Death of SaaS, Now Software As Busines Weapon
Sewaktu membaca artikel Forbes ini, mengenai berakhirnya era Software as a Services (SaaS), saya jadi mengevaluasi beberapa kebenaran di balik ini.
Pertama, SaaS mengutamakan LTV (Life Time Value). Karena dengan pendekatan ini, maka pendapatan berulang (recurring revenue) bagi pengembang (dan investor), skalabilitas produk software, dan ini merubah banyak software dalam lima tahun belakangan ini. Ambil kasus menarik seperti VMWare dan terakhir, Paessler PRTG.
Tapi apakah benar ini LTV ? Idenya adalah customer sudah menggunakan produk, maka mereka akan tetap menggunakan produk ( dan membayar). Tapi bisnis saat ini menghadapi masalah yang kompleks, dan kadang memperpanjang biaya langganan software menjadi pemikiran kedua, karena harus mengutamakan keberlangsungan usaha. Maka kita lihat, hanya customer yang memiliki kecukupan dana dan merasakan manfaat optimal dari penggunaan software yang akan membayar terus.
Lalu kemana sisanya? Mereka beralih.
Kedua. Saat ini membuat dan menggunakan software sudah bukan lagi sesuatu yang rumit. Karena adanya teknologi seperti low-code, bahkan no-code. Tidak diperlukan kemampuan programming skill tinggi, tapi yang diperlukan kemampuan bisnis proses yang baik. Demokratisasi software ini membuat pilihan menarik bagi banyak perusahaan. Karena mereka bisa menggunakan low-code dan no-code, dengan harga bisa lebih murah dari pengembangan software, dan lebih murah lagi dari SaaS.
Belum lagi, tersedia banyak "open-source" solution yang jug tidak kalah menarik kemampuannya.
Maka untuk SaaS company, mereka harus bisa menemukan ini, apa value / manfaat software nya bagi bisnis, bagi keberlangsungan usaha pelanggan ?
Ketiga. Banyak perusahaan SaaS sekarang mulai merubah strateginya. Daripada fokus menjual software berlangganan, mereka memfokuskan kepada software yang bisa membantu, meningkatan dan mendukung kelangsungan bisnis.
Dengan pendekatan ini, maka perusahaan software besar bisa bertahan. Mereka lebih menganggap diri mereka sebagai partner-in-grow bagi pelanggan. Bukan membebani pelanggan.
Maka kita melihat saat ini migrasi dari VMWare customer, mereka pindah ke Proxmox. Bukan karena pricing saja, tapi kebanggaan mereka juga rontok karena saat ini ekonomi dunia (dan Indonesia) sedang sulit. Sehingga mereka harus pikirkan solusi lain. Solusi yang tetap bisa memastikan bisnis mereka berjalan, bukan sebaliknya. Maka tidak heran, SAP user juga sekarang pindah. Mereka migrasi ke sistem seperti Epicore dan sejenisnya. Ini juga potensi"durian runtuh" bagi pengembang lokal, seperti Zahir, dan Accurate. Ini juga terjadi bagi pengguna produk kami.
Tapi, kita juga melihat partner-in-grow bagi perusahaan sepert Zoho, atau Creatio yang juga meningkat penjualannya, karena mereka bisa membantu pelanggan sebagai mitra.
Ini yang sangat menarik. Karena sekarang fokus para pengembang software, harusnya adalah ke bisnis-driven. Fokusnya menjadikan software mereka sebagai Busines Weapon, senjata bisnis.
Lalu bagaimana dengan software yang agak spesifik seperti Paessler PRTG? Yang hanya berkonsentrasi di monitoring IT ? Tentu kita harus juga menemukan "business-weapon" nya. Dengan PRTG maka operasi IT berjalan lancar, dengan PRTG maka semua aplikasi on-premise dan cloud bisa termonitorin dengan baik. Tidak ada downtime. Ini lah business weaponnya.
Masa depan Software di Bisnis.
Kita tetap percaya, masa depan software akan selalu cerah dan menjadi tulang punggung dalam bisnis. Yang harus dilakukan adalah memastikan software sebagai senjata bisnis anda. Bagi para pengembang dan investor, juga harus melihat, pola tidak hanya bicara LTV tinggi, tapi harus bisa memastikan bisnis pelanggan mereka maju. Ini yang lebih utama.
Inilah juga yang akan kami bahas dalam seri webinar IndoBitubi bersama Redstone, 3 Oktober 2024. Bersama dengan salah satu produk, Bitrix24. Pastikan kehadiran anda, bagaimana software ini bisa menjadi "senjata-bisnis" bagi anda. Daftar di: https://s.id/Bitrix24Oct24
Sampai bertemu besok.
0 Komentar