Proyek pembangunan ribuan base transceiver station (BTS) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika bermasalah sejak perencanaan hingga pelaksanaan.
Dari hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Pengelolaan Belanja Tahun Anggaran 2021 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kejanggalan dalam penentuan para pemenangan proyek.
Misalnya, pada konsorsium Fiberhome-Telkominfra-Multi Trans Data yang memenangi proyek pengerjaan BTS di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Dalam temuan BPK, disebutkan bahwa status Fiberhome Technologies Indonesia (FTI) tidak memenuhi kualifikasi sebagai technology owner atau pemilik teknologi sebagaimana dinyatakan dalam dokumen prakualifikasi.
Dalam dokumen pengajuan proyek, FTI memang menyampaikan pengalamannya dalam membangun BTS. Namun, berdasarkan hasil temuan BPK, pengalaman pembangunan BTS dalam dokumen tersebut bukan milik FTI. Melampirkan salinan kontrak pengalaman penggunaan teknologi BTS 4G milik perusahaan Datang Mobile Communications Equipment Co., Ltd. (DT).
Persoalan juga ada di konsorsium Lintasarta-Huawei-Surya Energi Indotama yang memegang proyek di wilayah Papua dan Papua Barat. Dari penelusuran BPK, terungkap bahwa dokumen salinan kontrak yang dilampirkan untuk pemenuhan persyaratan kualifikasi teknis tidak lengkap. Sebab, dokumen salinan kontrak yang disampaikan Lintasarta tidak dilengkapi lampiran atau rincian pekerjaan.
Selain itu, pengalaman yang disampaikan Huawei juga belum dapat dinilai memenuhi syarat. Sebab, informasi dalam lampiran dokumen kontrak dirahasiakan. Huawei juga tidak mencantumkan nama kontak dan penghubung lima kantor cabang perusahaan sebagaimana dipersyaratkan.
Begitu pula dengan konsorsium Indonesia Bisnis Sejahtera (IBS) dan ZTE yang memegang proyek di wilayah Papua. Temuan BPK menunjukkan bahwa dukungan pemegang saham ZTE tidak sesuai ketentuan.
Berdasarkan laporan keuangan tahun 2019, nilai kekayaan kemitraan IBS-ZTE tercatat sejumlah Rp 2.083.762.939.890 yang terdiri dari kekayaan ZTE Indonesia sebesar Rp 616.443.216.456 dan IBS senilai Rp 1.467.319.723.434.
“Nilai tersebut masih di bawah kekayaan bersih yang dipersyaratkan untuk mengikuti tiga paket pengadaan, yakni sebesar Rp 8,1 triliun,” tulis BPK dalam laporannya.
Selain itu, BPK menemukan dugaan permainan penentuan pemenang proyek. Awalnya, kemitraan IBS-ZTE tidak lolos sebagai pemenang proyek paket 4 dan 5 pembangunan BTS Bakti karena dianggap tidak memenuhi persyaratan teknis dan finansial. Namun, pada 22 Januari 2021, Pokja Pemilihan Pengadaan mengubah ketentuan di dokumen tender.
Perubahan spesifikasi tersebut membuat konsorsium IBS-ZTE yang semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi aspek finansial dan teknis. Kemitraan IBS-STE lantas melenggang menjadi pemenang.
“Perubahan spesifikasi teknis tersebut terindikasi bukan didasarkan kepada analisa kebutuhan pelaksanaan pekerjaan di lapangan, akan tetapi karena spesifikasi teknis yang dimiliki atau dapat disediakan oleh Konsorsium IBS-ZTE,” tulis laporan BPK.
Saat dikonfirmasi, Legal Manager PT Fiberhome Technologies Indonesia Ronald Samuel Hunga tidak bersedia berkomentar. Menurut Ronald, perusahaannya tidak bersedia memberikan penjelasan karena kasus dugaan korupsi tersebut masih dalam proses penanganan di Kejaksaan Agung.
“Apabila kami melakukan wawancara dengan pihak lain selain tim investigasi Kejaksaan Agung, maka hal tersebut menjadi tidak etis dan tidak patut untuk dilakukan oleh kami yang merupakan salah satu saksi kasus dimaksud,” kata Ronald melalui surat yang disampaikan kepada KJI, Senin, 6 Maret 2023.
Hal senada disampaikan Country PR and Editor in Chief at Huawei Indonesia, Damar Harsanto. Perusahaan tidak bersedia melayani permintaan konfirmasi karena kasus BTS Bakti sudah memasuki ranah hukum di Kejaksaan Agung. “Harap maklum. Terima kasih,” kata Damar melalui pesan WhatsApp pada Rabu, 8 Maret lalu.
Begitupun dengan General Affair and Finance Manager PT Multi Trans Data Triyono Hadi. Triyono, yang meminta Tempo dan KJI untuk meminta keterangan ke pihak Kejaksaan Agung yang saat ini masih melakukan proses penyidikan.
“Kami sangat menghormati tim penyidik Kejaksaan Agung yang bekerja dengan profesional,” kata Triyono, Kamis, 16 Maret 2023. “Karenanya, menurut hemat kami, kurang elok sekiranya kami melaksanakan wawancara dan pemberian data dengan pihak di luar tim penyidik tersebut.”
Sedangkan permintaan konfirmasi ke PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo), PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Telkominfra), Lintas Arta, Surya Energi Indotama, Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS), dan Zhongxing Telecommunication Equipment (ZTE) tidak mendapat tanggapan. Hingga berita ini ditulis, surat permintaan konfirmasi yang disampaikan Tempo dan KJI belum dibalas.
0 Komentar