi ini tentunya harus segera direspons oleh otoritas terkait di setiap negara agar perubahannya sejalan dengan kebutuhan perekonomian nasional dan terus melindungi kepentingan konsumen sektor jasa keuangan melalui penyusunan kerangka kebijakan dan rencana aksi pengembangan industri jasa keuangan yang berkelanjutan.

Untuk merespon evolusi 4D ini ada 4S kerangka kebijakan yang penting untuk dilakukan, yaitu pertama, sistem pengawasan sektor jasa keuangan harus mengikuti tren digitalisasi industri yang sangat cepat.

Sistem pengawasan yang digunakan masih belum sepenuhnya digital dan belum mengimplementasikan regulatory technology (regtech) dan supervisory technology berbasis teknologi 4.0, sehingga operasionalisasinya menjadi lamban dan tidak efisien serta hasilnya pun kurang akurat (Broeders & Prenio, 2018).

Dalam kaitan itu, otoritas terkait sudah saatnya mengembangkan sistem pengawasan berbasis artificial intelligence (AI), big data and analytics, dan natural language processing (NLP). Semua ini untuk mendukung penguatan koordinasi dan pelayanan pengaturan dan pengawasan terintegrasi sektor jasa keuangan sesuai dengan international best practices.

Kedua, meningkatkan sosialisasi, edukasi dan market conduct. Financial deepening dan pertumbuhan industri jasa keuangan yang pesat dan masif tidak diiringi dengan penguatan edukasi kepada masyarakat dan penguatan pengawasan market conduct kepada industri, sehingga terjadi kesenjangan (gap) antara literasi dan inklusi keuangan di masyarakat. Hal ini telah menyebabkan terjadinya akumulasi peningkatan pengaduan masyarakat.

Ketiga, struktur organisasi pengawas sektor jasa keuangan harus ditingkatkan integrasinya agar pengawasan berjalan secara efektif dan optimal dalam merespons tren deepening and desegregation di sektor jasa keuangan.

Tata kelola lembaga pengawas sektor jasa keuangan perlu bertransformasi dari yang sebelumnya bersifat kaku, mekanistik serta berorientasi kepada pekerjaan rutin menjadi lebih agile, fleksibel dan berorientasi kepada inovasi dan kreativitas dalam koridor tata kelola yang baik, dengan cara mengurangi beban pekerjaan rutin melalui otomatisasi (Oliver Wyman, 2019).

Keempat, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang andal dan adaptif terhadap perkembangan revolusi industri 4.0 mengingat kompetensi SDM sektor jasa keuangan hingga saat ini belum disesuaikan dengan kebutuhan kompetensi untuk menjawab tantangan tersebut.

Financial deepening telah menimbulkan kesenjangan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan, karena masyarakat kurang mendapatkan pengetahuan mengenai produk dan layanan jasa keuangan. Kesenjangan yang cenderung melebar dalam beberapa tahun terakhir tersebut dapat menjadi faktor kerentanan (vulnerability) terhadap stabilitas sistem keuangan.

Dengan demikian, tidak hanya dari sisi kebijakan atau peraturan semata tetapi metode pengawasan pun perlu diselaraskan dengan penguatan twin peaks supervision antara pengawasan prudential dan market conduct.

Twin peaks supervision menjadi penting dan strategis terlebih dengan adanya tuntutan mendorong inklusi keuangan melalui pengembangan jasa keuangan seperti keuangan berkelanjutan/hijau, keuangan syariah, keuangan digital, pembiayaan UMKM, dan lain-lain.

Prioritas strategis selanjutnya adalah perumusan kebijakan dan rencana aksi untuk mengantisipasi tren desegregation dan disruptive innovation. Tantangan dari kedua tren tersebut dihadapi dengan lebih mengefektifkan pengawasan terintegrasi.

Melalui pengawasan terintegrasi, setiap potensi risiko signifikan yang muncul dapat terdeteksi secara lebih dini, sehingga tindakan pengawasan yang diambil, dapat sesuai dan tepat waktu.

Tantangan utamanya adalah transformasi struktural dan kultural organisasi otoritas pengawasan dari semula bersifat sektoral (pemisahan antara sektor perbankan, industri keuangan non bank atau IKNB, dan pasar modal) menjadi organisasi yang bersifat integratif.

Semua tantangan di atas menuntut Otoritas Jasa Keuangan menjadi sebuah institusi yang lebih agile sehingga mampu meningkatkan kecepatan, akurasi, efektivitas, efisiensi, dan kapasitas pengawasan untuk mewujudkan pengaturan dan pengawasan secara terintegrasi, profesional, kredibel dan akuntabel untuk menjaga stabilitas sektor keuangan dan melindungi kepentingan konsumen.


Sumber: https://opini.harianjogja.com/read/2022/03/07/543/1096584/opini-merespons-tantangan-evolusi-sektor-keuangan
 

Posting Komentar

0 Komentar