Mahasiswa Institut Sains dan Teknologi Nasional ( ISTN ), Luthfi Alkhafid berhasil mengembangkan sistem absensi terbarukan. Sistem absensi ini memanfaatkan teknologi IOT tervalidasi. Luthfi menjelaskan, sistem absensi ini mirip topologi client server. Alat absensinya berperan sebagai client yang mengirimkan data absensi kepada server secara realtime. Server kemudian menampung data dari client untuk dijadikan arsip.
"Kelebihan dari sistem yang digunakan adalah sisi client tidak butuh unsur PC atau laptop, sehingga hemat daya dan biaya. Cukup perangkat mikro yang akan aktif saat ada trigger masuk," kata Luthfi Alkhafid dalam keterangan tertulis, Selasa (21/3/2023).
Menurut Luthfi, trigger yang masuk dapat berupa sensor apa pun yang dalam hal riset ini menggunakan data kartu RFID pengguna yang telah terdaftar di admin server. Untuk mengantisipasi adanya pengguna titip absen atau cara tricky absen lainnya, sistem akan otomatis mengaktifkan kamera dan meng-capture wajah pengguna.
Sistem client akan mengirimkan data RFID, image wajah, sistem waktu, dan ID client. Untuk diketahui, ID client digunakan sebagai nama unik alat sebagai pembeda antar-alat yang dalam hal ini merujuk pada data lokasi penempatan, gate, dan atau jenis mode-nya.
"Lokasi penempatan menunjukkan alat ini dipasang di alamat mana, sehingga mudah terlacak lokasi alat, tema, dan dengan tujuan apa alat tersebut digunakan," katanya. Hingga aplikasi ini dibuat, kata dia, sistem sudah dikembangkan sampai tahap input data dari sidik jari pengguna. Keunggulan lain alat ini adalah kemampuan yang teruji dipasang pada kondisi lapangan yang super sibuk/crowded.
"Misalnya, membantu petugas di lapangan saat ada PAM keamanan, yang misal selama ini menggunakan teknologi absen manual atau layanan aplikasi WAG," imbuhnya. Bagaimana caranya? Tim Pengarah Sistem Absensi Terbarukan, Andi Suprianto menjelaskan, cukup mengubah kode awal file.txt di SDCARD berupa nama SSID, password SSID, dan SN alat. Setelah itu alat secara otomatis sudah mampu bekerja di lapangan.
"Lokasi penempatan menunjukkan alat ini dipasang di alamat mana, sehingga mudah terlacak lokasi alat, tema, dan dengan tujuan apa alat tersebut digunakan," katanya. Hingga aplikasi ini dibuat, kata dia, sistem sudah dikembangkan sampai tahap input data dari sidik jari pengguna. Keunggulan lain alat ini adalah kemampuan yang teruji dipasang pada kondisi lapangan yang super sibuk/crowded.
"Misalnya, membantu petugas di lapangan saat ada PAM keamanan, yang misal selama ini menggunakan teknologi absen manual atau layanan aplikasi WAG," imbuhnya. Bagaimana caranya? Tim Pengarah Sistem Absensi Terbarukan, Andi Suprianto menjelaskan, cukup mengubah kode awal file.txt di SDCARD berupa nama SSID, password SSID, dan SN alat. Setelah itu alat secara otomatis sudah mampu bekerja di lapangan.
Karena itu, meski layanan internet tidak tersedia di lapangan, kata Andi, sistem alat akan otomatis me-record data ke dalam SD card yang disediakan. "Baru saat kembali ke kantor atau yang ada jaringan, file dapat di-import ke dalam aplikasi/database server," katanya.
Andi yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi Informasi (FSTI) ISTNl menambahkan, alat yang dibuat Luthfi Alkhafid sudah layak diterapkan di industri. Sebab, bila hanya menggunakan teknologi face detection, maka kebutuhan waktu, memori, dan spesifikasi client/server adalah sangat tinggi.
Image processing yang lama juga sistem belum dapat membedakan secara baik jika ada kasus wajah yang memang serupa. "Atau, jika hanya mengandalkan sensor sidik jari di lapangan, sudah banyak yang menjual miniatur sidik jari, sehingga mudah untuk disalahgunakan," katanya. Sistem absensi menggunakan aplikasi mobile berdasarkan lokasi GPS juga sama, dapat dimanipulasi dengan mengubah lokasi GPS pengguna.
"Maka yang lebih amannya adalah sistem penggunaan masukan berikut proses validasi di sisi admin servernya," katanya. Kesimpulan dari riset ini adalah sistem mampu mengirimkan data dari client ke server-localhost dalam waktu rata-rata empat detik. Data berupa image hasil capture, id pengguna (RFID/finger print), data, dan S/N alat. Server mampu meng-extract data masukan (nama pengguna, lokasi alat, sistem waktu) serta mengarsipkannya. Sistem alat juga mampu membaca perubahan alamat SSID dan S/N alat serta mampu mem-backup data ke SDCARD lokal saat tidak ada koneksi internet/jaringan.
"Sebagai hasil saran pengembangan dari tim penguji, sistem alat yang dibuat mengembangkan masukan dari model RFID/finger print menjadi sistem deteksi wajah realtime menggunakan konsep tensorflow yang berarti hanya menerima wajah asli dan bukan dari gambar," kata Andi. Dengan begitu, sistem otomatis memvalidasi data foto yang masuk, apakah benar atau tidak dengan angka kemiripan tertentu. "Sehingga, proses validasi oleh admin secara manual dapat diminimalisasi," katanya.
sumber: https://edukasi.sindonews.com/read/1052923/211/keren-mahasiswa-istn-berhasil-kembangkan-sistem-absensi-berbasis-iot-tervalidasi-1679407405?showpage=all
0 Komentar