Prof. Admi Syarif PhD/ RMOLNetwork |
Alumni SMA 2 Bandar Lampung itu menceritakan, perjalanannya bermula saat diterima di Jurusan Matematika Universitas Padjadjaran tahun 1985. Setelah lulus S1, dia kembali ke Lampung.
"Tahun 1991 kembali saya membentuk Lembaga Pendidikan Profesional kemudian tahun 1992, saya jadi dosen di Unila. Waktu itu dosen masih boleh lulusan S1," ceritanya dalam Podcast Kantor Berita RMOLLampung.
Prof. Admi kemudian mengikuti seleksi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bapennas) yang bersedia memfasilitasi dosen untuk belajar bahasa asing.
"Saya terpilih menjadi salah satu dari enam dosen. Berbekal hasil toefl 550 saya akhirnya mendapatkan beasiswa di Miami, Amerika tapi sebelum berangkat pada tahun 1995, ada tawaran beasiswa lagi project Bank Dunia di Jepang," kata dia.
"Saya ditawari beasiswa untuk master dan doktor selama lima tahun di Jepang, sedangkan yang di Amerika hanya master. Saya putuskan ambil meski belum bisa bahasa jepang," kata pecinta Matematika ini.
Ia melanjutkan, setelah satu tahun di Jepang, salah satu profesor yang melihat riset Prof Admi meminta dirinya untuk langsung mengambil S3 bidang Ilmu Komputer. Permintaan itu disanggupinya dengan senang hati.
"Saya tinggalkan kuliah saya yang sudah berjalan satu tahun itu ke Ashikaga Institute of Technology (IoT) untuk S3 dan langsung mengajar setelah lulus sambil menunggu istri saya yang sedang S2 dan S3," kata dia.
Tahun 2007, Prof. Admi kembali mengajar di Unila dan menjadi Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unila. Tiga tahun kemudian, dia menjadi Ketua LPPM (2010-2016).
Era LPPM Prof. Admi, jumlah penelitian dosen Unila mengalami peningkatan dan Dikti memberikan dana hibah sebesar Rp 30 miliar pada 2016.
Sejak awal memulai studi S3 tahun 1997, Prof. Admi sangat tertarik dengan penelitian kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Menurutnya, kecerdasan buatan adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan baru yang dapat memindahkan kecerdasan manusia kepada sistem.
"Kita buat sistem komputer untuk bisa bekerja sebagaimana manusia. Waktu itu saya mengembangkan sistem di bidang logistik atau suply chain management, hasil penelitian itu sudah saya jelaskan ke 37 negara," sambungnya.
Kecerdasan buatan jugalah yang menghantarkan dirinya menjadi Profesor di Unila. Kali ini, Prof. Admi fokus di bidang kesehatan atau intelligence medical system.
Ia bekerjasama dengan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Lukman Pura untuk mengembangkan sistem komputer untuk beberapa penyakit. Di antaranya, penyakit darah tinggi dan penyakit diabetes.
"Sistem ini tidak hanya bisa mendiagnosa tapi juga bisa memberikan rekomendasi seperti terapi atau obat yang bisa digunakan, sistem ini mirip seperti pakar," jelas pria kelahiran 3 Januari 1967 ini.
Prof. Admi mengatakan, Lampung masih punya kendala keterbatasan pakar di bidang kesehatan, sementara pakar baru tidak mudah dan membutuhkan waktu bertahun-tahun. Sehingga, ia berharap sistem yang diciptakannya dapat membantu dunia kesehatan.
"Saya temui pakarnya dan saya coba ambil pengetahuan dia tentang penyakit itu, ciri-cirinya seperti apa, gejalanya, dibuat dalam sistem dan diuji coba bagaimana kalau ada pasien yang datang dengan gejala tertentu," lanjutnya.
Selain mengajar dan melakukan penelitian, Prof. Admi juga aktif melakukan bimbingan kepada mahasiswanya terutama yang ingin mempelajari kecerdasan buatan.
"Dengan sistem ini, saya harap dapat membantu masyarakat dan dokter-dokter muda untuk belajar lebih cepat dari pakar," kata dia.
Sumber: https://www.rmollampung.id/kisah-admi-syarif-jadi-profesor-di-unila-setelah-ciptakan-sistem-kecerdasan-buatan-bidang-kesehatan
0 Komentar