Terus Bergerak untuk Cetak Generasi Masa Depan Cerdas Indonesia

 


 Jakarta Layar biru raksasa tampak terbentang di Sport Hall Universitas Teknologi Isfahan, Iran pada awal Agustus 2024 lalu. Tak hanya itu, bendera dengan warna merah putih dan bertuliskan Indonesia, serta medali perunggu IPHO juga terpampang di kedua sisinya. Mengapit lingkaran berisi pasfoto seorang remaja putri yang tampak mengenakan blazer.

Tampak di bagian bawah layarnya nama Kaitlyn Illiana Toniman. Sosok aslinya sedang berdiri di depan layar tersebut. Ia tampak menutup rambutnya dengan kerudung krem dan kedua tangan Kaitlyn merentangkan bendera merah putih sambil melempar senyum pada peserta dan undangan yang hadir.

Momen yang satu ini menjadi salah satu hal yang tak bisa dilupakan oleh Kaitlyn sepanjang hidupnya. Tercatat, ia berhasil membawa pulang medali perunggu lewat ajang Olimpiade Fisika Dunia ke-54. Capaian ini berhasil diraihnya setelah bersaing dengan 193 pelajar dari 43 negara lain. Padahal, selama pertandingan berlangsung, siswi SMAK Penabur Gading Serpong, Tangerang ini tegang bukan main.

“Saat mengikuti perlombaan sempat deg-degan dan tidak bisa tidur. Namun, akhirnya saya bisa mengatasi itu dan mendapatkan medali untuk Indonesia,” tutur Kaitlyn.

Ia pun bercerita perjuangan panjangnya berlaga dalam ajang Olimpiade Fisika Dunia hingga meraih medali. Menurutnya, proses yang dilalui bukan perkara mudah. Ia mengaku harus berjuang selama 2 tahun agar bisa mendapatkan satu tiket sebagai peserta IPHO. Ajang olimpiade dari tingkat kabupaten, provinsi, sampai Olimpiade Sains Nasional (OSN) harus dilewatinya.

Lolos sebagai juara OSN bukan berarti Kaitlyn bisa bernapas lega. Dia kembali menjalani Seleksi Pelatihan Nasional (Pelatnas) satu sampai tiga yang digelar Pusat Prestasi Nasional (Puspresnas).

Jangan ditanya caranya melahap rumus dan pelajaran Fisika. Selama menjalani seleksi nasional, Kaitlyn berlatih soal dan belajar sepanjang hari dari pukul 7 pagi sampai 10 malam. “Aku mulai intens belajar terkhususnya Fisika sejak kelas 10,” kenang Kaitlyn.

Kebahagian tak cuma dirasakan Kaitlyn seorang. Ada lima rekan sesama pelajar yang juga berkesempatan naik ke atas panggung. Salah satunya siswa SMA Negeri 1 Padang bernama Zahran Nizar Fadhlan. Satu peringkat lebih tinggi dari Kaitlyn, Zahran  menyabet medali perak di olimpiade yang sama. Tiga teman lainnya menggondol medali honorable mention IPHO ke-54.

Prestasi Zahran, Kaitlyn, dan tiga rekannya menambah panjang deretan medali yang diperoleh pelajar berprestasi di ajang olimpiade dunia.  Hampir di setiap ajang olimpiade sains, nama Indonesia selalu masuk radar. Minimal satu atau dua medali dibawa  pulang. Kadang medali emas, perak, atau medali perunggu ketika sedang tidak beruntung.

Jika melakukan selancar di dunia maya, coba ketik kata pelajar Indonesia peraih Olimpiade. Nantinya akan tampak hasil daftar panjang siswa-siswi berprestasi yang sukses mengharumkan nama bangsa di mata internasional.

Torehan prestasi yang mendorong pemerintah tak pernah berhenti mengirimkan delegasi ke berbagai ajang olimpiade sains, matematika, biologi, geografi, bahkan sampai pertandingan karate berskala dunia. Tak hanya berasal dari kota besar dunia, pencarian talenta siswa berprestasi dilakukan di setiap sekolah di Tanah Air.

Lahirnya talenta masa depan itu makin mudah ditemukan sejak keran bersekolah dibuka lebar pemerintah, termasuk di era Presiden Joko Widodo. Semua anak yang sudah masuk usia sekolah berhak mendapat pendidikan. Entah berasal dari keluarga berada sampai mereka yang hidupnya hanya pas untuk makan sehari-hari.

Bukan cuma menjadi bibit untuk adu kecerdasan di ajang olimpiade. Keran mendapat pendidikan itu paling tidak bisa membantu meningkatkan taraf hidup keluarga.

Bergulir sejak November 2014, puluhan juta anak-anak dari keluarga tidak mampu bisa melanjutkan sekolah dengan sebuah `Kartu Sakti` berisi bantuan uang tunai. Disalurkan oleh Pusat Layanan Pembiayaan Pendidikan (Puslapdik) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bantuan itu berupa Program Indonesia Pintar (PIP).

Di tahun pertamanya bergulir, penerima PIP sudah mencapai 19,2 juta siswa dan berlanjut dengan jumlah yang sama di tahun berikutnya. Pada Tahun Anggaran (TA) 2018, penerima manfaat PIP disalurkan sebanyak 18,6 juta siswa. Dengan target 20,1 juta siswa, PIP kembali disalurkan sebanyak 18,3 juta siswa pada 2019.

Dalam empat tahun terakhir, angka siswa penerima PIP tetap bertahan di angka belasan juta siswa. Di tahun 2020 dan 2021, bantuan PIP disalurkan kepada 18,09 dan 18,08 juta penerima. Capaian ini menjadi catatan positif karena disalurkan ketika Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.

Kondisi yang sama terjadi pada 2022 saat Indonesia menghadapi masa transisi pemulihan Pandemi Covid-19. Jumlah penerima PIP berkurang menjadi 17,9 juta. Namun di 2023, pemerintah kembali mendorong penyaluran PIP dengan berhasil menyalurkan dana Rp9,62 triliun kepada 18,1 juta penerima.

Di tahun 2024, pemerintah menargetkan penerima PIP mencapai 20,8 juta siswa. Realisasinya, hingga Agustus 2024 program ini telah disalurkan kepada 11,6 juta siswa.

Hasilnya terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS). Angka partisipasi sekolah untuk anak umur 7-12 tahun tidak pernah di bawah skor 98 dari skala 1-100. Angka hampir sama terjadi pada anak usia sekolah umur 13-15 tahun. Bergerak dari skor 91 pada 2013, kini angka partisipasi sekolah di rentang umur ini sudah berada di level 96 pada tahun 2023.

Peningkatan juga terjadi pada anak usia sekolah umur 16-18 tahun yang bergerak di skor 64 pada tahun 2013 menjadi 73 dalam 10 tahun berikutnya.

Posting Komentar

0 Komentar