U(M)KM yang dipaksa Online

 Pandemi Covid19 yang masuk ke Indonesia di awal Maret 2020 ini membuat semua orang kaget, termasuk juga pebisnis Usaha Kecil Menengah (UKM). Pemerintah kita membagi segmen UKM ini menjadi Usaha Mikro , Kecil dan Menengah (UMKM) dan ada Usaha Besar. Semua ini diatur dalam UU №20 Tahun 2008.

Disana diatur juga kriteria Usaha Mikro dengan kekayaan bersih 50 juta per tahun , dan hasil penjualan maksimal 300 juta. Usaha Kecil dengan kekayaan bersih 50–500 juta per tahun, dengan hasil penjualan 300 juta — 2.5M per tahun. Dan Usaha Menengah adalah dengan kekayaan bersih 500 juta — 10 M per tahun, dan hasil penjualan 2,5M — 50 M per tahun.

Jelas kan anda masuk yang mana ? Dan yang sebenarnya menjadi target pemerintah dari program Bantuan Langsung Tunai 2.4jt . Seharusnya adalah pengusaha usaha mikro tentu saja. Tapi apapun, tetap banyak yang merindukan bantuan itu kan. Padahal ada cara lain yang lebih baik, dan mungkin mendapatkan lebih dari 2.4juta.

Ya, menjadi UMKM Online. Tapi memang harus kita akui, tidak semua bisa menjual produk dan solusinya secara online. Dan ‘memaksa’ apapun yang UMKM jual dan segera dijual online juga tidak mudah.

Target UMKM online menjadi 10 juta tahun ini memang patut diupayakan. Di lain pihak, bila membuka data pelanggan marketplace Indonesia, sebut saja TokoPedia dan Bukalapak, maka angka 10juta ini harusnya bisa dicapai.

Lalu apa kendalanya hingga UMKM sulit sekali diajak online ?

Pertama, tentu produk dan jasa mereka apakah bisa dijual secara online. Tidak terpikir untuk kita, tukang tahu gorengan keliling menjual tahunya secara online. Apalagi tukang ternak itik yang setiap hari ada di kandang, dan dipaksa untuk online. Jadi memang tidak semuanya bisa dipaksa untuk dijual secara online.

Kedua, pelaku UMKM belum melek teknologi informasi. Mungkin sekarang sudah sebagian besar menggunakan WhatsApp. Bahkan gara-gara pandemi, mereka dipaksa juga mengerti tentang video conference, Zoom misalnya. Karena, apapun itu, transformasi digital harus dimulai dengan si pelaku nya sendiri. Jangan harapkan bisnisnya bisa online, kalau pemiliknya, pengelola usahanya tidak mau belajar dan melek Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Maka mulailah belajar dengan yang bisa mereka kuasai. Semula hanya bisa telepon dan SMS, sekarang belajar WhatsApp (WA) dan WA Video call. Jadi bertemu orang, calon pelanggan, pelanggan bisa via WA. Kemudian, gunakan ‘Power of Three’ dari WA, yaitu Facebook + Instagram. Ini paling mudah. Dengan bisa akses WA, mereka bisa belajar membuat instagram dan facebook. Dan koneksikan ketiganya. Tiap akses ke Facebook, ada Facebook Page yang mengakses WA mereka. Di kontak Instagram ada WA mereka. Dan di WA mereka, ada informasi FB Page dan Instagram mereka.

Ketiga, promosi secara online. Banyak orang menganggap ini semua harus pakai website, pasang jasa Search Engine Optimization (SEO) dll. Padahal tidak harus. Dari kemampuan menggunakan WA, gunakan WA untuk mengupdate produk dan solusi, cukup dengan WA Status. Lihat siapa saja yang tertarik dengan produk dan jasa kita, kontak mereka. Inti dari promosi adalah ada yang di promosikan, ada yang tertarik melihat (target) dan ada yang menindaklanjuti (closing). Dan ini semua hanya perlu ‘jari’. Kalau sudah mahir, barulah belajar yang lebih jauh.

Keempat, pakai jalur marketplace. Setelah menguasai jualan via WA, Facebook dan Instagram, mungkin jangan lupa, gunakan kemampuan marketplace. Kita tidak harus melulu berjualan, tapi marketplace adalah tempat yang tepat untuk menguji apakah produk dan jasa kita diterima di pasaran. Ada berapa banyak produk dan jasa sejenis. Analisa itu, amati harga-harga yang bertebaran, meskipun ada di marketplace, tetap kita ada ‘celah’ untuk pelanggan yang belum terbiasa membeli via marketplace. Tetap ada peluang orang lebih percaya membeli ke tempat atau orang yang dikenalnya. Jangan lupa juga, sekarang ada marketplace untuk jasa juga. Jadi tidak melulu soal produk.

Kelima, Update , perbaharui. Kita punya WA, tapi tidak pernah buat WA Status, untuk apa. Kita punya Facebook, Instagram, tapi tidak pernah buat dan update status, untuk apa gunanya. Jadi harus selalu, dan selalu, dilakukan pembaharuan, update status. Update status ini bisa terkait produk dan jasa, bisa terkait pelanggan yang senang menggunakan nya. Bisa terkait interaksi internal usaha, dan lain sebagainya. Bahkan sekarang TikTok for Business pun sudah banyak digunakan. Hanya karena kemampuan luar biasa dari update dan follow.

Keenam, ikuti terus perkembangan. Dunia TIK ini sangat pesat perkembangannya. Dulu tidak semua orang punya dana untuk buat website, ada Google My Business yang banyak digunakan. Ada beragam sosial media bisa kita gunakan. Ada beragam tools bisa kita gunakan. Mungkin banyak kawan-kawan yang tidak mau berubah, ya tinggalkan. Buktikan bahwa menjual online akan menghasilkan, terutama di saat ini. Jangan putus asa. Ikut banyak komunitas, baik via online, via sosmed, dan beragam cara untuk belajar.

Menjadi UMKM yang dipaksa online memang tidak mudah, tidak nyaman, tapi apabila ditekuni dan dijalani dengan baik, maka pastinya akan menghasilkan. Itulah sebabnya, kami tiada jemu, berusaha membantu UMKM, khususnya usaha mikro untuk bisa menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.

Image for post

Segera gabung kegiatan kami berikutnya, SMART UKM 17 Sep 2020, tinggal daftar di www.EventCerdas.com. Jadilah cerdas bersama kami.

Posting Komentar

0 Komentar