Profesor TU Delft Ungkap Skenario Keberhasilan Indonesia Melakukan Dekarbonisasi Sistem Tenaga Listrik

 


Jakarta - Humas BRIN. Professor of Energy Systems Analysis dari Delft University of Technology (TU Delft), Prof Kornelis Blok menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan dekarbonisasi sistem tenaga listrik untuk mencapai target Net Zero Emission 2060. Hal itu diungkapkannya saat menjadi pembicara dalam Lecture Series bertema "Energy Transition Towards Zero Emissions" yang dilaksanakan oleh Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler di Gedung BJ Habibie, Jakarta, Selasa (23/4).

Menurutnya, Indonesia sangat kaya akan sumber daya energi, terutama sumber daya energi terbarukan. Terdapat banyak potensi untuk pembangkit listrik tenaga surya, energi angin, pembangkit listrik tenaga air, bioenergi, energi panas bumi yang sebagian sudah dimanfaatkan, dan berbagai sumber energi laut. "Kami menemukan bahwa sumber daya terbarukan cukup untuk melakukan dekarbonisasi sistem ketenagalistrikan di Indonesia sepenuhnya," ucap Kornelis.

Kornelis pun menyampaikan skenario dan kunci keberhasilan Indonesia atas upaya melakukan dekarbonisasi tersebut melalui transisi energi hingga menghentikan secara bertahap pembangkit listrik berbahan bakar fosil. Dalam upaya melakukan pemetaan dekarbonisasi ini, Kornelis menggunakan model Calliope. Calliope adalah model simulasi sistem tenaga yang memperhitungkan semua elemen penting dari sistem yaitu pembangkitan listrik, storage atau penyimpanan listrik, dan membangun jaringan transmisi. Selain itu, Indonesia juga memiliki keunikan tersendiri karena merupakan wilayah kepulauan yang memiliki potensi energi yang beragam.

"Keseluruhan sistem transmisi yang menyalurkan tenaga dari satu area ke area lain, itu merupakan elemen penting. Yang kedua adalah bagaimana sumber daya ini tersebar di seluruh negeri. Yang ketiga adalah berapa biaya berbagai sumber daya karena itu penting untuk optimasi," jelasnya.

Kornelis menjelaskan bahwa jika melihat peta sintesis Indonesia yang memiliki potensi-potensi penting, seperti adanya potensi pembangkit listrik tenaga surya hampir di seluruh pulau, ada potensi angin lepas pantai yang penting, sebagian besar mengatakan potensi terbaik ada di bagian paling timur negara ini tetapi juga di wilayah lain terdapat potensi, juga terdapat potensi angin lepas pantai. Dengan demikian, tidak hanya fokus pada satu jenis sumber daya terbarukan, tetapi juga mengembangkan sumber daya lain seperti pembangkit listrik tenaga air dan panas bumi. 

Selain itu juga, terdapat konversi energi panas laut, yang memanfaatkan perbedaan suhu antara air laut dalam dan air permukaan laut, yang juga merupakan teknologi yang relatif muda namun mempunyai potensi besar di Indonesia. "Jika kita menghitung seluruh potensi ini, kita dapat menyimpulkan bahwa totalnya adalah sekitar 20.000 TWh per tahun, yang bergantung pada proyeksi yang kita gunakan, jauh lebih besar dibandingkan permintaan. Hal ini saling melengkapi antara berbagai sumber di beberapa wilayah," jelasnya lagi.

Namun demikian, elemen penting adalah jaringan transmisi. Menurut Kornelis, jika tidak ada hubungan antar pulau maka dekarbonisasi cepat akan lebih mahal. Jadi, jika hubungan antar pulau sudah bisa dibangun sebelum tahun 2040, maka akan relatif murah untuk membangun sistem dekarbonisasi secara penuh pada tahun 2040. Dan ini tentu saja merupakan kesimpulan penting dan juga merupakan tantangan karena membangun hubungan antar pulau membutuhkan waktu bertahun-tahun. "Jadi saya pikir dapat memberikan kesimpulan bahwa sistem energi terbarukan 100% juga bisa diterapkan di negara yang kompleks seperti Indonesia," ucapnya. (jml)

sumber : https://www.brin.go.id/news/118226/profesor-tu-delft-ungkap-skenario-keberhasilan-indonesia-melakukan-dekarbonisasi-sistem-tenaga-listrik 

Posting Komentar

0 Komentar