Pemanfaatan Cross-channel Personalization untuk Tingkatkan Revenue dan Customer Lifetime Value

Ekonomi digital Indonesia diprediksi menjadi yang terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2025 dengan value Rp1,500 triliun. Dengan adanya digitalisasi, angka pengguna komunikasi digital terus meningkat dan jenis kanal untuk menjangkau mereka juga makin variatif. Tentu hal ini mengubah cara komunikasi marketer dengan customer.

Dalam diskusi virtual bertema Automating Cross-channel Personalization to Drive Revenue Growth and Customer Lifetime Value at Scale, Tech in Asia bekerja sama dengan Insider, dengan tiga panelis yakni Arifin Iskandar (Country Manager Indonesia, Insider), Winy Oktovianti (Digital Marketing Manager, iStyle.id), Alexander Christian (VP Head of Brand Marketing & Communications Group, LinkAja), berbagi pandangan serta memberikan tips cara mengoptimalkan cross-channel personalization dari berbagai perspektif.


Perubahan perilaku konsumen selama pandemi
Pandemi telah memberikan akselerasi pada adopsi layanan digital. Saat ini, masyarakat dituntut untuk bisa beradaptasi menggunakan layanan digital terutama dalam melakukan transaksi nontunai.

Alexander menilai bahwa sebaran pengguna yang luas menuntut pelaku ekonomi untuk memberikan layanan yang beragam. Selain memperkenalkan layanan utama, penting juga bagi marketer untuk menarik pelanggan pada layanan lain (cross selling) yang disediakan perusahaan.

Perilaku konsumen dari setiap kota di Indonesia juga punya keunikan masing-masing. Contohnya, masyarakat di Indonesia bagian timur lebih suka menggunakan layanan yang berhubungan dengan kebutuhan sehari-hari, seperti telekomunikasi dan grocery. Perbedaaan perilaku masyarakat yang berbeda di tiap pulau, mengharuskan marketer untuk beradaptasi dengan menyesuaikan layanan yang ditawarkan berdasarkan lokasi.


Bicara perihal perilaku konsumen e-commerce, hal ini pasti erat kaitannya dengan loyalitas, kepuasan pengguna, dan preferensi konsumen. Winy menjelaskan bahwa konsumen e-commerce Indonesia terhitung baru. Preferensi dan loyalitas mereka belum kuat. Konsumen masih terbiasa berbelanja di mal dan cenderung mengejar promo dari suatu platform. Lebih lanjut, konsumen cenderung mempertimbangkan sesuatu berdasarkan convenience dan familiarity, sehingga penting bagi marketer untuk selalu mencari tahu preferensi konsumen.

Untuk mendapatkan preferensi, loyalitas, dan kesenangan konsumen di omnichannel, Alexander juga menjelaskan pentingnya kolaborasi antara tim data, tim business intelligence, dan marketers.

Pelanggan yang tersebar luas di berbagai platform digital membuat marketer harus berpikir cermat tentang prioritas, antara akuisisi pelanggan baru atau meningkatkan customer retention dan CLV. Winy menjelaskan bahwa akuisisi new member penting dilakukan untuk pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan. Namun, customer retention juga penting agar perusahaan bisa bertahan secara bisnis.

Tak hanya itu, Alexander menambahkan bahwa akuisisi pelanggan baru, customer retention dan CLV sama pentingnya bagi marketer meskipun prioritasnya bisa beragam tergantung dari tahapan perkembangan perusahaan. Bagi startup yang baru berdiri, kampanye akuisisi sangat penting. Di sisi lain, bagi startup yang sudah berkembang, customer retention dan CLV sangat penting untuk memenuhi target perusahaan.

Tantangan terbesar dalam membangun personalized user journey
Pada umumnya, pelanggan menginginkan pengalaman belanja yang nyaman dan seamless. Oleh karena itu, konsep user experience tanpa hambatan dan relevan dinilai sangat penting. Data terkait kegiatan konsumen di berbagai kanal internet bisa menjadi rujukan untuk membangun personalized user journey yang akurat. Banyak parameter data yang bisa jadi acuan, misalnya data dari visited history dan geolocation.

