Mengapa ribut Data Center harus di Indonesia?

Dalam perdebatan panjang mengenai Revisi PP 82/2012, artikel ini akhirnya semakin memperjelas ada apa dibalik semua ini.
''Regulasi yang diantisipasi AS tersebut yaitu revisi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 tahun 2012, khususnya terkait kewajiban penempatan pusat data (data localization), yang akan dikeluarkan pemerintah. Selain itu juga revisi dalam PP No. 14 tahun 2018 terkait kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian.'' (sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20190913154847-4-99299/rayu-as-ri-ingin-gantikan-posisi-china-dalam-perdagangan)
Ini sangat menarik. Semua negara, khususnya negara-negara di regional Asean, membicarakan isu ini: Data Localication. Dimana data ini ditempatkan memeran peran penting dalam banyak negara.
Tapi kita menyadari juga, pemerintah (negara) kita juga harus berjibaku menghadapi tekanan ini, dan sepertinya ini jurus terakhir yang harus dilakukan sebelum akhirnya, sedikit mengalah. Perubahan dan revisi PP 82/2012 yang mungkin Senin, 16 Sep kita akan lihat, akan membuka mata kita. Betapa tekanan ini sangat besar terhadap pemerintah kita. Tapi saya yakin juga, negara kita juga mempertimbangkan tahapan dan langkah antisipatif. Mungkin janji 2 pemain global cloud provider yang akan membuat data center di Indonesia bisa membantu.
Tapi sejujurnya , coba kita perhatikan. Pertama, meskipun aturan PP82/2012 sudah berlaku lama, tapi toh tetap banyak yang tidak menempatkan data center nya di Indonesia. Oleh karena itu sekarang semua diatur agar harus mendaftar menjadi Penyedia Sistem Elektronik (PSE), dan Kominfo menjadi pintu kontrolnya.
Kedua, dalam beberapa hal, pengelolaan data publik dan privat diperjelas dalam revisi ini. Semoga peran PSE dan kebijakan sektoral harus kuat menghadapi tekanan dan kemungkinan pemahaman bercabang dari aturan yang baru nanti. Tapi kita bisa mulai dengan keharusan data negara harus ada di data center yang ada di wilayah Indonesia. Ini jelas. Kemudian data privat, yang mungkin saja ada di data center di luar wilayah hukum Indonesia, tapi harus ada audit (rekam jejak), kemudahan akses dari pihak berwenang (kebijakan sektoral) dan penegak hukum, serta yang terakhir, kontrol dan laporan masyarakat apabila merasa datanya disalah gunakan.
Ketiga, yang harus kita perhatikan adalah kemungkinan efeknya secara ekosistem. Kalau data center ada di Indonesia, maka pasti akan ada kebutuhan terkait infrastruktur data center. Dalam hal ini bisa mulai dari tempat, fasilitas data center (listrik - genset), kemudian apa pun yang ada di dalam data center (kabel, rak, server, AC presisi, Fire system, akses door, dll). Nah, kalau jumlah data center besar berkurang, karena sebagian besar (hampir 90%) data publik dan privat bisa diletakkan di data center di luar negeri, maka industri ekosistem yang terkait akan kehilangan marketnya. Tidak ada lagi pembangunan data center besar, kecuali yang sedang berjalan sekarang, dan market (10% data pemerintah) juga akan dikelola oleh pemerintah sendiri. Maka semakin berat pertarungan para penyedia layanan data center (termasuk hosting provider) yang ada sekarang. Jangan lupa, penempatan data center di luar negeri kita mengakibatkan perubahan bagaimana kita mengakses, karena tidak ada akses data ke lokal server, tapi semua ke cloud dan pasti menggunakan Internet.
Keempat, Internet Indonesia perlu bandwidth sangat besar dan stabil. Pertarungan 2 tahun menunggu data center global provider siap di Indonesia akan diwarnai dengan perang harga, dan ini sudah terjadi sekarang. Global provider data center dan cloud memberikan harga yang sangat murah, tanpa harus bayar pajak. Dengan aturan baru, mereka harusnya menjadi PSE dan terdaftar. Jadi pastikan cek bahwa mereka adalah PSE terdaftar. Kembali ke urusan bandwidth, maka kita perlu bandwidth besar dan stabil. Dan ini juga hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan yang punya akses besar ke titik Internet terdekat, Singapura.
Wah, itulah sebabnya, mengapa sebaiknya kita tetap mempertahankan perkembangan data center (baca: penempatan data ) tetap di Indonesia.
Bahkan sekarang kita sudah punya standar baru terkait Data Center, SNI 8977. Baru dirilis Juli ini. Kami akan bersiap memberikan workshop ini, agar semakin banyak perusahaan bisa mengelola data centernya sendiri dengan baik.

Posting Komentar

0 Komentar