Mencari Biang Kerok Gelombang PHK Startup


 MencPerusahaan rintisan atau startup sedang menjadi buah bibir di berbagai kalangan. Bagaimana tidak, belum lama ini fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) marak terjadi di Indonesia.

Sejak pekan terakhir Mei, sudah ada beberapa startup yang melakukan PHK. Mulai dari dompet digital LinkAja, edtech Zenius, hingga platform belanja online JD.ID.

Apalagi untuk layanan yang sudah melewati fase pertumbuhannya seperti e-commerce, pembayaran digital, travel dan edukasi, digantikan dengan arah baru startup yang mengusung kecerdasan buatan, big data analytic, internet of things, maupun metaverse.

Padahal, untuk meraih pengguna, rata-rata startup mau tidak mau harus melakukan bakar uang.

"Saat ini, memang banyak startup sudah membuktikan keuntungan konsisten, tapi memang perjalanan masih berat karena ada pengembalian pendanaan investor," jelas Heru kepada CNNIndonesia.com, Rabu (1/6).

Menurut Heru, Linkaja dan Zenius, misalnya, cukup berat karena pemain utama sektor serupa sudah jauh di depan.

Ia mengatakan jika ingin terus bertahan mau tidak mau harus kuat bakar uang. Namun, pendanaan yang mulai menipis membuat reorganisasi akhirnya menjadi solusi.

Menurut Heru, ke depannya setiap layanan hanya mengerucut pada 3 hingga 4 pemain saja.

Sebutlah seperti transportasi online, kalau tidak Gojek ya Grab. Begitu pun dengan pembayaran digital Gopay, Ovo.

"Saat ini lagi merangsek pasar Shopeepay, begitu juga e-commerce. Pemain baru di bidang yang sama akan berat kecuali keuangannya kuat atau ada solusi layanan baru yang berbeda," jelas Heru.

Sejak awal, lanjutnya, fenomena ini memang bisa disebut bubble karena startup sebenarnya rentan tidak memiliki aset mengingat aset ada pada mitranya.

"(Startup) yang tidak diminati masyarakat, dan masyarakat tidak menjadi bagian dari mitra yang kuat, pasti akan rontok. Target 25 unicorn dari pemerintah sudah tidak mudah lagi. Kalau saya melihat ini bukan pecahnya gelembung, tapi gelembung mulai bocor," katanya.

Di sisi lain, rentannya startup akan PHK juga bisa dikarenakan pencitraan yang dilakukannya. Seperti gaji karyawan yang terlalu besar dan fasilitas mewah seolah mengikuti kantor Google atau Facebook.

"Pencitraan seperti itu juga yang menjadi bagian dari bakar uang. Termasuk kantor mewah dengan fasilitas modern. Kalau mendapat pendanaan besar tidak masalah, tapi kalau pendanaan tidak besar, jadi pemborosan," lanjutnya.

Efisiensi

Menurut Heru, ke depan startup dengan level menengah akan rontok. Terlebih jika perusahaan rintisan itu tidak bisa survive atau menjadi unicorn.
Artinya, gelombang PHK startup dalam skala besar maupun kecil akan sering terjadi.

Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang mengatakan pandemi covid-19 ibarat dua sisi mata uang bagi industri startup.

Menurutnya, pandemi adalah momentum tumbuhnya startup dengan sangat cepat. Tetapi di sisi lain bisa mendorong startup kembali seperti kondisi sebelum pandemi atau lebih buruk.

Selain dipicu pandemi, penomena layoff yang terjadi pada startup juga merupakan dampak dari kenaikan suku bunga The Fed.

"Investor Internasional menghitung kembali biaya investasi-investasi di startup. Karena keuntungan para startup bersifat long term tetapi cost of money sifatnya continue, belum lagi risiko investasi pada startup sangat tinggi," jelas Dianta.

Selain itu menurunnya tren IPO industri startup baik di luar negeri maupun dalam negeri, membuat para investor menghitung kembali potensi keuntungan yang akan didapat setelah mendorong startup untuk IPO.

Tak ayal, ia memprediksi hingga tahun depan PHK masih akan terjadi di industri startup.

"Para startup akan melakukan efisiensi besar-besaran agar bisa bertahan minimal 20 tahun. Jadi harus pintar mengelola sumber daya yang ada. Kurangi biaya sambil terus mendapatkan keuntungan bersih," katanya.

Sebelumnya, langkah PHK karyawan diambil sejumlah startup beberapa waktu terakhir. Startup pendidikan Zenius Education mem-PHK 200 orang karyawan.

Kemudian, Link Aja melakukan reorganisasi dan berujung pada PHK. Tanihub juga melakukan PHK dan menghentikan semua layanan business to consumer dan mulai fokus pada sektor business to business, menjadi pemasok untuk hotel, restoran, catering, dan cafe.

Ada juga startup di bidang furniture, Fabelio. Selama pandemi penjualan furniture turun drastis hingga Fabelio harus meminta puluhan karyawan untuk mengundurkan diri.

JD.ID juga melakukan upaya perbaikan manajemen berujung PHK demi bisa beradaptasi dengan dinamika pasar ecommerce di Indonesia.

Menyusul langkah perusahaan-perusahaan rintisan tersebut, Mobile Premier League (MPL) platform gim menyatakan pamit dari Indonesia.

Keputusan pamit itu juga diiringi dengan merumahkan 100 orang karyawannya.

sumber : https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220602100330-92-803808/mencari-biang-kerok-gelombang-phk-startup/2

Posting Komentar

0 Komentar