Indonesia Kekurangan Talenta AI, Ekosistem Pun Belum Mendukung

 

Ilustrasi | Foto: Ist
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Ir. Nizam, mengatakan Indonesia sangat kekurangan talenta Artificial Intelligence (AI), baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Salah satu penyebab kekurangan itu karena adanya gap (kesenjangan) antara kebutuhan industri dan ketersediaan talentanya.

Kesenjangan, kata dia, perlu dijembatani melalui suatu upaya link-and-match antara kebutuhan industri dan penyediaan talenta digital melalui kerjasama, sertifikasi, hingga pelatihan.

Sebagai informasi, Indonesia setidaknya membutuhkan 9 juta tenaga profesional di sektor digital tahun 2030. Di dalam angka 9 juta tersebut, talenta AI menjadi sangat krusial di tengah kehidupan masyarakat global semakin digital dan semakin Smart.

"Kita kawinkan perguruan tinggi dengan pelaku industri besar agar kompetensi lulusan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan di dunia kerja," ungkap Prof Nizam kepada Cyberthreat.id, Kamis (13 Agustus 2020).

Pemerintah juga terus berupaya mengembangkan talenta digital di bidang teknologi AI melalui pendidikan formal di jenjang pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi. Misalnya SMK bidang teknologi informasi, elektronika, yang juga berkontribusi dalam menyiapkan SDM digital.

Untuk perguruan tinggi, talenta AI sudah mulai bermunculan. Banyak sekali yang menyiapkan talenta di bidang teknologi informasi, komputer, telekomunikasi, dan turunannya yang menghasilkan puluhan ribu sarjana setiap tahun.

Aspek penelitian dan inovasi (R&D) juga harus berjalan seiring dengan pengembangan SDM. Sehingga adanya kolaborasi di konsorsium perguruan tinggi dengan industri dan lembaga riset sangat penting. Dan, pengembangan talent pool tidak hanya level S1 atau diploma, tapi juga di level S2 dan S3.

Sertifikasi dan Ekosistem

Nizam mengklaim sebagian dari lulusan perguruan tinggi tersebut menjadi bagian dari talent pool AI yang sesuai dengan kerangka pengembangan talenta di bidang AI. Talent Pool AI merupakan Manajemen Talenta Nasional yang secara khusus melakukan pengelolaan dan pengembangan talenta.

Menurut Nizam, pemetaan talenta AI harus dilakukan sesuai dengan talent pool, dengan tujuan untuk mendapatkan peta "supply dan demand" talenta AI yang diperuntukkan bagi pekerja, peneliti, dan pebisnis dengan industri yang telah tersedia (existing industry).

"Kita banyak melakukan pelatihan-pelatihan tersertifikasi di perguruan tinggi yang khusus terkait dengan AI, seperti Machine Learning, Deep Learning, Internet of Things, Data Analytics, serta kerjasama perguruan tinggi dengan perusahaan global," ujarnya.

Kerjasama, misalnya, menggandeng Google untuk program "Bangkit" melatih Machine Learning bersama Unicorn dan Decacorn nasional. Kemudian dengan Huawei membahas dan merancang untuk mengembangkan program serupa. Lalu kolaborasi betsama NVIDIA membentuk konsorsium untuk pengembangan talenta AI.

Selain itu, Nizam mengungkapkan pondasi dari AI adalah literasi digital sehingga dalam setiap program mengembangkan talenta AI wajib mengenalkan literasi dan computational thinking sejak dini.

Meskipun sebenarnya secara ekosistem Indonesia juga masih jauh tertinggal. AI, kata Nizam, harus didukung dengan ekosistem di tingkat nasional hingga lokal. Selain itu, infrastruktur dan hardware, brain/human ware, supra struktur (regulasi dan program), software, manajemen dan tridharma juga harus diperbaiki untuk mendukung rencana masa depan ini.

"Hampir semua masih ada kendala, infrastruktur dan hardware untuk pengembangan AI perlu investasi besar, human ware kelas dunia masih kurang, dan regulasi juga belum mendukung," ujarnya. []

Redaktur: Arif Rahman





Ayo Ikuti Event Online Bersama APTIKNAS. silahkan Cek di Eventcerdas.com

Posting Komentar

0 Komentar