Asosiasi IoT Indonesia (Asioti) memperkirakan pasar Internet of Thinks (IoT) di Indonesia akan mencapai 40 miliar dolar AS, atau sekitar Rp 572,7 triliun pada 2025 dengan 678 perangkat IoT terhubung. Potensi besar ini seiring dengan minat serta kebutuhan masyarakat.
Adapun pada 2022, Asioti mencatat potensi pasar IoT di Indonesia pada 2022 mencapai 26 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau Rp 372 triliun.
Angka segemuk itu terutama bersumber dari 9 sektor yakni makanan, minuman, kesehatan, pertanian, perkebunan, tambang, dan perminyakan.
"Jika dirincikan lagi, layanan IoT terbesar adalah dari sektor aplikasi sebesar 45 persen, platform (33 persen), perangkat (13 persen), dan jaringan (9 persen)," ujar Ketua Umum Asioti Teguh Prasetya dikutip dari keterangannya, Minggu (26/3/2023).
Menurut dia, tiga hal besar yang menggenjot IoT kian eksis di masyarakat. Hal besar itu yakni karena bisa meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan.
Data Indonesia IoT Forum menunjukkan, kemungkinan 400 juta perangkat sensor di Indonesia telah terpasang IoT. Data IoT-Analytics per Mei 2022 menyebutkan, konektivitas IoT di seluruh dunia sepanjang 2021 tumbuh sebesar 8 persen menjadi 12,2 miliar pengguna aktif.
Karena itu, sumbangan 400 juta perangkat dari Indonesia sebenarnya relatif masih sangat rendah.
Doni Ismanto, Forum Indo Telko mengatakan, kebutuhan IoT di Indonesia sekarang telah lintas sektor industri. Antara lain manufaktur, logistik, kota pintar (smart city), maupun rumah pintar (smart home).
"Sektor-sektor ini belum mengadopsi secara masif. Tingkat adopsi yang belum masif tersebut disebabkan berbagai industri masih mencari bentuk yang tepat untuk diimplementasikan. Tapi ini artinya potensi pasar masih besar untuk segmen-segmen tersebut," ucap dia.
Menurut dia, potensi besar akan terjadi ketika efisiensi dan efektifitas ditemukan sekaligus dari IoT. Apalagi, salah satu kunci teknologi pada era revolusi industri 4.0 memang IoT, sehingga olah rupa dari layanan ini harus terus ditajamkan.
Dia menekankan jangan sampai ada jeda dari sisi pengantaran ke pasar ataupun contoh sukses penerapan (use case) ke masyarakat. Sebab, sebagaimana diperlihatkan pada layanan teknologi lainnya, momentum harus disambut pelaku industri dengan baik.
"Bisa jadi pasarnya merasa belum butuh, jadi dibutuhkan kreativitas dalam market creation agar target pasar merasa ada kebutuhan. Dalam industri digital, kebutuhan itu kan ga harus nunggu pasar, bisa dikreasi misal didorong oleh regulasi," katanya.
Dia mendorong layanan seperti Antares dari PT Telkom harus jeli dan gesit memanfaatkan peluang, terutama di sektor pemerintahan. Sebab, proses pengadaan barang dan jasa di sektor tersebut sudah pasti bujet dan sudah pasti waktunya dilakukan tiap tahun.
Antares yang berada di bawah payung Leap-Telkom Digital, antara lain menyediakan solusi dan konektivitas IoT berbasis Long Range Wide Area Network (LoRaWAN).
Sejauh ini dari segi konektivitas, LoRaWAN Antares telah berada di lebih dari 700 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Misalnya pada implementasi sistem Smart Water Meter yang membuat perusahaan pengelola air minum/PDAM pengguna Antares dimudahkan memantau kualitas air dengan media portal sistem informasi yang terpusat, sehingga standar K3 air lebih terjaga.
Smart Meter juga memungkinkan PDAM sebagai BUMD mengelola urusan penagihan lebih terukur karena adanya koneksi antar perangkat berbasis komputasi yang saling "berbicara". Karenanya, terjadi peningkatan pelayanan ke masyarakat.
"Kebutuhan digitalisasi itu makin besar di pemerintahan, maupun masyarakat umum. Maka, edukasi dan pemasaran ke publik juga harus gencar dan menemukan selahnya. Bagaimanapun, kunci dari teknologi baru diterima pasar itu di edukasi dan pemasaran," pungkasnya. kbc10
sumber: https://www.kabarbisnis.com/read/28118209/pasar-iot-ri-diprediksi-tembus-rp572-7-triliun-pada-2025
0 Komentar