Kehilangan status sebagai ibu kota negara bukanlah akhir bagi Kota Jakarta. Sebaliknya ini justru membuka peluang lebih lebar bagi Jakarta untuk menerapkan sistem transportasi cerdas sebagai bagian tahapan menuju kota global. ”Masalah Indonesia sebenarnya cuma satu, tidak kompak.
Ini juga terjadi pada sektor transportasi,” kata Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Agus Taufik Mulyono dalam materi dialog tokoh yang diselenggarakan Pengurus Pusat Ikatan Alumni Institut Teknologi Sepuluh Nopember (PP IKA ITS) dan PW IKA ITS Jakarta Raya, belum lama ini. Lemahnya koordinasi, tutur Agus, tampak pada tatanan fasilitas, operasional, serta fungsional. Kurang padunya regulasi pusat dan daerah, tugas dan fungsi kelembagaan, serta manajemen big data, adalah sebagian contoh lemahnya koordinasi.
Inilah salah satu faktor yang menempatkan Jakarta yang merupakan ”pusat segalanya” di Indonesia, sebagai salah satu kota dengan tingkat kemacetan tertinggi di dunia. Imbasnya, Jakarta juga termasuk kota yang berpolusi tinggi mengingat sektor transportasi adalah penyumpang emisi karbon terbesar.
Agus menilai kebijakan pemerintah dengan memberikan beberapa alternatif moda transportasi umum di Jakarta sudah tepat. Pun, ketika pemerintah mendorong peralihan penggunaan kendaraan berbahan bakar minyak ke listrik. Namun dia menggaris bawahi agar pemerintah menyelesaikan apa yang dikeluhkan masyarakat. ”Jawab keresahan warga, bagaimana mengubah mesin bensin menjadi listrik atau EBT dengan biaya terjangkau,” kata dia. Agus mengatakan, perpindahan ibu kota negara di satu sisi berdampak pada mobilitas penduduk dan ekonomi regional.
Di sisi lain, hal ini menjadi kesempatan bagi Jakarta untuk berbenah diri lebih baik sebagai kota global bisnis. ”Ada peluang membag smart transportation pasca IKN,” kata Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) ini. Salah satu hal yang mempengaruhi Jakarta pasca IKN adalah perkembangan populasi penduduk dunia. Saat ini, 21 kota di dunia berpenduduk lebih dari 10 juta, Jakarta di antaranya. Pada 2025 Jakarta diprediksi tumbuh pesat bersama kota-kota lain di Asia.
Pertumbuhan ini ditandai dengan berkembangnya industry 4.0, big data, dan internet of things. ”Berkembangnya society 5.0, literasi IT via internet of things dan open data information, mendukung Jakarta menjadi kota global pasca IKN,” kata Agus. Untuk itu, Agus mendorong agar Jakarta segera meningkatkan pemaduan sistem transportasi, khususnya darat agar lebih andal, cepat dan murah.
”Jakarta pasca IKN harus meningkatkan digitalisasi konektivitas untuk membangun transportasi cerdas sebagai urat nadi mobilitas menuju Jakarta Smart City,” tandas Agus. Seperti diketahui, pada 2019 Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan letak ibu kota baru Indonesia.
0 Komentar