Alexander menjelaskan bahwa membangun personalize user journey itu ibarat mencari zebra, mudah dideskripsikan tetapi sulit ditemukan. Langkah membangun personalize user journey pun tak mudah. Prosesnya harus dilakukan secara berlapis. Ia mencontohkan saat proses awal (data collection), ada beberapa hal yang perlu diperiksa, seperti:

Apakah data yang diambil terlalu banyak?
Apakah ini data yang bisa ditindaklanjuti (actionable data)?
Apakah proses data collection harus dilakukan secara manual, atau bisa otomatis?
Tak ketinggalan, Winy menambahkan pentingnya mengetahui data yang akan diprioritaskan dan data yang bisa memprediksi kemauan pelanggan. Untuk memahami dengan cepat data dalam jumlah banyak dan tersebar dari berbagai sumber, e-commerce membutuhkan artificial intelligence (AI) dan machine learning.

Terkait personalized user journey, Arifin juga membagikan tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan untuk membangun user journey yang akurat dari data berbagai kanal:

Cara meningkatkan product discovery yang menarik perhatian pengguna. Jangan sampai pengguna yang masuk ke aplikasi langsung keluar atau bounceback. Pemanfaatan gamifikasi di aplikasi bisa menjadi salah satu strategi.
Cara meningkatkan user engagement. Setiap pengguna itu unik tetapi terkadang sulit untuk menentukan kanal yang mereka sukai. Pemasar bisa memberikan push di berbagai kanal, misalnya push melalui email atau di situs web. Prinsip right time right message sangat penting.
Informasi segmentasi user dengan machine learning, misalnya, memahami kapan waktu yang tepat untuk memberikan diskon kepada pelanggan.

Peran AI dan machine learning dalam pengelolaan cross-channel
Winy mengungkapkan bahwa keuntungan penggunaan cross-channel itu beragam, mulai dari revenue uplift hingga customer loyalty. Selain itu, cross channel bisa memberikan informasi tentang touchpoint yang dirasa lebih nyaman pelanggan sehingga bisa memprediksi strategi yang tepat untuk segmen pengguna tertentu.

Untuk membantu para klien dalam pengelolaan cross-channel, Arifin menjelaskan bahwa Insider lebih banyak menggunakan AI sehingga prosesnya bisa dilakukan dengan cepat, mudah dan proper way. Jika data yang didapatkan sudah akurat, tahap selanjutnya adalah menangkap momentum sehingga marketer bisa memberikan penawaran atau pesan yang tepat pada pelanggan di waktu yang pas dan di kanal yang tepat, misalnya dengan push notification.

Arifin juga mengingatkan, sebelum memulai proses pengelolaan cross-channel, penting bagi semua pihak untuk tahu lebih dulu apa yang menjadi prioritas marketer.

Dalam implementasi AI, tambah Alexander, pemasar harus memastikan apakah tools tersebut suitable dengan tujuan perusahaan, pertimbangan kecepatan time to market cepat dan security.

Saran bagi marketer untuk meningkatkan Return On Advertising Spend (ROAS)
Alexander memberikan saran bahwa kita bisa memanfaatkan banyaknya kanal komunikasi untuk lebih banyak bereksperimen secara small scale dengan anggaran yang terkendali. Tujuannya, agar kita bisa dengan cepat mengetahui metode yang sukses dan yang tidak.

“Kuncinya marketer sukses itu enggak hanya optimize dan running campaign tapi juga kemampuan untuk melakukan eksperimen, karena kita perlu belajar hal baru. Kita harus bisa meluangkan 10-20% waktu untuk mencoba hal-hal baru yang berhubungan dengan industri kita.” jelasnya.

Arifin juga menambahkan pentingnya marketer menjadi “mata-mata”. Tak ada salahnya untuk tahu apa yang dilakukan oleh kompetitor. Dengan begitu, kita jadi tahu barangkali ada kompetisi yang belum tersentuh.


Sumber: https://id.techinasia.com/pemanfaatan-cross-channel-personalization-untuk-tingkatkan-revenue-dan-customer-lifetime-value

Posting Komentar

0 Komentar